Sutta Dharmasaputra: Menakar Skor Prabowo, Menantang Reformasi Birokrasi

Wawancara Terbuka Presiden Prabowo dengan Tujuh Jurnalis

 
0
51
Sutta Dharmasaputra
Sutta Dharmasaputra: Menakar Skor Prabowo, Menantang Reformasi Birokrasi
Lama Membaca: 6 menit

Sutta Dharmasaputra minta Prabowo jujur pada capaian, dan Presiden menyebut dirinya baru enam dari sepuluh. Tapi di balik skor itu, reformasi birokrasi tetap jadi utang yang belum dijawab.

Dalam sesi ini, Sutta Dharmasaputra, Pemimpin Redaksi Harian Kompas, menyajikan pertanyaan reflektif namun tajam: Jika Presiden Prabowo diminta menilai kinerjanya sendiri setelah hampir enam bulan memimpin, berapa skornya dari skala 1 sampai 10? Namun pertanyaan itu bukan sekadar evaluasi pribadi – ia disertai konteks besar: tantangan geopolitik, ketimpangan birokrasi, serta urgensi penegakan hukum yang tajam ke atas dan ke dalam.

Sutta Dharmasaputra mengingatkan bahwa waktu berjalan cepat. Dari lima tahun masa jabatan, hampir satu tahun telah berlalu. Untuk mencapai target ambisius “Indonesia Emas” 2045, lompatan besar diperlukan – dan birokrasi, menurutnya, adalah faktor kunci yang bisa mempercepat atau justru memperlambat. Ia juga menyentil masalah struktural demokrasi elektoral yang membuat birokrasi dibebani “balas jasa politik.”

Presiden Prabowo menjawab dengan gaya terbuka dan penuh anekdot. Ia menilai dirinya “enam dari sepuluh,” mengakui masih banyak pekerjaan rumah. Ia berbicara tentang reformasi anggaran, perombakan direksi BUMN, dan keinginannya membangun sistem yang tetap jalan meski presidennya berubah. Ia mengkritik pola kerja birokrat yang hanya hadir secara administratif – masuk jam 9, pulang jam 5, tapi “kosong di tengah-tengah” (905). Ia ingin birokrasi yang bisa dieksekusi, direformasi, dan dievaluasi – bahkan jika itu menimbulkan risiko dicap otoriter.


📌 Disclaimer Redaksi

Wawancara ini merupakan bagian dari tayangan berdurasi panjang yang disiarkan di kanal YouTube Narasi Newsroom, berjudul “Presiden Prabowo Menjawab.” Total durasi wawancara mencapai 3 jam 26 menit, sehingga transkrip yang disajikan dalam tulisan ini merupakan versi yang telah ditata ulang agar lebih nyaman dibaca, tanpa mengubah substansi pernyataan.

Dalam proses penyuntingan, kalimat-kalimat panjang disusun ulang, pengulangan yang tidak esensial dihilangkan, serta tanda baca ditambahkan untuk memperjelas maksud. Namun, mengingat panjangnya durasi wawancara, tetap dimungkinkan ada bagian yang belum tertangkap secara utuh. Oleh karena itu, pembaca disarankan untuk menyimak langsung tayangan lengkapnya di kanal YouTube Narasi untuk memahami konteks secara menyeluruh.

Sesi 2 – Sutta Dharmasaputra: Skor Kepemimpinan, Birokrasi, dan Penegakan Hukum

Sutta Dharmasaputra (Pemimpin Redaksi Harian Kompas):
Terima kasih Pak Presiden Prabowo. Saya diundang dalam kesempatan ini dan bisa hadir di perpustakaan yang luar biasa. Saya pernah baca Bapak mengatakan bahwa “the leader is reader”. Jadi Bapak membuktikan itu, bahwa memang Bapak pemimpin yang banyak sekali baca, dan terbukti dari buku-buku ini.

Dalam kesempatan ini saya ingin bertanya, Pak Presiden. Saya mengikuti Bapak sejak konvensi 2004. Kalau dalam konteks cita-cita dan tekad, sama persis seperti yang dulu pernah Bapak sampaikan. Yang berbeda saat ini adalah Bapak eksekutif. Artinya, eksekusinya yang justru berbeda.

Kalau saya hitung, Pak Presiden, sejak terpilih sebagai presiden elektif itu sudah satu tahun. Sedangkan sebagai presiden yang memerintah, boleh dikatakan dalam waktu dekat nanti akan genap enam bulan – akhir April. Sekarang baru lima bulan. Jadi cepat sekali waktu.

Advertisement

Indonesia ini enggak ada hari Sabtu, enggak ada hari libur. Tidak ada hari libur. Tadi saya dengar Pak Presiden juga tidak ada libur hari Minggu. Saudara datang ke sini, betul, termasuk hari ini libur.

Nah, tadi Pak Presiden sudah menyampaikan capaian-capaian dalam 130 hari. Pertanyaan saya, Pak: Bapak kan selalu melihat Indonesia dalam konteks realism-survival, seperti yang waktu itu pernah Bapak sampaikan. Tantangan kita pasti ada: geopolitik, geoekonomi – sekarang terbukti dengan Trump, tarif, kemudian persoalan ekonomi domestik. Bapak selalu mengatakan ada ICOR yang juga masih rendah dan harus kita kejar. Tapi itu semua terpulang pada birokrasi. Karena Bapak sebagai eksekutif pasti harus mampu menggerakkan cita-cita Bapak ini dengan birokrasi yang sangat luar biasa, sangat masif tapi juga sangat efektif.

Dan birokrasi ini pasti dibutuhkan juga rule of law. Bapak sering mengatakan, negara gagal kalau terjadi korupsi. Dan itu adalah hukum.

Pertanyaan saya, Pak Presiden: sejauh ini Bapak melihat dalam enam bulan Bapak bekerja sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, kalau dari skala satu sampai sepuluh, Bapak menilainya sudah berapa?

Karena banyak yang berharap, Bapak ini justru melakukan lompatan. Karena kita cuma punya waktu 13 tahun untuk mencapai Indonesia Emas. Bapak punya waktu lima tahun, dan sekarang sudah hampir satu tahun. Artinya, dari skala satu sampai sepuluh, dalam enam bulan ini sudah berapa? Apakah nanti enam bulan ke depan akan ada strategi yang berubah untuk mempercepat lagi?

Pertanyaannya tadi, Pak: birokrasi dan penegakan hukum. Karena kita melihat justru jangan-jangan itu sebagai kuncinya. Penegakan hukum dimulai dari tentunya aparat penegak hukum. Karena penegakan hukum yang baik adalah bukan tajam ke depan, tapi tajam ke dalam. Bukan tajam ke bawah, tapi juga tajam ke atas.


Presiden Prabowo Subianto:

Saya terusan aja. Saya bangga bahwa sekarang ini saya kasih nilai diri saya enam.

Sutta Dharmasaputra:
Oh, masih jauh ya dari… Berarti artinya nanti akan ngegas ya, Pak ya?

Presiden Prabowo Subianto:
Tapi passing grade nilainya C. Itu tidak H, iya kan? Member iya. Saya tidak hair, dalam arti saya ingin lebih cepat. Tapi sekarang aja saya sudah dibilang koboy kok. Iya kan? Sekarang saya dibilang politik komando, komando, iya kan? Benar enggak?

Kasihan menteri-menteri saya. Jam 12.00 malam saya telepon, ya kan? Jadi saya ingin kita memang harus bergerak cepat. Tapi bagaimana kalau kalian bisa yakinkan DPR, MPR, DPR memberi saya mandat. Apa itu? Super Semar? Mandat yang apa gitu? Siapa bisa kasih saya tongkat Nabi Musa? Atau… ya.

Jadi memang Anda benar. Jadi birokrasi kita menjadi masalah. Dan sikap mental saudara-saudara. Demokrasi ini membuat semua politisi yang dipilih – bupati, walikota, gubernur – harus membalas tim sukses. Harus membalas mereka yang mendukung. Artinya apa? Semua ingin jadi ASN. Semua ingin jadi pejabat. Akhirnya bagi-bagi. Bloated demokrasi. Tapi ini menjadi undang-undang, saya harus laksanakan. Iya kan?

Nah sekarang saya bilang, oke, kita harus terima sekian ratus ribu ASN. Oke. Tapi ASN-nya itu harus benar. Seleksinya harus benar: akademis, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dan dia harus bersedia ditempatkan di mana saja.

Jangan-jangan dari kabupaten X, umpamanya, dia diajukan oleh bupati dan sebagainya: “Saya mau jadi ASN di Kabupaten X. Kalau bisa di Kecamatan C. Syukur-syukur enggak jauh dari rumah saya.” Kira-kira gitu.

Ini ada kecenderungan. Jadi saya sekarang minta ASN tanda tangan bersedia ditempatkan di mana saja. Jadi benar.

Tapi saya lihat ya, yang saya merasakan, dengan suatu sikap yang tegas, penjelasan dari semua pemimpin politik, mereka bereaksi. Saya dulu diberitahu kalau Inpres, Kepres, PP – produk-produk dari istana – itu katanya minimal enam bulan. Rata-rata 10 bulan sampai 18 bulan. Ya, mungkin Anda dengar juga. Anda bisa cek.

Sekarang ya Perpres mungkin kalau tiga minggu sudah paling lama. Itu mungkin pupuk itu cepat, Pak. Soal pupuk itu cepat, cepat, cepat. Itu 150 aturan cepat. Enggak, enggak.

Dan saya kadang-kadang percaya sama menteri-menteri yang saya delegasikan. Dia lihat ini, menteri pertanian, enggak tahu ada berapa belas pejabat dia sudah pecat dari lingkungan dia sendiri. Ada yang ketahuan terima sogokan, ada yang begini, ada yang begitu.

Suatu saat direksi Bulog diganti semua. RUPS-nya hari Sabtu. Kenapa? Karena kurang cepat. Iya kan? Ini kan panen enggak bisa nunggu. Petani sudah panen, ini gabahnya, tapi si Bulog nunggu di gudang. Petani harus ke kabupaten, bagaimana? Si pejabat kamu harus ke ujung sawah. Kamu digaji untuk melayani hal-hal seperti itu. Dia copot pimpinan wilayah dengan tiga, empat, lima kali kasus contoh.

Akhirnya birokrasi tahu, eh adanya birokrasi eksekusi untuk mencapai hal-hal yang berguna, bermanfaat segera untuk rakyat.

Are you with me or not with me? Kalau enggak, ya sudah. Kau pinggir. Iya kan? Kalau perlu kau di rumah aja deh, daripada bikin-bikin rusak di kantor. Iya kan?

Nah, enggak tahu kalau kalian bisa yakinkan MPR kasih saya wewenang. Iya kan? Boleh mecat ASN. Boleh mecat birokrasi. “Otoriter lagi, Pak.” Kenapa? “Bapak otoriter.” Ah, otoriter, ya sudah.

Jadi saya… ya, jadi di satu pihak: “Pak, gimana Pak?” Saya enggak mau otoriter. Jadi saya ikut. Menurut saya tempo ini sudah agak lumayan. Menurut saya, ya.

Jadi saya tuh berterima kasih dengan menteri-menteri saya, terus terang aja. Iya kan? Banyak yang di… ya, tapi itu risiko. Saya bilang, kalau pemimpin politik di puncak itu pasti akan diterpa. Ya itu risiko, enggak apa-apa. Iya kan? Yang penting niat kita baik, niat kita baik berbuat untuk rakyat. Dan kita juga harus kesatria.

Saya sudah kasih tahu: saya kalau dalam tahun keempat, kelima, saya menilai saya tidak mencapai apa yang saya inginkan, ya saya akan berhenti dari politik. Iya kan? Saya hanya mengabdi untuk rakyat. Enggak ada apa-apa lagi. Iya kan? Saya kira saya berhak untuk istirahat. Iya kan? Sebetulnya.

Tapi kalau saya masih dipercaya dan saya punya tim yang bagus, why not? Saya bullish. Saya… apa ya, semangat.

Presiden Prabowo Subianto:
Jadi kalau yang birokrat-birokrat kamu, masuk jam… apa tuh istilah kita dulu? Tenggo? 9 teng – 80, 802? Apa ya? Gimana? Masuk jam 08.00 pulang jam 9:25 adanya, Pak.

Ya, enggak. 9:05.

Sutta Dharmasaputra:
905, Pak.

Presiden Prabowo:
Dia masuk jam 09.00, dia pulang jam 5. Di tengah-tengah dia kosong. Dia enggak kerja apa-apa. Iya kan? Kita sudah tahu ini, lama jadi orang Indonesia, iya kan. Benar gak? Kadang-kadang, kalau saya sidak ada aja, kedengaran itu. Tapi semangat baru sekarang, now is everybody want to do something gitu. Terima kasih.


📌 Catatan Redaksi – Sesi 2 (Sutta Dharmasaputra)

Sesi ini memperlihatkan bahwa Presiden Prabowo memahami kompleksitas tantangan birokrasi dan hukum, namun pengakuan itu belum sepenuhnya menjawab keraguan publik tentang kapasitas sistem yang ia pimpin untuk bergerak lebih cepat dan bersih. Ia menyampaikan frustrasi atas pejabat yang lamban dan birokrasi yang gemuk, bahkan menyiratkan keterbatasan wewenangnya dalam menertibkan aparatur negara. Tapi seperti yang dibaca publik, pengakuan bukanlah solusi. Reformasi birokrasi menuntut keberanian untuk melawan kenyamanan, membongkar pola balas budi politik, dan membangun etos kerja baru. Jika sistem tidak bergerak meski Presiden sudah memberi aba-aba, maka yang dibutuhkan bukan sekadar percepatan, tetapi pembongkaran total.

(Redaksi TokohIndonesia.com)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini