Retno Pinasti: Dari Antartika hingga Tolak Pinggang

Wawancara Terbuka Presiden Prabowo dengan Tujuh Jurnalis

 
0
33
Retno Pinasti
Retno Pinasti: Dari Antartika hingga Tolak Pinggang
Lama Membaca: 5 menit

Retno menyuarakan keresahan publik: koruptor masih leluasa, rakyat masih sulit kerja. Prabowo menawarkan solusi moral dan sistemik, tapi publik butuh lebih dari sekadar niat baik.

Dalam sesi ini, Retno Pinasti, Pemimpin Redaksi SCTV dan Indosiar, membawa suara publik yang nyata: lebih dari 800 komentar dan pertanyaan masuk melalui kanal media sosialnya hanya dalam lima jam. Dari ratusan suara itu, ada dua hal yang paling menonjol: kegeraman terhadap koruptor dan sulitnya lapangan kerja.

Retno Pinasti membawa keresahan ini langsung ke hadapan Presiden Prabowo, dengan menyitir janji kampanyenya yang terkenal – mengejar koruptor hingga ke Antartika – dan menyambungkannya dengan kritik publik terhadap efektivitas hukuman.

Tak berhenti di isu korupsi, Retno Pinasti juga menyuarakan soal lapangan kerja, kebutuhan rakyat untuk hidup layak, dan peran teknologi dalam menciptakan sekaligus menghapus pekerjaan. Ia juga menyentuh sisi personal Prabowo lewat pertanyaan soal peran putranya, Didit, dalam menjalin komunikasi politik lintas elite – menyebutnya sebagai “duta sila ketiga” karena perannya dalam merawat silaturahmi di masa pasca pemilu.

Presiden Prabowo menanggapi dengan nada reflektif, sesekali humoris, namun tetap tegas. Ia menegaskan bahwa dirinya juga geram terhadap korupsi, dan menjabarkan inisiatif untuk menaikkan gaji hakim, membangun rumah dinas, hingga menyiapkan tempat hukuman di pulau terpencil. Ia juga secara terbuka menyatakan tidak setuju dengan hukuman mati karena risiko kekeliruan yang tak bisa dikoreksi. Sementara untuk lapangan kerja, ia menjelaskan strategi jangka menengah yang fokus pada hilirisasi, koperasi desa, dan sektor kelautan.

Di sisi lain, ia juga menyentuh hal-hal yang lebih personal dan kultural – tentang peran anaknya Didit dalam menjembatani komunikasi informal – bukan kekuasaan, serta soal kesalahpahaman yang bisa lahir dari gestur sederhana, seperti anak muda yang berdiri dengan gaya “tolak pinggang.”


📌 Disclaimer Redaksi

Wawancara ini merupakan bagian dari tayangan berdurasi panjang yang disiarkan di kanal YouTube Narasi Newsroom, berjudul “Presiden Prabowo Menjawab.” Total durasi wawancara mencapai 3 jam 26 menit, sehingga transkrip yang disajikan dalam tulisan ini merupakan versi yang telah ditata ulang agar lebih nyaman dibaca, tanpa mengubah substansi pernyataan.

Dalam proses penyuntingan, kalimat-kalimat panjang disusun ulang, pengulangan yang tidak esensial dihilangkan, serta tanda baca ditambahkan untuk memperjelas maksud. Namun, mengingat panjangnya durasi wawancara, tetap dimungkinkan ada bagian yang belum tertangkap secara utuh. Oleh karena itu, pembaca disarankan untuk menyimak langsung tayangan lengkapnya di kanal YouTube Narasi untuk memahami konteks secara menyeluruh.
 

Sesi 2 – Retno Pinasti: Korupsi, Lapangan Kerja, dan Budaya Etika Publik

Retno Pinasti (Pemimpin Redaksi SCTV & Indosiar):
Pak Presiden, terima kasih banyak atas kesempatan diskusinya. Karena antusias ini ingin kami share kepada publik. Kemarin kami sengaja membuka kesempatan, Pak, kepada publik melalui akun sosial media kami: “Mau titip pertanyaan apa untuk Pak Prabowo Subianto?” Dan selama 5 jam ini, Pak, 5 jam lebih, dari 800 pertanyaan dan komentar masuk. Artinya publik juga begitu antusias. Dan yang terbanyak ini, sekitar 26%, berisi kegeraman masyarakat pada koruptor. Jadi masyarakat sangat geram. Ini mengingatkan saya pada janji Bapak untuk akan mengejar koruptor sampai ke Antartika waktu itu, kan?

Advertisement

Presiden Prabowo Subianto:
Itu kan analogi ya. Tapi saya yakin koruptor enggak mau ke Antartika. Iya kan? Enggak bisa ngapa-ngapain.

Retno Pinasti:
Tapi harus diakui, Pak, bahwa pemberantasan korupsi di era Bapak cukup galak. Ini bisa dilihat dari jumlah kasus yang berhasil atau berani diungkap. Dan baru-baru ini Bapak juga bertekad lagi-saya enggak tahu ini metafor atau beneran-akan menempatkan para koruptor ini di pulau terpencil yang dikelilingi hiu. Nah?

Presiden Prabowo:
Nanti human rights lagi, aku salah itu.

Retno Pinasti:
Iya. Tapi ini seperti Alcatraz kan Pak di Amerika? Meskipun ada pandangan juga, Pak, bahwa sanksi kurungan ini tidak akan bikin jera koruptor kalau tidak dimiskinkan. Jadi kalau aset-asetnya tidak dirampas. Ini kaitannya dengan RUU Perampasan Aset.

Presiden Prabowo:
Iya.

Retno Pinasti:
Bahkan sebagai efek jera, Pak, netizen juga ada yang mengusulkan hukuman mati untuk koruptor. Ya ini bagaimana tanggapan Bapak? Dan mungkin kalau tadi korupsi ini menjadi konsen yang utama, konsen yang kedua dari yang masuk yang kami tampung itu adalah mengenai lapangan pekerjaan. Banyak keluhan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Mungkin dalam waktu dekat, apa upaya-upaya penciptaan lapangan pekerjaan? Dan mungkin di sektor apa?

Presiden Prabowo:
Ya. Saya termasuk orang yang sangat marah terhadap korupsi. Dan saya merasa bahwa banyak kelemahan dalam sistem kita. Saya sudah sampaikan kepada Mahkamah Agung dan saya akan terus minta: hakim-hakim yang menangani kasus besar, kita harus beri perlindungan dan kita juga harus berikan insentif.

Kalau perlu gaji hakim ditambah. Hakim harus hidup layak. Supaya dia tidak bisa disogok. Supaya dia tidak takut. Kalau perlu dia dijaga oleh pasukan khusus, polisi khusus yang digaji khusus. Jadi jangan main-main. Kalau dia dihukum, ya hukum yang berat. Saya termasuk mendukung kalau bisa dimiskinkan. RUU Perampasan Aset harus didorong. Saya sudah berkali-kali bicara.

Dan saya percaya, kalau kita keras dan adil, maka rakyat akan dukung. Kita jangan lembek terhadap korupsi. Kita jangan ragu-ragu. Tapi tentu harus objektif dan harus sesuai hukum. Kita tidak boleh sembarangan. Kita tidak boleh emosional. Tapi kalau bukti cukup, ya sudah.

Saya sudah perintahkan, lahan-lahan sawit yang tidak beres, yang HGU-nya sudah selesai, yang tidak ada izinnya, yang tidak bayar pajak, yang menumpuk, sudah ada laporan dari BPKP, KPK, Jaksa Agung, dan sebagainya – itu semua harus ditindak.

Sekarang sudah mulai dilakukan. Sudah satu juta hektare yang kita mulai ambil alih. Kita harap bisa sampai dua juta. Dan akan kita manfaatkan untuk rakyat, koperasi, petani, dan sebagainya.

Tentang lapangan kerja, saya percaya bahwa kita bisa ciptakan dengan hilirisasi, aquafarming, pembangunan infrastruktur yang tepat guna. Kita bangun irigasi, bendungan, sekolah-sekolah rakyat, itu menyerap banyak tenaga kerja.

Dan saya juga percaya bahwa pengelolaan ekonomi kita harus memberi ruang bagi UKM, koperasi, pertanian keluarga. Jangan semua dikuasai oleh konglomerat besar. Saya tidak anti-konglomerat, tapi mereka harus berbagi. Jangan ambil semuanya.

Anak-anak muda harus dilibatkan. Harus diberi ruang. Kita butuh petani muda, nelayan muda, insinyur muda, guru muda. Mereka harus diberi semangat, diberi pelatihan. Dan negara harus hadir untuk membimbing mereka.

Saya juga minta agar koperasi diberi peran besar. Dan saya percaya bahwa semangat gotong royong, semangat kebersamaan itu masih hidup di desa-desa kita. Itu harus kita angkat. Kita jangan hanya kejar pertumbuhan angka-angka. Tapi pertumbuhan yang merata dan adil.

Saya kerja untuk rakyat. Saya enggak punya ambisi lain. Kalau rakyat puas, saya bersyukur. Kalau tidak, saya siap dikritik. Tapi selama saya diberi amanah, saya akan kerja keras. Dan saya akan buktikan bahwa kita bisa berubah.

Tentang Didit, anak saya, dia tidak punya jabatan. Tapi dia suka silaturahmi, suka bicara dengan tokoh-tokoh. Kadang-kadang dia jadi penghubung informal. Tapi dia tidak mengambil keputusan apa-apa. Dia hanya bantu komunikasi. Saya pikir itu tidak masalah. Yang penting tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Saya percaya keluarga harus jadi contoh. Tidak boleh menyalahgunakan posisi. Kita harus beri contoh. Dan saya akan pastikan itu.

Saya bilang sudah enggak apa-apa, ya kan? Dulu-dulu, sekarang beda. Mungkin juga umpamanya kita berbeda pendapat, ya dia enggak suka sama saya, saya enggak suka sama dia, tapi dia enggak suka sama saya, mungkin saya juga ada kesalahan. Mungkin, iya kan?

Namanya anak muda, benar enggak? Kadang-kadang saya sembrono juga gitu loh. Kata saya ini banyak pendidikan di Barat waktu itu. Ini contoh saya cerita, ya: jadi suatu saat saya Letnan, ada komandan saya di depan kasih briefing, saya di belakang saya duduk begini – kan di Barat biasa kan?

Saya di sekolah waktu itu duduk begini, enggak dimarahin guru saya waktu di Inggris. Tapi untuk komandan saya yang orang Jawa:
“Prabowo, kamu yang benar!”
“Siap!”

Nah itu loh. Jadi bukan niat saya, tapi dia sudah tersinggung. Hal-hal kecil seperti itu ya kan. Kadang-kadang umpamanya anak muda tolak pinggang – kan di budaya Barat itu tolak pinggang enggak apa-apa, ya kan? Dengan orang Indonesia, senior… mah, tolak pinggang ya… Kira-kira begitu.


📌 Catatan Redaksi – Sesi 2 (Retno Pinasti)

Retno Pinasti menyampaikan kritik dalam bahasa kesantunan, namun substansinya menggugah Presiden untuk tidak hanya menyampaikan visi, melainkan mempercepat bukti. Komitmen pemberantasan korupsi dan penciptaan lapangan kerja yang disampaikan Presiden memang terdengar menjanjikan, tetapi publik menunggu sistem dan hasil, bukan sekadar tekad. Dalam demokrasi, janji yang indah akan diuji oleh kecepatan implementasi dan kejelasan arah. Dan dalam ruang ini, Retno Pinasti berhasil menjadikan suara masyarakat sipil sebagai parameter pengingat: bahwa pemimpin yang kuat bukan hanya yang bekerja keras, tetapi juga yang terbuka pada kontrol dan koreksi.

(Redaksi TokohIndonesia.com)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini