Polri, Tegakkan Kepala!

[OPINI] – CATATAN KILAS – Surat Terbuka Buat Kapolri | Kisruh antara Kepolisian RI (Polri) versus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mereda setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan lima poin solusi untuk mengatasinya. Kelima poin pidato Presiden di hadapan pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10/2012) malam tersebut lebih menekankan agar Polri berlapang dada ‘mengalah’.
Bahkan pidato Presiden tersebut juga bermakna arahan dan perintah buat Polri, utamanya Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Terutama tiga poin (1,2 dan 3), yakni: Pertama, penanganan hukum dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Djoko Susilo agar ditangani KPK dan tidak pecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung; Kedua, keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Kombes Novel Baswedan, Presiden memandang tidak tepat baik dari segi timing maupun caranya; Ketiga, perselisihan yang menyangkut waktu penugasan penyidik Polri yang bertugas di KPK perlu diatur kembali dan akan dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Bisa dimaklumi jika Kapolri dan jajarannya merasa sangat terpukul atas pidato Presiden selaku pimpinan tertinggi tersebut. Dari raut wajah dan bahasa tubuh Kapolri saat mendampingi Presiden menyampaikan pidato tersebut, terpancar bagaimana suasana kebatinan jajaran Polri. Sebagaimana dikemukakan seorang Inspektur Jenderal Purnawirawan Polri, untuk menggambarkan suasana kebatinan Polri, jika diizinkan akan mengibarkan bendera setengah tiang. Berkabung!
Tapi, sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan, Polri tidak perlu larut dalam suasana batin yang dilemahkan. Mari, tegakkan kepala. Sebab, diyakini Presiden pun tidak berniat untuk melemahkan semangat pengabdian Polri. Hal itu bisa kita lihat dari kalimat penutup pidatonya. Presiden mengatakan: “Polri juga mencatat prestasi di sejumlah bidang misalnya pemberantasan terorisme, kejahatan narkotika dan kejahatan jalanan. Juga prestasi pengamanan dan pengaturan kegiatan nasional mudik Lebaran dan peringatan hari-hari besar yang lain. Semangat, energi dan kinerja seperti ini saya yakini dapat dijadikan modal untuk bersinergi dengan KPK untuk melaksanakan tugas memberantas korupsi.”
Tidak ada kata terlambat. Maka, kepada Kapolri kita sampaikan surat terbuka ini supaya belajar dari pengalaman para penyidik Polri di KPK. Mungkin membenahi integritas moral antikorupsi semua penyidik Polri sekaligus tidak mudah. Tetapi jika dilakukan dengan membentuk tim khusus, semacam Densus 88 Antiteror, dengan menyeleksi penyidik Polri secara ketat yang bisa bergabung dengan Tim Khusus Antikorupsi tersebut, pastilah akan lebih baik hasilnya.
Memang harus diakui bahwa dalam pemberantasan korupsi, jajaran Polri belum menunjukkan integritasnya. Hal ini terlihat oleh publik dari kekurangikhlasan Polri menyerahkan pengusutan dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri, sebelum Presiden memerintahkannya. Di samping itu, masih banyak keluhan tentang cara-cara Polri menangani dugaan korupsi. Masih banyak oknum Polri di berbagai daerah yang ’memeras’ pejabat daerah dengan ancaman mengusut kasus korupsi. Wartawan media ini beberapa kali menerima keluhan seperti itu.
Padahal dari segi sumber daya manusia, Polri jauh lebih hebat dari KPK. Polri memiliki jajaran penyidik yang terdidik dan terlatih. Terbukti bahwa para penyidik Polri yang bertugas di KPK-lah yang membesarkan KPK. Pertanyaan, kenapa para aparat penyidik Polri yang bertugas di KPK bisa menjadi penyidik handal memberantas korupsi, sementara di institusi induknya sendiri tidak bisa handal?
Sebenarnya pertanyaan ini sudah harus dijawab oleh Polri sejak berdirinya KPK. Memang, KPK diperlukan karena Polri dan Kejaksaan belum berfungsi optimal dalam pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, semestinya Polri sudah sejak dini bercermin dan berkemas membenahi jajarannya.
Memang, membenahi integritas moral empat ratusan ribu jajaran Polri untuk teguh dalam pengabdian pemberantasan korupsi, bukanlah hal yang mudah. Tapi bukan berarti hal itu menjadi alasan pembenaran langkah pembenahan menjadi tidak dilakukan.
Tidak ada kata terlambat. Maka, kepada Kapolri kita sampaikan surat terbuka ini supaya belajar dari pengalaman para penyidik Polri di KPK. Mungkin membenahi integritas moral antikorupsi semua penyidik Polri sekaligus tidak mudah. Tetapi jika dilakukan dengan membentuk tim khusus, semacam Densus 88 Antiteror, dengan menyeleksi penyidik Polri secara ketat yang bisa bergabung dengan Tim Khusus Antikorupsi tersebut, pastilah akan lebih baik hasilnya.
Bahkan bila perlu, Polri membentuk Direktorat Khusus Antikorupsi, dengan memberinya kewenangan dan fasilitas-fasilitas khusus, serta dengan personil yang sudah terseleksi dan teruji. Termasuk jaminan independensi penyidik dan jajaran Direktorat Khusus Antikorupsi tersebut. Jangan lagi Tim Khusus Antikorupsi digabung dengan Bareskrim. Dengan demikian, Polri akan dapat menegakkan kepala dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, yang tidak mustahil akan lebih baik dan lebih perkasa dari KPK. Bukankah Polri telah membuktikan kehandalan penyidiknya di KPK? Sebagai pembanding, bukankah Polri telah membuktikan kehandalan Densus 88 dalam pemberantasan teroris yang tidak kalah dengan Gultor 81 Kopassus? Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Sumber: Majalah BERINDO (Berita Indonesia) Edisi 85 | Desember 2012)
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA