Dekat dengan Prajurit
Safzen Noerdin
[ENSIKLOPEDI] Mayor Jenderal (Marinir) Safzen Noerdin kelahiran Kruengsabe, Aceh tahun 1952 butuh waktu 29 tahun saja untuk menduduki jabatan sebagai Komandan Korps Marinir TNI-AL. Ia, sejak tanggal 9 November 2004 menggantikan Mayjen (Mar) Ahmad Rivai. Sebelum diangkat menjadi Komandan Korps Marinir, dia menjabat Komandan Pendidikan TNI Angkatan Laut. Sedangkan jabatan Kepala Staf Korps Marinir sudah dipegangnya dua tahun sebelumnya.
Suami dari Diah Winarsini yang memiliki lima anak terdiri empat perempuan dan satu laki-laki, ini lulus dari Akademi Angkatan Laut tahun 1975. Ia sekaligus terpilih sebagai satu dari tujuh teman seangkatan yang memasuki kecabangan marinir. Safzen Noerdin yang dikenal sangat dekat dengan para prajurit memiliki perjalanan karir yang terbilang mulus. Kedekatan dengan prajurit berikut kelancaran karir selama berbakti di ‘pasukan katak’ adalah buah dari sikap Noerdin yang selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan setiap tugas yang dipercayakan pimpinan.
Kesungguhan Noerdin melaksanakan tugas tampak jelas pada setiap penugasan. Seperti saat bertugas sebagai Wakil Komandan Kontingen Garuda XII-B Pasukan Pemeliharaan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang bertugas di Kamboja. Noerdin yang masih berpangkat mayor marinir ketika itu bertugas mendampingi Komandan Kontingen Garuda XII-B Letkol Ryamizard Ryacudu (kini Kepala Staf TNI Angkatan Darat). Semasa bertugas di Kamboja Noerdin aktif membina hubungan dekat dengan wartawan Indonesia yang meliput konflik di negeri pagoda itu.
Kamboja bukanlah medan penugasan pertama yang dijalani Noerdin di luar Korps Marinir. Sebelumnya tahun 1988 Noerdin dipercaya bergabung dalam Kontingen Garuda-IX yang dikirim ke Irak. Noerdin juga pernah dilibatkan dalam penyelesaian masalah Aceh duduk sebagai Ketua Joint Security Committee (JSC) dari unsur Pemerintah RI. Noerdin kemudian menjabat sebagai Wakil Panglima Komando Operasi TNI untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kedekatan dengan prajurit membuat Noerdin tak merasa rikuh tatkala pangkatnya telah dinaikkan dari kononel marinir menjadi brigadir jenderal marinir namun masih memegang jabatan Komandan Brigade Infanteri 2 Korps Marinir, jabatan yang diperuntukkan bagi seorang kolonel marinir. Ketika menjabat sebagai Komandan Brigade Infanteri 2 Korps Marinir itu Safzen Noerdin berkesempatan menunjukkan kedekatan dan kepeduliannya terhadap prajurit marinir.
Kedekatan Safzen Noerdin dengan prajurit tumbuh di tengah-tengah tempaan prajurit Korps Marinir yang didesain menjadi prajurit profesional dan dicintai rakyat. Hasil tempaan bisa dibuktikan pada saat terjadi kerusuhan massal pada Mei 1998, demikian pula setelahnya yang memperlihatkan betapa setiap prajurit Korps Marinir sangat begitu dicintai rakyat.
Walau berhasil merebut hati dan kepercayaan rakyat Noerdin tak mau takabur. Ia mengakui ada saja satu atau dua orang prajurit Korps Marinir yang menunjukkan perilaku tidak terpuji. Tetapi Noerdin memastikan bahwa perilaku demikian adalah ulah orang per orang. Karenanya Noerdin meminta agar perilaku satu dua orang prajurit Korps Marinir yang demikian jangan dianggap masyarakat sebagai perilaku seluruh prajurit Korps Marinir.
Kecintaan rakyat kepada Korps Marinir sesungguhnya tidak tumbuh dengan mudah. Korps Marinir telah terlebih dahulu membuktikan darma bhakti kepada rakyat. Pada peristiwa kerusuhan massal Mei 1998, misalnya, Safzen Noerdin yang kala itu menjabat sebagai Asisten Staf Operasipnal Komandan Korps Marinir, sama seperti para prajurit Korps Marinir lainnya hampir tak sedikitpun memicingkan mata mengawal rakyat sampai-sampai rela menginap di sebuah ruangan khusus di samping kamar kerjanya. Noerdin harus mempersiapkan sebuah pelbed tempat tidur lapangan yang bisa dilipat yang siap digunakan untuk tidur kapan saja.
Karena ukiran bangku
Safzen Noerdin hingga memasuki pendidikan SMA sesungguhnya belum terpikirkan mempunyai cita-cita menjadi marinir. Semenjak kecil ia tak sekalipun pernah bermimpi menjadi marinir. Apalagi ia lahir dan dibesarkan di Aceh Safzen tak banyak mengetahui berita tentang Korps Marinir yang saat itu masih bernama KKO kependekan dari Korps Komando TNI AL.
Semangat dan orientasi hidup baru Noerdin baru terbentuk ketika duduk di bangku SMA. Di situ ia membaca sebuah ukiran nama murid terdahulu yang duduk di bangku yang sama dengan yang ia duduki.
“Saat di SMA, di bangku saya ada ukiran nama murid terdahulu. Ketika saya tanyakan kepada kawan saya, siapakah yang mengukir nama itu, kawan saya menjawab bahwa orang yang mengukir nama itu kini telah menjadi seorang letnan KKO, pasukan komando Angkatan Laut. Dalam benak saya seketika muncul pemikiran, ‘pasukan komando Angkatan Laut, hebat benar’. Sejak saat itu keinginan untuk menjadi KKO menjadi cita-cita saya,” jelas Safzen, yang lupa mengingat-ingat siapa nama letnan KKO yang berhasil mengubahkan peta perjalanan hidupnya itu.
Setiap perwira yang bergabung dalam Korps Marinir pastilah mempunyai mimpi sama suatu hari kelak akan dapat mencapai karier tertinggi sebagai Komandan Korps Marinir. Sebagai mimpi tentu setiap perwira sekaligus menyadari pula hanya sedikit di antara mereka yang dapat meraih kedudukan tersebut. Karenanya setiap perwira Korps Marinir yang berhasil mencapai kedudukan puncak sebagai Komandan Korps Marinir, termasuk Safzen Noerdin pasti sangat merasakan syukur dan bangga.
“Selain tercatat dalam sejarah, menjadi Komandan Korps Marinir juga sangat bergengsi. Apalagi hubungan antara personel dalam keluarga besar Korps Marinir sangat spesial. Hubungan antara yang masih aktif dan yang sudah pensiun sangat solid,” ungkap Safzen.
Sebagai pejabat baru Komandan Korps Marinir pengganti Mayor Jenderal Marinir Ahmad Rivai Safzen Noerdin menyebutkan akan melanjutkan kebijakan yang dilakukan oleh pejabat lama agar kesinambungan kebijakan tetap terjaga.
“Kesinambungan kebijakan itu diperlukan mengingat perkembangan yang dialami Korps Marinir ini sudah digariskan Kepala Staf TNI AL lewat rencana jangka panjang atau blue print 2013,” ujar Safzen.
Tentang pendahulunya, “Harus diakui bahwa Mayor Jenderal (Marinir) Ahmad Rivai telah berbuat banyak bagi pemekaran Korps Marinir, saya tinggal melanjutkannya. Di bawah kepemimpinannya, batalyon Korps Marinir yang tadinya berjumlah enam dikembangkan menjadi sembilan.”
Sebagai komandan baru Korps Marinir yang sudah dimekarkan tantangan yag dihadapi Safzen Noerdin menjadi tidak terbilang ringan. Terdapat sebanyak 17.000 personel Korps Marinir di bawah kendali kepemimpinannya. Jumlah itu masih akan terus meningkat hingga mencapai 28.000 personel pada tahun 2013. Safzen Noerdin harus menempa seluruh prajurit Korps Marinir agar tetap profesional dan dicintai rakyat. Noerdin sekaligus pula harus memikirkan, ini yang paling hakiki menurut pengakuannya, bagaimana kesejahteraan prajurit.
“Menjaga standar kehidupan dan menempa prajurit yang profesional itu sama pentingnya. Dan, untuk dicintai rakyat, prajurit tidak boleh melakukan tindakan yang merugikan rakyat,” jelas Noerdin. Diingatkannya peningkatan kesejahteraan prajurit akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan dana yang tersedia. “Kalau dananya tidak ada, saya juga tidak berbuat apa-apa.”
Apa yang ada di benak Safzen Noerdin sama benar dengan para pendahulu semua pemimpin Korps Marinir, bahwa pemimpin Korps Marinir memimpin manusia yang dipersenjatai, bukan sebaliknya memimpin senjata yang dilengkapi manusia. “Itu sebabnya, tugas yang diemban oleh setiap Komandan Korps Marinir, termasuk saya tentunya, adalah menempa prajurit Korps Marinir agar menjadi prajurit yang profesional dan dicintai rakyat,” katanya. ht