Bangun Ujung Nusantara

John Kei
 
0
260
John Kei
John Kei | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Mencari makan di mana pun harus menggunakan hati. Jika tidak, hasil keringat tak akan pernah membawa kebaikan bagi sesama. Begitulah filosofi yang dipegang teguh Max Johanes Rahabeat dalam melakoni obsesinya mentransformasikan kecakapan pertukangan bangunan fisik kepada warga Distrik Kimaam, Merauke, Papua.

Pria yang akrab disapa Om John Kei ini sudah hampir 30 tahun “memoles” wajah Pulau Kimaam, pulau terluar RI yang berhadapan dengan Australia. Bangunan perumahan, perkantoran, dan dermaga yang berdiri di pulau seluas 11.600 kilometer persegi (dua kali Pulau Bali) itu adalah buah kecakapan pertukangan Om John bersama warga setempat.

Banyak warga perantau yang berhasil merenda hidup di Tanah Papua, tetapi bisa jadi hanya segelintir di antaranya, termasuk Om John, yang rela membagi pengetahuan dan kecakapan dengan memberdayakan masyarakat lokal.

Berbekal pengalaman puluhan tahun menjadi “tukang bangunan”, sejak pertengahan 1982, Om John banyak terlibat dalam pembangunan fisik wilayah terpencil berpenduduk sekitar 16.000 jiwa itu. Untuk menjangkau Kimaam, akses transportasi satu-satunya adalah dengan pesawat perintis yang hanya dilayani dua kali seminggu.

Hampir semua kampung di Pulau Kimaam pernah merasakan sentuhan karya Om John. Mulai dari gedung sekolah, puskesmas, MCK, instalasi air bersih, permukiman warga, hingga dermaga.

Wilayah Kimaam didominasi hutan dan rawa yang berisiko malaria. Untuk mencapai kampung-kampung di sana, moda transportasi yang bisa diandalkan hanyalah perahu kecil.

Lebih dari sekadar kendala alam, Om John menilai, karakter manusia Kimaam perlu sentuhan tersendiri.

Tak banyak kontraktor mau melibatkan warga lokal dalam setiap pembangunan di Kimaam. Mereka lebih sering mendatangkan buruh dari suku Kei atau Jawa.

“Siapa bilang orang Kimaam tak bisa diajak bekerja? Justru dorang (mereka) yang lebih tahu persis kondisi setempat. Hanya saja memang dibutuhkan pendekatan yang tepat untuk merangkul mereka,” katanya.

Setiap mendapatkan proyek pembangunan di kampung-kampung, John selalu datang terlebih dulu ke tempat itu sebelum memulai pekerjaan. “Saya coba berdialog dulu dengan tetua kampung setempat,” ujarnya.

Advertisement

Salah satu contohnya adalah saat ia membangun dermaga sungai di Kampung Kumbis yang merupakan proyek Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke, Juli 2008. Dalam pengerjaannya, ia melibatkan delapan warga setempat mulai dari mencari kayu merbau sebagai bahan baku, menghaluskan bahan, memancang tiang, hingga merakit konstruksi dermaga.

Demi menghemat waktu, semua bahan baku dicari dan diolah di lokasi setempat. “Yang didatangkan dari Merauke hanya baut dan mur besi,” ujar Om John.

Dermaga itu kini menjadi salah satu urat nadi perekonomian di Kimaam. Sebelum pembangunan dermaga, perahu-perahu milik warga sulit sandar di Kumbis yang berjarak dua jam perjalanan sungai dari Kampung Kimaam. Kini, setiap hari, dermaga ini menjadi jalur lalu lintas perahu dari berbagai kampung lain yang membawa barang-barang dagangan.

Merantau

Kisah perantauan Om John berawal pada 1978 ketika ia bersama sepupunya ikut kapal yang membawa mereka ke Kaimana, Papua. Ia terinspirasi cerita-cerita sukses warga suku Kei yang merantau ke Papua, pulau yang terletak di sebelah timur Kepulauan Kei.

Awalnya, kemampuan Om John terbilang pas-pasan. Ia lebih banyak menimba ilmu dengan praktik di lapangan.

Tak lama berdiam di Kaimana, ia diterima bekerja sebagai pekerja kasar untuk proyek pembangunan rumah dinas pemerintahan di daerah Wagon, Kabupaten Fakfak. Awal 1980, ia ditawari menjadi tukang bangunan untuk proyek permukiman dengan bahan dasar kayu bagi masyarakat di Kabupaten Sorong.

Di Kaimana, ia sempat berencana hijrah ke Papua New Guinea bersama dua temannya dari Timor Leste. Namun, rencana tersebut gagal karena kedua rekannya tertimpa musibah saat berlayar ke Merauke. Di balik musibah itulah terbentang jalan lebar untuk memoles Kimaam sebagai “beranda” Tanah Air sendiri.

Ia akhirnya memutuskan ikut kakak sepupunya yang tinggal di Kabupaten Merauke. Setelah ikut proyek pembangunan permukiman warga transmigrasi di Kompleks Semangga 1 Merauke dan SMP negeri di Asmat, pada Januari 1982, ia ditawari menjadi kepala buruh pembangunan SMP negeri pertama di Kimaam.

Di situ ia memutuskan belajar bekerja mandiri. Proyek pertamanya didapat dari seorang pastor asal Belanda, Pastor Boy. Ia diminta membangun permukiman, sekolah, dan kompleks pastoran misi (Katolik) untuk 11 kampung di Distrik Kimaam. Dari proyek itu, ia mulai menyelami karakter warga lokal untuk diberdayakan.

Pinang-sirih

Walau telah puluhan kali bekerja dengan warga lokal, proses interaksi bukan tanpa kendala. Contohnya saat membangun rumah-rumah guru di Kampung Komelom, bagian selatan Pulau Kimaam, pada 1984.

Kala itu, banyak pekerja Om John terlihat malas-malasan. Saat itu dia belum terlalu mengenal karakter orang Marind-Bob, suku orang asli Kimaam. Padahal, tenggat pembangunan yang ditetapkan oleh pemberi proyek sudah hampir habis.

“Saya tidak langsung memarahi mereka. Saya coba ajak bicara dorang satu per satu. Akhirnya ketahuan kalau dorang butuh makan pinang-sirih dan mengisap tembakau,” kata Om John. Sejak peristiwa itu, dia memahami begitu pentingnya arti pinang-sirih bagi warga Kimaam.

Lewat alat kontak berupa pinang-sirih itu pulalah, Om John akhirnya mampu mengambil hati para pekerjanya. “Itu kuncinya, membuat dorang merasa dihargai dan diperhatikan,” ujarnya.

Lewat kerendahan hatinya, Om John menjadi sosok warga pendatang yang cukup disegani di Kimaam.

Dia juga membangun penginapan di Kampung Kiworo Baru, ibu kota Distrik Kimaam, sejak 2005.

Kini, penginapan itu menjadi satu-satunya tujuan menginap para pejabat saat kunjungan dinas hingga peneliti. Para peneliti begitu tertarik dengan eksotisme flora dan fauna Kimaam. Pelbagai jenis burung banyak terlihat di Pulau Kimaam yang juga merupakan wilayah migrasi burung-burung dari Benua Australia.

Di ujung Nusantara itulah Om John berkiprah tiada kenal jeda. e-ti

Sumber: Kompas, Senin, 19 Juli 2010 | Penulis: Gregorius Magnus Finesso

Data Singkat
John Kei, Tukang Bangunan / Bangun Ujung Nusantara | Wiki-tokoh | tukang, bangunan, pemukiman, warga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini