Prabowo Paling Setia Visi Jokowi?

Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang

Prabowo Subianto bakal Capres Gerindra yang saat ini menjabat Pembantu Presiden Jokowi selaku Menteri Pertahanan, dinarasikan (persepsikan) oleh beberapa pihak sebagai seorang paling setia kepada visi Presiden Jokowi; bahkan dianggap lebih setia dari Ganjar Pranowo bakal Capres PDIP (juga PPP, Hanura dan PSI), kendati Jokowi-Ganjar sama-sama ‘dibesarkan’ dalam “kandang Banteng’ sebagai ‘Petugas Partai’. Demikian pula, Jokowi dipersepsikan lebih dekat dan lebih mempercayai Prabowo daripada Ganjar.

Ya, namanya persepsi, itu terserah masing-masing pihak dari tempat dan sudut mana memandangnya. Termasuk persepsi publik yang terekam beberapa lembaga survei. Apalagi persepsi itu muncul dari sudut kepentingan subjektif. Persepsi itu antara lain didasarkan penampakan kasat mata dari seringnya Presiden Jokowi (juga kedua putranya Gibran dan Kaesang) bertemu dan bersama-sama dengan Prabowo. Sangat wajar bila hal itu dipersepsikan bahwa Jokowi lebih dekat dan lebih mempercayai Prabowo.

Termasuk oleh para Relawan Jokowi yang kurang mau memahami diksi ‘petugas partai’ dan mendikotomi jabatan Presiden dengan Petugas Partai. Tentu berbeda dengan Relawan Jokowi yang memahami bahwa Jokowi itu adalah kader mumpuni PDIP yang mendapat penugasan sebagai Presiden RI.

Tapi saya mencoba melihat dari perspektif berbeda, yang tentu juga sebagai persepsi. Melihatnya dari jendela pertanyaan. Pertanyaan Pertama: Benarkah Prabowo loyal pada visi Presiden Jokowi? Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo telah membuktikannya. Sejak Prabowo menjabat Menteri Pertahanan dia setia menjalankan Visi Jokowi. Dia bisa menempatkan diri sebagai Pembantu Presiden, yang sering memperlihatkan ketaatan kepada Presiden Jokowi. Harus diakui, itulah salah satu kehebatan Prabowo.

Namun, pertanyaan berikutnya (kedua): Jika Prabowo terpilih menjabat Presiden, apakah dia masih setia kepada Visi Jokowi? Jawaban pastinya belum tentu. Hal itu bisa terindikasi dari perbedaan Visi Jokowi dan Prabowo dalam dua kali kontestasi Pilpres 2014 dan 2019 lalu. Juga dari sisi kepentingan praktis PDIP dan Gerindra.

Tentu, jika Prabowo mencapai ambisinya menjabat Presiden, dia akan menjalankan visinya sendiri. Salah satu contoh konkrit dari sisi ideologi: Ketika Presiden Jokowi membubarkan HTI dan FPI, Prabowo (Gerindra) menolak dan membela HTI dan FPI. Maka, sangat mungkin, jika Prabowo jadi Presiden, HTI dan FPI akan hidup (reinkarnasi) leluasa kembali. Dari sisi prioritas pembangunan: Presiden ‘mengebut’ pembangunan infrastruktur; Gerindra menyebut ‘rakyat makan nasi, tidak makan infrastruktur’.

Pertanyaan berikutnya (ketiga): Apakah Presiden Jokowi sungguh lebih percaya kepada Prabowo daripada Ganjar? Jawaban pasti pertanyaan ini, hanya Jokowi sendiri yang tahu. Namun bagi saya yang beranggapan (persepsi) bahwa Jokowi adalah salah seorang kader mumpuni PDIP, hal itu sangat jauh panggang dari api. Kedekatannya dengan Prabowo adalah bagian dari langkah strategi (catur) yang tengah dimainkan Jokowi.

Lagi pula jangan dinafikan bahwa Jokowi itu adalah wujud nyata Marhaen; sebuah simbol penemuan identitas nasional Indonesia oleh Bung Karno di bawah label Marhaenisme. nilai-nilai perjuangan Bung Karno itulah yang diusung semua kader mumpuni PDIP yang mendapat amanah sebagai Petugas Partai dalam eksposisi kejuangannya sesuai perkembangan zaman.

Dalam pemahaman itu, pertanyaan terakhir: Apakah Jokowi lebih menginginkan (mendukung) Prabowo daripada Ganjar menjadi Presiden 2024-2029? Atau justru sesuai habitatnya lebih menginginkan Ganjar daripada Prabowo. Dalam konteks terakhir ini, sangat mungkin Jokowi tengah memainkan catur menduetkan Ganjar-Prabowo. Kita tunggu realitasnya Oktober 2023 mendatang! Sekaligus untuk membuktikan, apakah memang Jokowi seorang kader mumpuni PDIP atau hanya kader yang militansinya standar saja.