Peluncuran Buku Biografi Hukum Romli Atmasasmita
[BERITA TOKOH] – Buku Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman – Pustaka Tokoh Indonesia menerbitkan buku Biografi Hukum Prof. Dr. H. Romli Atmasasmita, SH, LLM berjudul Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman, yang diluncurkan pada Sabtu, 15 November 2014 di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Jawa Barat.
Buku yang ditulis Ch. Robin Simanullang, wartawan TokohIndonesia.com ini diluncurkan bersamaan dengan acara Purnabakti Guru Besar Emeritus Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM yang genap mengabdikan diri pada civitas akademi Unpad selama 35 tahun.
Acara yang dibuka Dekan Fakultas Hukum (FH) Unpad, Dr. Sigid Suseno, SH, itu dihadiri oleh tamu undangan, pimpinan universitas, guru besar, dan pejabat nasional diantaranya Ketua Mahkamah Agung, Dr. H. Muhammad Hatta Ali, SH., MH., Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, Dr. Yuddy Chrisnandi, Wakil Ketua Komisi Yudisial MK, Dr. H. Abbas Said, SH., MH., Perwakilan Polri, serta Hakim Agung MA, H.M. Zaharuddin Utama, SH.
Dalam kata sambutannya, Dr. Sigid Suseno mengatakan bahwa rekam jejak Prof. Dr. Romli Atmasasmita sangat nyata dalam perkembangan hukum Indonesia. Prof. Dr. Romli Atmasasmita pernah menjadi Pejabat Tinggi pada Kementerian Hukum dan HAM, aktivis antikorupsi dan arsitek pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi sekaligus menjadi Ketua Tim Seleksi Calon Pimpinan KPK jilid I tahun 2003. Pada tingkat internasional, Prof. Dr. Romli Atmasasmita aktif sebagai tim ahli United Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB Melawan Korupsi), dan tim ahli United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).
Hal yang senada juga disampaikan Sekretaris Senat Unpad, Prof. Dr. Hj. Sutyastie Soemitro, SE., MS., yang akrab dipanggil Prof. Tati. Menurutnya, sebagai guru besar bidang Hukum Pidana Internasional satu-satunya di Indonesia, Prof. Dr. Romli Atmasasmita tekun menurunkan ilmunya kepada para mahasiswanya. Bahkan banyak pejabat di lingkungan pemerintahan pernah menjadi mahasiswa bimbingannya.
Di penghujung acara, buku Biografi Hukum Romli Atmasasmita: Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman resmi diluncurkan. Buku terbitan Pustaka Tokoh Indonesia itu dibedah oleh para sahabat dan pakar hukum yakni Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan VII era Presiden Soeharto, Prof. Dr. Muladi, advokat senior Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution, hakim agung MA, Prof. Dr. Komariah E Sapardjaja, dan advokat Dr. Frans Hendra Winarta, SH, MH.
Bedah buku pertama dibuka oleh Prof. Dr. Muladi yang mengatakan bahwa Prof. Dr. Romli Atmasasmita sosok profesional dan bertanggung jawab. Keahliannya yang mumpuni membuat Prof. Dr. Muladi mengajak Prof. Dr. Romli Atmasasmita menjadi Dirjen Kumdang dan sebagainya dalam perjalanan kariernya. Prof. Muladi juga mengatakan bahwa ia dan Prof. Dr. Romli Atmasasmita merupakan teman lama yang sudah tahu kelebihan dan kekurangan satu sama lain.
Sedangkan Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution mengatakan sangat bersyukur bisa mengenal Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Saat Prof. Dr. Romli Atmasasmita menjadi Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, Adnan Buyung Nasution selalu diajak dalam setiap penyusunan RUU termasuk RUU yang paling penting, RUU Anti Korupsi. “Tanpa peran Romli, UU Anti Korupsi tidak bisa ada. UU HAM juga begitu. Harus diakui, Prof. Romli tidak ada duanya, siapapun menterinya. Depkeh di bawah menteri siapapun, selama Romli menjadi Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, luar biasa,” kata Adnan Buyung Nasution menegaskan.
Sementara Prof. Dr. Komariah Emong Sapardjaja menunjukkan rasa salutnya dengan mengatakan bahwa Prof. Romli merupakan sosok yang sangat konsisten dalam melakukan kajian-kajian dalam bidang hukum yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi dan pemberantasannya. “Saya salut keuletannya, kerajinannya membaca dan sebagainya. Maka kalau beliau sekarang punya rumah, punya mobil, saya yakin itu tidak karena korupsi. Tetapi karena kerja kerasnya,” kata Prof. Dr. Komariah Emong Sapardjaja penuh senyum.
Advokat Dr. Frans Hendra Winarta, yang kelihatan tidak sabar ingin mengutarakan pendapatnya akhirnya mendapat giliran terakhir. Sebagai salah satu mantan pengacara Prof. Dr. Romli Atmasasmita dalam kasus Sisminbakum, Dr. Frans Hendra Winarta turut menyaksikan dan merasakan pengalaman pahit yang dialami Prof. Dr. Romli Atmasasmita. “Banyak orang yang pernah menggunakan jasa beliau dan mengelu-elukan beliau, malah menjauh dan berpaling muka,” kata doktor lulusan Unpad itu menyayangkan.
Beberapa tamu undangan kemudian diberi kesempatan untuk memberikan pendapat salah satunya advokat Dr. Juniver Girsang, SH, MH yang juga pernah menjadi salah pengacara Prof. Dr. Romli Atmasasmita dalam kasus Sisminbakum. Dr. Juniver Girsang mengatakan bahwa buku Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman berbicara tentang kriminalisasi dan pembunuhan karakter yang dialami oleh Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Bagaimana hukum dipelintir sedemikian rupa demi kepentingan penguasa dan dendam pribadi. Pada bagian akhir pendapatnya, Dr. Juniver Girsang berharap Prof. Dr. Romli Atmasasmita terus sehat karena tenaga dan pemikirannya sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan penyerahan buku secara simbolis dari penulis, Drs. Ch. Robin Simanullang kepada Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Lalu dari Prof. Dr. Romli Atmasasmita kepada para tamu undangan dan sahabat yang hadir.
Pidato Purnabakti
Dalam rangka memasuki masa purnabakti setelah 35 tahun mengabdi di Unpad, Prof. Dr. Romli Atmasasmita menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Karakter dan Arah Politik Hukum dalam Pengembangan Nasional”. Guru Besar Hukum Pidana Internasional Unpad itu menyatakan bahwa pemberantasan korupsi selama lima tahun terakhir gagal mengembalikan kerugian negara secara signifikan. Pendekatan hukum represif (efek jera) yang digunakan selama ini malah membuat negara rugi.
Prof. Romli Atmasasmita membeberkan sejumlah data kerugian negara akibat korupsi yang berhasil diselamatkan oleh tiga institusi hukum selama lima tahun terakhir (2009•2014), yakni Kepolisian sebesar 2,017 triliun rupiah, Kejaksaan Agung RI 6,205 triliun rupiah, dan KPK sebesar 716 miliar rupiah. Totalnya 8,939 triliun rupiah. “Namun, biaya yang telah dikeluarkan negara dalam kurun waktu yang sama telah menggerus APBN,” ujar pria ramah yang kini menjadi Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) itu.
Kalau dihitung-hitung, Prof. Romli Atmasasmita menyebutkan, APBN menganggarkan 200 juta rupiah untuk satu perkara korupsi. Rata-rata terdapat 1.000 perkara tindak pidana korupsi dalam satu tahun. Maka dalam waktu lima tahun, total APBN yang digunakan sebesar 1 triliun rupiah. Sementara ada tiga institusi (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) di negeri ini sehingga dana yang dipakai totalnya bisa mencapai 3 triliun rupiah. Anggaran itu pun belum termasuk biaya-biaya yang terkait dengan lembaga pemasyarakatan seperti makan minum narapidana, biaya renovasi lapas, dan sebagainya, yang nilainya bisa puluhan triliun.
“Berarti kurang lebih 99,5 persen kerugian keuangan negara yang tidak dapat dikembalikan kepada negara,” ujar Ketua Tim Seleksi Calon Pimpinan KPK tahun 2003 itu menarik kesimpulan bahwa kinerja dan hasil pemberantasan korupsi selama lima tahun terakhir hanya mencapai 1,5 persen dibandingkan dengan total kerugian negara yang belum dikembalikan.
Oleh sebab itu, Prof. Dr. Romli Atmasasmita mengusulkan agar ada kerjasama antara pakar hukum dan pakar ekonomi (analisis ekonomi mikro) untuk melahirkan kebijakan hukum yang responsif dan restoratif (2R). Sehingga kerugian keuangan negara akibat korupsi bisa diminimalkan.
Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman
Sesuai dengan istilah yang disematkan, Biografi Hukum, buku Jalan Keadilan di Tengah Kezaliman ini menitikberatkan pada kisah hidup Prof. Dr. H. Romli Atmasasmita, SH, LLM sebagai Pembelajar Hukum Pidana baik sebagai pemikir, praktisi maupun sebagai korban kriminalisasi hukum oleh penguasa.
Buku setebal 446 halaman ini merupakan versi final yang ‘dipadatkan’ setelah melalui beberapa kali bongkar pasang. Terdiri dari 10 Bab dengan beberapa subjudul pada setiap bagian bab. Di akhir setiap bab dilampirkan halaman-halaman foto. Pada Bagian Satu ‘Sang Pembelajar Hukum Pidana’ mengangkat perjalanan Prof. Dr. Romli Atmasasmita dalam menimba ilmu hingga meraih gelar master, doktor dan Guru Besar Hukum Pidana. Bagian Dua dan Bagian Tiga menceritakan pengalaman Prof. Dr. Romli Atmasasmita memasuki dunia birokrasi sebagai Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional. Di tengah belantara birokrasi, Prof. Romli berhasil melahirkan masterpiece hukum yang sudah dicatat dalam sejarah hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Prof. Dr. Romli Atmasasmita merupakan sosok di balik lahirnya UU Kebebasan Berpendapat, UU Kepailitan, UU Anti Terorisme Khas Indonesia, dan pelopor UU Anti Korupsi. Salah satu karya besarnya adalah sebagai arsitek pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus menjadi Ketua Pansel KPK Jilid I.
Pada Bagian Empat menceritakan perjalanan Prof. Dr. Romli Atmasasmita dalam merintis Sistem Online Pelayanan Publik bernama Sisminbakum (Sistem Administrasi Badan Hukum). Bagian Lima mengulas tentang perannya sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional. Bagian Enam menceritakan tentang kiprahnya setelah keluar dari dunia birokrasi. Dia lantang menyuarakan kritik dan masukan terhadap pemerintah lewat Forum 2004, Mahupiki dan terakhir, Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP).
Pada Bagian Tujuh, Bagian Delapan, dan Bagian Sembilan menceritakan pengalaman Prof. Dr. Romli Atmasasmita menjadi target pembungkaman dan pembunuhan karakter, menjelang dan sampai pemilu presiden berakhir Juli 2009, oleh konspirasi dendam pribadi, mafia hukum dan kemunafikan kekuasaan. Dalam perjalanannya mencari keadilan di tengah kezaliman, Prof. Romli Atmasasmita didakwa dan divonis sebagai seorang koruptor, mulai dari proses penyidikan di Kejaksaan Agung, hingga vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga akhirnya secercah cahaya keadilan menerangi perjalanannya. Pengadilan kasasi di Mahkamah Agung membebaskannya dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) dan memulihkan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya.
Pada bagian terakhir, Bagian Sepuluh, memuat cerita dan pernyataan 24 orang sahabat dan rekan Prof. Dr. Romli Atmasasmita diantaranya Prof. Dr. Muladi, SH, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Drs. H. Taufiequrachman Ruki, SH, Prof, Dr. Adnan Buyung Nasution, Jend. TNI (Purn) Dr. HAM. Hendropriyono, dan sebagainya.
Buku ini layak dibaca oleh semua kalangan karena kaya dengan pengetahuan sejarah dan hukum. Kalangan pendidik dan mahasiswa fakultas hukum sudah sepantasnya menjadikan buku ini sebagai buku wajib untuk dibaca dan mengisi perpustakaan pribadi di rumah dan kantor. Satu hal yang perlu dicatat, buku ini terbilang tebal dengan penempatan teks dalam format dua kolom sehingga perlu usaha ekstra untuk membacanya. Namun usaha yang dikeluarkan terbayarkan dengan manfaat dan wawasan yang diperoleh. Dijamin!
DATA BUKU
![]() |
|