Prof. Suherli: Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Antarbangsa

Pada Kuliah Umum Nasional di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd., seorang akademisi dan pakar pendidikan bahasa, menekankan pentingnya melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa antarbangsa. Dalam pemaparannya, Prof. Suherli menyoroti pencapaian monumental pada November 2023, ketika bahasa Indonesia resmi digunakan dalam sidang umum UNESCO. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tidak hanya berperan sebagai bahasa lokal dan alat pemersatu bangsa, tetapi juga siap bersaing di kancah global.
Penulis: Mangatur L. Paniroy
Unduh: File PDF Presentasi Prof. Suherli
Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd., seorang akademisi dan peneliti di Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, tampil sebagai pembicara dalam Kuliah Umum Nasional yang diadakan di Pondok Pesantren Al-Zaytun pada Minggu, 25 Agustus 2024. Acara ini diadakan dalam rangka memperingati 25 tahun berdirinya pondok pesantren Al-Zaytun, dengan tema besar “Gagasan 1.000 Tahun Indonesia Raya ke Depan dengan Semangat Remontada from Within.” Lebih dari 4.500 peserta hadir dalam acara tersebut, yang terdiri dari santri, pengajar, wali santri, eksponen Al-Zaytun, serta berbagai tamu undangan dari berbagai latar belakang.
Daftar Artikel Terkait Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25
- Dr. Haryadi Baskoro: Pemimpin Visioner Harus Punya Pujangga
- Prof. Suherli: Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Antarbangsa
- Kivlan Zen: Al-Zaytun, Integrasi Ilmu dan Amal untuk Indonesia Raya
- Prof. Agus Pakpahan: Membangun Pangan dan Pertanian dengan Berguru pada Alam
- Pesan Bupati Nina Agustina di Ulang Tahun ke-25 Al-Zaytun
- Muhamad Wahyuni Nafis: Al-Zaytun, Pohon Pemikiran Besar yang Berbuah Tindakan Nyata
- Dr. Berly Martawardaya: Menjaga Bumi, Membangun Bangsa
- Dr. Sudirman Abbas: Al-Zaytun untuk Indonesia Seribu Tahun
- Dr. Budhy Munawar Rachman: Al-Zaytun Pesantren Terbesar dan Terbaik di Indonesia
- Dahlan Iskan: Luar Biasa! Panji Gumilang dan Gagasan Besar Indonesia 1000 Tahun
- Ch. Robin Simanullang: Saya Menikmati Islam Rahmatan Lil Alamin di Al-Zaytun
- Dr. Bagus Priyo Purwanto: Sinergi Kearifan Lokal dan Pertanian Berkelanjutan
- Prof. Yudi Latif: Merancang Indonesia Seribu Tahun
- Prof. Ikrar Nusa Bhakti: Tirani Mayoritas dan Masa Depan Demokrasi Indonesia
- Susno Duadji: “Apakah Penegakan Hukum di Indonesia Sudah Adil?”
- Susno Duadji: “Hari Ini Aku Resmi Jadi Warga Al-Zaytun”
- Prof. Djagal Wiseso Marseno: Strategi Indonesia Bertahan 1000 Tahun
- Laporan Kegiatan Perayaan Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25
- Dua Kapal Raksasa Al-Zaytun Berlayar
- “Green” Pesantren di Pelosok Indramayu
- Apa Kata Dahlan Iskan, Susno Duadji, dan Kivlan Zen
- 1000 Tahun Indonesia Raya: Mimpi Besar Al-Zaytun di Usia Perak
- Seperempat Abad Al-Zaytun: Remontada From Within
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Suherli menyampaikan materi kuliah umum selama 45 menit yang diberi judul “Mempertahankan dan Mengembangkan Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Antarbangsa.” Sebagai seorang pakar dalam bidang Pendidikan Bahasa Indonesia, Prof. Suherli memiliki pandangan yang mendalam tentang pentingnya bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan identitas bangsa. Ia juga menyoroti bagaimana bahasa ini harus terus dikembangkan agar mampu bersaing di kancah internasional sebagai bahasa antarbangsa.
Pembukaan Kuliah Umum: Memahami Konteks Sejarah Bahasa Indonesia
Prof. Suherli membuka ceramahnya dengan sapaan hangat dan penghormatan kepada tamu-tamu yang hadir. “Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, saya mendapat kesempatan untuk berdiri di hadapan Bapak dan Ibu yang luar biasa,” ujar Prof. Suherli dengan penuh semangat. Ia kemudian melanjutkan dengan memberi penghormatan kepada tokoh-tokoh penting yang hadir dalam acara tersebut, termasuk Pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun, Prof. Dr. Syaykh Panji Gumilang, serta beberapa rekan akademisi seperti Prof. Agus Pakpahan dan Prof. Amich Alhumami. Ia merasa sangat terhormat bisa berbicara di hadapan audiens yang begitu besar dan beragam untuk membahas topik penting tentang bahasa Indonesia.
Prof. Suherli memulai pemaparannya dengan mengingatkan kembali bagaimana bahasa Indonesia pertama kali berkembang di Nusantara. “Bahasa Indonesia yang sekarang sudah kita gunakan untuk berkomunikasi sesungguhnya dimulai dari bahasa yang digunakan di perdagangan atau lingua franca,” jelasnya. Bahasa Melayu, khususnya dialek Riau, telah lama digunakan sebagai bahasa perantara dalam perdagangan antar pulau di Nusantara. Hal ini membuat bahasa tersebut dengan cepat diadopsi oleh berbagai suku dan bangsa di wilayah kepulauan yang luas, termasuk di wilayah yang sekarang disebut Indonesia.
Ia kemudian menjelaskan peran penting bahasa dalam pengembangan ekonomi. “Ketika VOC datang ke Indonesia, mereka menghadapi tantangan besar dalam berkomunikasi dengan penduduk setempat,” kata Prof. Suherli. Hal ini mendorong mereka untuk mengadopsi bahasa Melayu sebagai alat komunikasi dalam aktivitas perdagangan. “VOC memandang alat yang digunakan untuk berkomunikasi, alat yang digunakan untuk berdagang, adalah bahasa. Maka dari itu, mereka mengembangkan Ejaan Van Ophuijsen,” jelasnya lebih lanjut. Ini adalah ejaan yang digunakan VOC sebagai standar untuk membaca dan menulis bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dasar bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda 1928: Momen Penting dalam Sejarah Bahasa Indonesia
Menginjak ke tahun 1920-an, Prof. Suherli menekankan pentingnya Sumpah Pemuda 1928 sebagai titik balik dalam perkembangan bahasa Indonesia. Saat itu, para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dan mengikrarkan sumpah untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. “Pada saat itu para pemuda memandang bahasa sebagai kata kuncinya,” ujar Prof. Suherli. Sumpah Pemuda bukan hanya menjadi simbol perjuangan politik dan kemerdekaan, tetapi juga menjadi dasar bagi penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Dalam pidatonya, Prof. Suherli menjelaskan bahwa para pemuda pada waktu itu harus membuat keputusan penting tentang bahasa apa yang akan digunakan sebagai bahasa persatuan. “Bersepakatlah mereka untuk menggunakan bahasa Melayu,” ungkapnya. Bahasa Melayu dipilih karena sudah umum digunakan sebagai bahasa perdagangan dan komunikasi antar suku di Nusantara. Hal ini juga membuat penerimaan bahasa tersebut oleh berbagai suku di Indonesia lebih mudah. Alhamdulillah, kawan-kawan dari Jawa, Sunda, Batak, dan suku-suku lainnya legowo menerima bahasa Melayu sebagai dasar pengembangan bahasa Indonesia,” kata Prof. Suherli dengan penuh kebanggaan.
Perkembangan Pasca Kemerdekaan: Upaya Membentuk Bahasa yang Mandiri
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, bahasa Indonesia semakin mantap sebagai bahasa nasional. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan dalam bahasa Indonesia, dan Undang-Undang Dasar 1945 secara resmi menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. “Proklamasi kemerdekaan diucapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia, dan kemudian di dalam undang-undang dasar, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan,” jelas Prof. Suherli.
Namun, perjuangan untuk mengembangkan bahasa Indonesia tidak berhenti di situ. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia melakukan beberapa langkah penting untuk memperkuat bahasa Indonesia, salah satunya dengan menetapkan Ejaan Republik pada tahun 1947. Ejaan ini menggantikan Ejaan Van Ophuijsen, yang masih memiliki banyak pengaruh dari bahasa Belanda. “Tidak lama setelah merdeka, pada tahun 1947, pemerintah menetapkan Ejaan Suwandi, yang menggantikan Ejaan Van Ophuijsen,” ungkap Prof. Suherli.
Pada tahun 1972, pemerintah kembali memperbarui sistem ejaan dengan mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Pada tanggal 31 Agustus 1972, melalui Keputusan Presiden Nomor 57, diresmikan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan,” kata Prof. Suherli. Pembaruan ini membuat bahasa Indonesia semakin sistematis dan mudah dipelajari, terutama oleh generasi muda dan orang-orang yang baru mengenal bahasa Indonesia.

Tantangan di Era Modern: Globalisasi dan Media Sosial
Seiring dengan perkembangan teknologi dan globalisasi, bahasa Indonesia menghadapi tantangan baru, terutama dengan semakin maraknya penggunaan bahasa asing dan munculnya media sosial. Prof. Suherli menyoroti bagaimana krisis bahasa mulai terjadi pada tahun 1998, saat penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, meningkat drastis di Indonesia. “Banyak pengguna bahasa sudah senang menggunakan bahasa-bahasa asing. Sudah banyak bergeser kepada pemanfaatan bahasa Inggris. Kalau tidak menggunakan bahasa Inggris rasanya tidak ilmiah,” ujarnya.
Fenomena ini semakin menguat pada awal tahun 2000-an, ketika media sosial seperti WhatsApp, YouTube, Instagram, dan Facebook mulai mendominasi cara orang berkomunikasi. “Munculnya media sosial membawa tantangan besar dalam mengembangkan dan mempertahankan bahasa Indonesia,” kata Prof. Suherli. Bahasa informal dan campuran dari bahasa asing yang sering digunakan di platform media sosial sering kali membuat keaslian bahasa Indonesia terancam.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia merespons dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pidato resmi pejabat negara, komunikasi di pemerintahan, dan dunia pendidikan. “Undang-undang ini sangat penting karena melindungi dan mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia di tengah perubahan zaman,” jelas Prof. Suherli.
Selain itu, Prof. Suherli juga menyebutkan bahwa pada tahun 2010, lahir Peraturan Presiden yang mengatur tentang penggunaan bahasa Indonesia di pidato resmi kepala negara. Hal ini menjadi tonggak penting dalam upaya mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam pemerintahan dan dunia internasional.
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional: Pencapaian dan Tantangan
Salah satu pencapaian terbesar dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum di UNESCO pada 20 November 2023. Prof. Suherli menekankan pentingnya pencapaian ini bagi posisi bahasa Indonesia di kancah internasional. “Ini adalah kebanggaan yang luar biasa. Bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa antarbangsa yang ditetapkan sebagai bahasa resmi UNESCO,” ujarnya dengan penuh antusias.
Menurut Prof. Suherli, penetapan ini bukanlah hasil yang instan, melainkan buah dari perjuangan panjang. “Kami berjuang untuk menghasilkan undang-undang ini. Saat itu inginnya namanya undang-undang bahasa, tetapi selalu ditolak oleh kawan-kawan di DPR,” kata Prof. Suherli. Namun, akhirnya perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014, yang mengatur tentang pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa Indonesia.
Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO merupakan langkah penting dalam mewujudkan visi jangka panjang untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. “Pemerintah memiliki kewajiban untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009,” tegas Prof. Suherli.
Sebagai bahasa pengantar di UNESCO, Prof. Suherli menegaskan pentingnya bahasa Indonesia dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. “Karena bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di UNESCO dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, maka bahasa Indonesia dalam bidang pendidikan digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan,” ujar Prof. Suherli. Meskipun begitu, kelas 1 hingga kelas 3 SD atau MI masih diperbolehkan menggunakan bahasa daerah atau bahasa lain. Ini adalah upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.
Prof. Suherli juga mengkritisi fenomena pengajaran bahasa asing, terutama bahasa Inggris, yang mulai diperkenalkan sejak taman kanak-kanak. “Di TK saja anak-anak belajar bahasa Inggris. Di SD belajar bahasa Inggris. Orang tuanya bangga sekali ketika anaknya pintar berbahasa Inggris,” katanya. Meskipun mempelajari bahasa asing itu baik, Prof. Suherli mengingatkan, “Bagus, tetapi jangan lupa bahasa Indonesia. Bagus, tetapi jangan lupa pengantarnya menggunakan bahasa Indonesia.”
Pernyataan tersebut merujuk pada semangat Sumpah Pemuda 1928 yang mengukuhkan persatuan bangsa melalui satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia, menurut Prof. Suherli, bukan hanya alat komunikasi, tetapi simbol karakter bangsa. Oleh karena itu, ragam bahasa baku harus digunakan agar komunikasi lebih jelas dan konsisten. “Yang kedua, menggunakan ragam baku agar membantu memperjelas makna kata dan konsisten dalam berkomunikasi,” ujarnya.
Di dunia pendidikan, bahasa Indonesia harus memenuhi beberapa syarat penting. Pertama, bahasa harus lugas, jelas, dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Harus lugas, cermat, menghindari kesamaran atau ketaksaan,” jelasnya. Selain itu, penggunaan bahasa yang objektif sangat penting untuk menjaga integritas keilmuan. Bahasa yang penuh opini atau emosi, menurut Prof. Suherli, bisa mengganggu keilmiahan suatu penelitian.
Selain ketelitian dalam berbahasa, penggunaan teknologi juga harus diperhatikan. “Bahasa Indonesia harus benar. Kalau bahasa Indonesia di dalam bahasa ilmu pengetahuan masih menggunakan bahasa, maaf, dialek Betawi misalnya. Itu mesin tidak bisa menerjemahkan,” ungkapnya. Dialek atau kata-kata tidak baku dapat menyebabkan kecerdasan buatan (AI) kesulitan dalam menerjemahkan bahasa dengan akurat. Ini menjadi tantangan bagi bahasa Indonesia dalam era teknologi.
Lebih lanjut, Prof. Suherli menjelaskan pentingnya bahasa Indonesia dalam menjaga keberagaman budaya bangsa. Bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu dalam keragaman etnis, agama, dan budaya yang ada di Indonesia. “Bahasa Indonesia menjadi perekat keragaman agama, etnis, suku, budaya. Bahasa Indonesia menjaga nilai-nilai budaya warisan leluhur,” katanya. Bahasa menjadi sarana untuk mewariskan budaya kepada generasi berikutnya, sekaligus sebagai jembatan untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional.
Fakta menarik yang diungkap oleh Prof. Suherli adalah meningkatnya ketertarikan negara lain terhadap bahasa dan budaya Indonesia. “Sudah ada 52 negara di dunia yang membuka prodip pendidikan bahasa Indonesia,” ungkapnya dengan bangga. Prof. Suherli mencontohkan Uzbekistan, di mana bahasa Indonesia dipelajari karena daya tarik budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia tidak hanya penting di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional.
Pemerintah pun terus mendukung perkembangan bahasa Indonesia, salah satunya melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Digital. “Bapak dan Ibu dapat menambah kosa kata baru,” katanya. Masyarakat kini dapat mengusulkan kosa kata baru, yang jika banyak digunakan, akan diakui sebagai bagian resmi dari bahasa Indonesia. Pemerintah berperan aktif dalam pembinaan dan pengembangan bahasa melalui berbagai program yang berbasis digital.
Prof. Suherli juga menekankan pentingnya menjaga kebakuan bahasa Indonesia dalam komunikasi lintas bangsa. Prof. Suherli berkata, “Kata kuncinya gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.” Dengan begitu, bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi sehari-hari, tetapi juga instrumen penting dalam ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan. Ini adalah langkah yang harus diambil demi keberlanjutan dan keutuhan jati diri bangsa di era globalisasi.
Keunggulan Bahasa Indonesia: Keteraturan dan Kesederhanaan
Dalam ceramahnya, Prof. Suherli juga menguraikan beberapa keunggulan bahasa Indonesia yang membuatnya layak menjadi bahasa internasional. Salah satu keunggulan utama adalah keteraturan fonetik bahasa Indonesia. “Orang Indonesia kalau hurufnya I ya dibaca I. Kalau A ya dibaca A. Kalau orang, bahasa lain, I dibaca Ai. A dibaca E,” jelasnya. Keteraturan ini membuat bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari oleh penutur asing karena tidak ada banyak pengecualian dalam pelafalan huruf.
Keunggulan lain yang disebutkan oleh Prof. Suherli adalah kesederhanaan struktur bahasa. Bahasa Indonesia tidak mengenal konjugasi atau perubahan bentuk kata kerja berdasarkan waktu atau subjek, seperti yang terjadi dalam bahasa Inggris, Prancis, atau Arab. “Bahasa Indonesia tidak mengenal grafika gender. Kalau di dalam bahasa Arab atau Prancis, penggunaan kata kerja wanita berubah, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak,” jelasnya. Hal ini membuat bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari dan digunakan, bahkan oleh penutur asing yang baru pertama kali belajar bahasa ini.
Selain itu, bahasa Indonesia juga memiliki ciri khas kesantunan berbahasa. Dalam bahasa Indonesia, terdapat aturan penggunaan kata sapaan yang berbeda berdasarkan usia dan status sosial. “Bahasa Indonesia memiliki kesantunan yang sangat tinggi. Kita tidak menggunakan kata ‘kamu’ kepada orang yang lebih tua atau dihormati. Kita menggunakan ‘Bapak,’ ‘Ibu,’ atau ‘Anda’,” ujar Prof. Suherli. Kesantunan ini mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang menghargai hubungan sosial dan budaya.

Regulasi dan Pengawasan dalam Mempertahankan Bahasa
Dalam kuliah umumnya, Prof. Suherli menekankan pentingnya regulasi yang kuat untuk menjaga dan mengembangkan bahasa Indonesia. Salah satu regulasi penting yang ia sebutkan adalah Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai aspek, termasuk nama bangunan, merek dagang, dan komunikasi resmi. “Ironis rasanya ketika banyak perumahan di Indonesia menggunakan nama-nama asing, padahal pembelinya adalah orang Indonesia. Ini bertentangan dengan aturan yang ada,” ujar Prof. Suherli dengan nada prihatin.
Ia juga menekankan bahwa bahasa Indonesia adalah milik rakyat Indonesia, bukan hanya milik pemerintah. “Kalau milik rakyat Indonesia maka kitanya harus menjaga dan mempertahankan,” kata Prof. Suherli. Bagaimana caranya? Salah satu cara utama adalah dengan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan mengenai penggunaan bahasa Indonesia, baik dalam situasi formal maupun informal.
Sebagai contoh, penggunaan bahasa Indonesia diwajibkan dalam dokumen resmi kenegaraan. Hal ini diatur dengan jelas dalam pasal-pasal mulai dari Pasal 4 hingga Pasal 40 (Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019), yang menjelaskan bagaimana dan kapan bahasa Indonesia harus digunakan, termasuk dalam forum-forum nasional dan internasional yang diadakan di Indonesia. “Mana yang saya belum patuh kepada aturan ini?” tanya Prof. Suherli. Karena, seperti yang dijelaskan, Pasal 23 dan Pasal 27 menegaskan bahwa bahasa Indonesia harus digunakan sebagai bahasa pengantar dalam forum nasional maupun internasional yang diselenggarakan di dalam negeri.
Namun, ironisnya, masih ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang menyelenggarakan seminar internasional dengan menggunakan bahasa Inggris, meskipun aturannya sudah sangat jelas. “Forum nasional, forum internasional di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia,” kata Prof. Suherli. Bila ada peserta asing, solusinya sederhana: siapkan penerjemah. Dengan demikian, para peserta asinglah yang menyesuaikan diri, bukan orang Indonesia yang harus tunduk pada bahasa asing. Ini adalah cerminan jati diri bangsa yang seharusnya dipertahankan.
Pasal 28 secara tegas menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi, baik di lingkungan pemerintahan maupun swasta, termasuk dalam bentuk lisan dan tulisan. Komunikasi antara atasan dan bawahan di pemerintahan, misalnya, harus menggunakan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, Pasal 30 mengatur bahwa semua laporan resmi juga harus disusun dalam bahasa Indonesia, dan Pasal 31 menyebutkan bahwa penulisan karya ilmiah pun wajib menggunakan bahasa Indonesia. Nama-nama geografis seperti wilayah, provinsi, kabupaten, dan kota, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32, juga harus menggunakan bahasa Indonesia.
Namun, di lapangan, masih ada fenomena yang bertentangan dengan aturan ini. “Maaf, banyak sekali perumahan-perumahan yang menggunakan bahasa asing tetapi pembelinya orang Indonesia. Ironis. Harusnya menggunakan bahasa Indonesia,” tegas Prof. Suherli. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33, yang menyatakan bahwa nama bangunan, gedung, apartemen, dan perumahan harus menggunakan bahasa Indonesia. Aturannya sendiri tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 63 Tahun 2019.
Nama jalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 34, juga wajib menggunakan bahasa Indonesia, begitu pula dengan merek dagang dan nama lembaga usaha seperti diatur dalam Pasal 35. Sayangnya, masih ada lembaga pendidikan dengan nama asing, seperti Telkom University, yang seharusnya menggunakan nama “Universitas Telkom” sesuai dengan Pasal 37. “Kenapa sekarang menjadi, maaf, Telkom University? Kenapa tidak Universitas Telkom? Ini kan bertentangan dengan pasal 37,” ujar Prof. Suherli.
Selanjutnya, Pasal 42 berbicara tentang pengawasan terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Meskipun aturan ini bukan undang-undang pidana sehingga tidak ada sanksi hukum yang tegas, konsekuensinya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari. Ketika bahasa tidak digunakan sesuai aturan, komunikasi bisa gagal. Seperti yang dikatakan Prof. Suherli, “Kalau mau menggunakan bahasa yang sesuai aturan, maka akan sukses. Kalau tidak, jangan harap kalau kemudian tidak berhasil komunikasinya.”
Tidak hanya itu, undang-undang juga dengan jelas menyebutkan bahwa warga negara asing yang bekerja di Indonesia wajib menguasai bahasa Indonesia. “Seluruh pegawai warga negara asing yang masuk ke Indonesia, bekerja di Indonesia, wajib menguasai bahasa Indonesia,” jelasnya. Ini bukan suatu pilihan, melainkan kewajiban yang harus ditegakkan, dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai mekanisme.
Salah satu bentuk pengawasan yang konkret adalah dalam pemberian izin mendirikan bangunan (IMB). Nama perusahaan atau proyek perumahan yang menggunakan bahasa asing seharusnya tidak diloloskan. “Nama PT-nya apa? Nama PT-nya bahasa asing. Jangan diloloskan,” tegasnya. Ini adalah salah satu cara menjaga jati diri bangsa. Jika tidak tegas dalam menjaga penggunaan bahasa Indonesia, siapa lagi yang akan melakukannya?
Menariknya, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang asing. Mereka tertarik mempelajari bahasa Indonesia karena dinilai mudah dan konsisten. Mereka datang ke Indonesia untuk menikmati kuliner dan budaya lokal. “Mereka senang sekali, maka makanan, nama-nama makanan, tempat-tempat budaya dan sebagainya, menggunakan bahasa Indonesia,” ujarnya. Sayangnya, orang Indonesia sering terbawa arus menggunakan istilah asing. “Ice Lemon,” misalnya, lebih populer dibandingkan “es jeruk”, padahal hanya dengan menggunakan istilah asing, harga bisa melonjak jauh. “Kalau es jeruk harganya Rp5.000, tapi ketika namanya jadi ice lemon harganya jadi Rp30.000,” ungkapnya dengan penuh keprihatinan.
Masa Depan Bahasa Indonesia: Optimisme dan Harapan
Menutup ceramahnya, Prof. Suherli mengungkapkan keyakinannya bahwa bahasa Indonesia akan terus bertahan dan berkembang di masa depan, bahkan hingga seribu tahun ke depan. “Selama bangsa Indonesia ada, saya yakin bahasa Indonesia akan tetap bertahan hingga seribu tahun,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Sebagai penutup, Prof. Suherli mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mempertahankan dan mengembangkan bahasa Indonesia. Ia juga mendorong agar generasi muda terus memperkaya kosakata bahasa Indonesia, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. “Bahasa Indonesia adalah simbol identitas dan persatuan bangsa. Kita harus menjaga dan mengembangkannya agar dapat terus menjadi alat komunikasi antarbangsa dan simbol kebanggaan nasional,” pungkasnya.
Dengan segala pencapaiannya, Prof. Suherli optimis bahwa bahasa Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang, menjadi bahasa yang digunakan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia internasional, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. (atur/TokohIndonesia.com)
Tim Reportase TokohIndonesia.com: Mangatur L. Paniroy (Koordinator), Yenita Tangdialla, Rigson Herianto, Rukmana, Wiratno***
Profil Singkat Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd.
Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd. adalah seorang akademisi dan peneliti di Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon. Prof. Suherli memiliki spesialisasi dalam bidang Pendidikan Bahasa Indonesia, dan banyak berkontribusi dalam pengembangan kurikulum serta penelitian di lingkup pendidikan bahasa dan sastra. Sebagai seorang dosen dan peneliti senior, Prof. Suherli aktif mempublikasikan berbagai artikel ilmiah yang berfokus pada metodologi pembelajaran bahasa, serta menjadi bagian dari tim revisi Kurikulum 2013 yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prof. Suherli memiliki sejumlah publikasi yang terbit di jurnal ilmiah bereputasi, baik nasional maupun internasional. Indeks publikasinya pada platform seperti Scopus dan Google Scholar mencerminkan pengaruhnya yang signifikan, dengan H-Index yang menandakan kontribusi akademisnya di bidang linguistik dan sastra. Prof. Suherli juga terdaftar dalam AD Scientific Index sebagai salah satu ilmuwan berperingkat global dalam bidang ilmu sosial, khususnya di Indonesia.
Selain di bidang akademis, Prof. Suherli juga berperan aktif dalam berbagai proyek pengembangan institusi, seperti pembangunan infrastruktur kampus dan penerapan sistem layanan pendidikan berbasis teknologi di UGJ. Inisiatif ini bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran di universitas tersebut.
Video Tiktok (VT) @tokoh.id
Berikut daftar Video Tiktok (VT) di akun @tokoh.id seputar Perayaan Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25:
- Pancasila 1.000 Tahun ke Depan - Prof. Yudi Latif
- Karakter adalah Kunci - Prof. Yudi Latif
- Dua Modal Penting Untuk Maju - Prof. Yudi Latif
- Indonesia Bangsa Pelopor - Prof. Yudi Latif
- Saya Menikmati Islam Rahmatan Lil Alamin di Al-Zaytun - Drs. Ch. Robin Simanullang, Wartawan Senior Majalah Tokoh Indonesia
- Masjid Rahmatan Lil Alamin (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Centenarian di Al-Zaytun (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Al-Zaytun Teladan Terbaik Soal Toleransi (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Al-Zaytun Perintis Pesantren Toleransi (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Prof. Yudi Latif, Ph.D: Menanam Pohon Jati Emas di Tepi Jalan Remontada, Ma'had Al-Zaytun
- Panji Gumilang: Kapan Kita Punya Hadiah Nobel?
- Panji Gumilang: Indonesia itu Tidak 'O' Semua
- Panji Gumilang: Remontada, Barcelona, Messi
- Dahlan Iskan: Bagaimana Orang Tidak Makan Bisa Hidup ...
- Dan Dia Mempunyai Tesis Bahwa Dunia Sebentar Lagi ...
- Dahlan Iskan: Tidak Ada Sembahyang, Tidak Ada Doa ...
- Dahlan Iskan: Saya Terharu Mendengar Cerita Ini
- Dahlan Iskan: Pramoedya Ananta Toer Vs Panji Gumilang
- Dahlan Iskan: Syaykh Panji Gumilang Kenapa Hari ini Pakai Batik?
- Dahlan Iskan: Syaykh Panji Gumilang Merenung di Tempat yang Sangat Khusus
- Dr. Berly Martawardaya: "Jadi, saya sudah merasakan betapa tingginya kualitas alumni dari Al-Zaytun".
- Asal Usul Istilah 'Yang Amat Terhormat'
- Santri Al-Zaytun Menyanyikan Lagu Bangun Pemudi Pemuda
dengan Seruan Indonesia Harus Kuat - Panji Gumilang: Gak Ada yang Bisa Nyanyi 3 Stanza?
- Panji Gumilang: JADI, INDONESIA RAYA INI, DOA. Sepanjang apapun, doa.
- Lagu Indonesia Raya 3 Stanza Bergema Indah di Masjid Rahmatan Lil Alamin, Ma'had Al-Zaytun
- Panji Gumilang: Jangan Disalahkan Millennial Itu Kalau Tidak Mengenal 3 Stanza Lagu Indonesia Raya
- Alhamdulillah, Puji Tuhan, Haleluya!
Sahabat Syaykh Panji Gumilang sekaligus Wartawan Senior Majalah Tokoh Indonesia, Drs. Ch. Robin Simanullang, mendapat kesempatan untuk menanam pohon jati emas di tepi jalan Remontada, Ma'had Al-Zaytun. - Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 1, Indonesia Tanah Airku
- Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 2, Indonesia Tanah yang Mulia
- Panji Gumilang Nyendokin Makanan
Ke Kivlan Zen dan Umi Farida Al-Widad (istri) - Tumpengnya Enak Beud - Kivlan Zen: Saya Sudah Melapor Pada Pak Prabowo
Semua kegiatan saya di Al-Zaytun dan komen beliau, BAGUS! - Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 3, Indonesia Tanah yang Suci
- Susno Duadji: Hanya di Al-Zaytun
- Susno Duadji: Al-Zaytun Jaya, Al-Zaytun The Best
- Santri Al-Zaytun Bangga Menyanyikan Lagu Garuda Pancasila
- Putri Bungsu Panji Gumilang, Sofiah Al-Widad
Sedang mengajari santri Al-Zaytun menyanyi lagu Mars Universitas Al-Zaytun (IAI AL-AZIS) - Susno Duadji: Panji Gumilang is The Best
- Susno Duadji: Mulai Hari Ini Saya Resmi Sebagai Warga Al-Zaytun
- Susno Duadji: Saya Sangat Kagum Pada Al-Zaytun
- Susno Duadji: Saya Sangat Tertarik Pada Al-Zaytun
- Susno Duadji Makan Buah Pisang Al-Zaytun
Rasanya Legit dan Sangat Manis - Salah Ketik Jadi Menteri Pertahanan, Teman Saya yang Cerita
Kivlan Zen Bikin Ketawa - Master Indonesia Raya 3 Stanza
Santri Kelas 6 Ma'had Al-Zaytun, Michelle Kadek Bhyantara binti I Gusti Ngurah Made Johny B, Asal Jakarta Selatan - Keren, Hafal Indonesia Raya 3 Stanza - 25 Tahun Ma'had Al-Zaytun
- Merinding, Tebak Lagu Apa
Peserta Al-Zaytun (Guru, Dosen, Wali Santri)