Tiga Pilar Panji Gumilang untuk Pendidikan Indonesia

Masyarakat 6.0, L-STEAM, dan Novum Gradum

0
85
Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang
Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, menyampaikan khutbah Idul Adha pada 6 Juni 2026 di Masjid Rahmatan Lil Alamin,
Lama Membaca: 3 menit

Dalam khutbah Idul Adha 6 Juni 2025, Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang merumuskan sebuah gagasan besar tentang arah baru pendidikan Indonesia. Ia menawarkan Masyarakat 6.0 sebagai visi peradaban yang berkeadilan dan berkelanjutan, L-STEAM sebagai kurikulum yang menyatukan ilmu, nilai, dan kreativitas, serta Novum Gradum sebagai pendekatan menyeluruh yang melibatkan seluruh ekosistem pendidikan. Tiga pilar ini bukan sekadar wacana, melainkan cetak biru untuk membangun masa depan bangsa secara sistematis dan terukur.

Penulis: Mangatur L. Paniroy, TokohIndonesia.com (Tokoh.ID)

Momentum Idul Adha tahun ini terasa berbeda di Kampus Al-Zaytun. Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, dalam khutbah yang ia sampaikan pada 6 Juni 2025 di Masjid Rahmatan Lil Alamin, mengangkat tema yang tak biasa. Ia tidak hanya berbicara soal kurban dalam arti syariat. Khutbahnya justru menyinggung isu yang lebih luas dan fundamental bagi kemajuan bangsa,yakni pentingnya pembaruan menyeluruh dalam sistem pendidikan nasional. Tapi di situlah letak keberaniannya. Khutbah itu menjadi seruan keras sekaligus cetak biru untuk merevolusi sistem pendidikan Indonesia. Bukan sekadar perbaikan teknis, tetapi transformasi menyeluruh yang bertumpu pada nilai, karakter, dan visi kebangsaan. Panji Gumilang menawarkan satu arah: menuju Masyarakat 6.0, sebuah peradaban baru berbasis keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan pendidikan yang setara dan bermartabat.

Dalam khutbahnya, Panji Gumilang memetakan realitas pendidikan nasional secara jujur dan lugas. Lima masalah utama menjadi sorotannya: kesenjangan akses pendidikan di ribuan pulau Indonesia, ketimpangan kualitas antara kota dan daerah, kurikulum yang tidak relevan dengan kebutuhan industri global, orientasi pendidikan yang masih teoritis dan minim praktik, serta gagalnya sistem membentuk generasi pemimpin yang berkarakter dan inovatif. Menurutnya, jika ini dibiarkan, Indonesia bukan hanya stagnan, tetapi terancam tertinggal dari peradaban dunia.

Panji Gumilang mengajak bangsa ini melampaui visi Masyarakat 5.0 yang selama ini digaungkan. Ia menyebut era berikutnya sebagai Masyarakat 6.0, sebuah tatanan yang lebih tinggi, di mana teknologi bukan hanya untuk kemudahan, tapi dijalankan secara etis, adil, dan merata. Masyarakat 6.0 adalah peradaban yang digerakkan oleh pendidikan bermutu, kesadaran kolektif, dan kepemimpinan yang jujur dan bijak. Masyarakat 6.0 bukan utopia. Dalam pandangannya, peradaban ini bisa mulai dibangun pada 2045, bertepatan 100 tahun Indonesia merdeka. Tapi untuk itu, perubahan besar harus dimulai sekarang, dari pendidikan.

Sebagai bagian dari solusi, Panji Gumilang memperkenalkan kurikulum L-STEAM, singkatan dari Law, Science, Technology, Engineering, Art, dan Mathematics. Kurikulum ini tidak lahir begitu saja. Ia dibangun dari warisan pemikiran filsafat besar dunia: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates mengajarkan dialog dan pemikiran kritis, yang menjadi dasar pendekatan sains. Plato menekankan pendidikan berjenjang yang membentuk karakter dan kepemimpinan. Aristoteles menekankan pembelajaran berbasis pengalaman langsung, relevan bagi teknologi dan inovasi. L-STEAM bukan hanya menggabungkan logika dan kreativitas, tetapi juga nilai-nilai keadilan, tanggung jawab, dan kepemimpinan.

L-STEAM akan dijalankan melalui pendekatan yang disebut Panji Gumilang sebagai Novum Gradum, cara baru dalam membangun pendidikan nasional. Novum Gradum adalah sintesis antara metode deduktif (kias) dan induktif (istiqro), dipadukan dengan nilai ilahiyah. Di sinilah pendidikan menjadi jalan hidup, bukan sekadar proses administratif. Ia menekankan bahwa pendidikan tidak bisa dijalankan hanya oleh guru atau lembaga, tetapi oleh seluruh ekosistem: guru, administrator, siswa, orang tua, petugas kebersihan, penyedia konsumsi, keamanan, bahkan masyarakat sekitar. Semua harus dilatih bersama.

Gagasan paling radikal dalam khutbah ini adalah pembangunan 500 pusat pendidikan berasrama di seluruh Indonesia. Setiap kompleks akan dibangun di atas lahan 3.000 hektar, lengkap dengan fasilitas modern, laboratorium teknologi, pusat inovasi, dan pertanian mandiri. Negara, tegasnya, harus berani mengalokasikan 30–50% kekayaannya untuk pembangunan ini. Model asrama ini bukan sekadar penginapan, melainkan ekosistem hidup dan belajar yang menyatu. Pendidikan tidak lagi terfragmentasi, tetapi dijalankan secara total dan terstruktur.

Khutbah Panji Gumilang ini bukan sekadar kritik. Ia menyampaikan ajakan yang tegas untuk menata ulang pendidikan nasional dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan berani. Panji Gumilang meyakini bahwa Indonesia memiliki kapasitas dan sumber daya yang cukup untuk membangun sistem pendidikan yang adil, terintegrasi, dan relevan dengan masa depan. Ia menawarkan Masyarakat 6.0, L-STEAM, dan Novum Gradum sebagai tiga pilar utama, sebuah kerangka utuh yang mencakup arah, isi, dan cara menjalankan pendidikan bangsa. Dari Masjid Rahmatan Lil Alamin, dalam suasana Idul Adha, ia menyampaikan bahwa kurban hari ini bukan semata-mata soal daging yang dibagikan, tetapi komitmen untuk mewujudkan Indonesia yang tertata, bermartabat, dan siap menyongsong abad ke-21. (Atur, Ali Aminulloh/TokohIndonesia.com)

Advertisement
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments