Analis Pertahanan, Militer dan Intelijen
Connie Rahakundini Bakrie
Dr. Connie Rahakundini Bakrie, M.Si, lahir di Bandung 3 November 1964. Dia seorang akademisi, penulis, dan analis (pengamat) bidang militer, pertahanan keamanan dan intelijen. Mengajar di beberapa Perguruan Tinggi di dalam dan luar negeri, juga Visiting Lecturer di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara dan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut, serta Sekolah Diplomat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Sesparlu dan Disparlu). Connie masuk jajaran ‘pemimpin masa depan’ versi Massachusetts Institute of Technology (MIT) AS.
Terkenal karena analisis dan pandangannya yang tajam tentang masalah dan tantangan pertahanan keamanan, kemiliteran dan intelijen. Dia menyoroti masalah kebutuhan dan pembangunan postur dan kapabilitas militer Indonesia pada era selepas reformasi. Dia intelektual pertahanan keamanan yang sering memaparkan tentang pertahanan dan keamanan Indonesia dalam berbagai kesempatan, antara lain, di Washington D.C, National Defense University (NDU), The East West Centre dan di GCSP (Geneve Centre for Security Policy) Geneva, Swiss.
Connie adalah putri Dr. Bakri Arbie seorang ahli Nuklir Indonesia yang berasal dari Desa Yosonegoro, Kampung Jawa Tondano, Gorontalo; dan Ibunya Nyi Raden Sekarningsih Ardiwinata (Ani Sekarningsih), disapa Ibu Ani Bakri Arbie, seorang penulis, ahli tarot dan fotografer kenamaan berdarah Sunda dari Tasikmalaya, Jawa Barat.
Connie menikah dengan Djaja Suparman (Letjen TNI) dan dikaruniai tiga orang anak, yaitu Audindra, Samantha Deandra Azzaria, dan Aurelle Alessandra Merkava. Pernikahan ini tidak langgeng, bercerai tahun 2014.
Connie menyelesaikan Studi S3 di Universitas Indonesia selain menempuh pendidikan di APCSS Asia Pasific Centre for Security Studies, Honolulu, Hawaii – Fu Xi Kang war Academy, ROC – Chevening Executive Programme for Democracy and Security di Birmingham University, UK.
Connie yang pernah aktif sebagai senior research fellow di INSS (Institute of National Security Studies) Tel Aviv, Israel, dalam rangka menyelesaikan penelitian desertasinya; juga aktif dalam Chevening Executive Programme Democracy and Security, Birmingham University, England. Selain itu, Connie adalah Visiting Lecturer di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara dan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoau dan Seskoal). Juga rutin mengajar pada Sekolah Diplomat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Sesparlu dan Disparlu) serta di beberapa Perguruan Tinggi di dalam dan luar negeri.
Connie yang terkenal sebagai Analis Pertahanan, Militer dan Intelejen Indonesia telah menulis dua buku penting terkait Militer Indonesia dan Pertahanan Negara yakni Defending Indonesia (2009) dan Pembangunan Kekuatan dan Postur Ideal TNI (2007). Ia juga telah meluncurkan Autobiografinya dalam buku ‘Aku adalah Peluru’ yang disunting oleh Sastrawan Bara Pattyradja (2019).
Pembicara di Pentas Dunia
Connie juga sering tampil sebagai pembicara di pentas pertemuan internasional, antara lain pada National Defense University (NDU), Washington D.C.; Global Security Meeting di Bratislava, Slovakia; ASEM-EU Regional Security Architecture Meetings, Centre for Security Policy (CCSP), Switzerland. Juga di The Delhi Dialogue Meetings, International Slocs Meetings, Milsatcom International Meetings serta di House of Lords, Foreign Commission Offce, Departement of Defense & Secret Intelligence Service (M16) United Kingdom.
Tokoh dan cendekia perempuan yang menjadi Opinion Leaders di media massa, ini banyak berbicara tentang isu ‘Pembangunan Kekuatan dan Postur dari Tentara Nasional Indonesia yang bervisi Outard Looking Defence, Maritime & Airspace Regional Security Architecture dan pentingnya menjaga, memanfaatkan Sea Lanes of Communication/Trades (SLOC/T), Strategic Aspects dalam Historical laut Cina Selatan dan Indian Ocean Security Issues.
Connie juga mengedepankan Profesionalitas dan Perubahan Struktur serta Doktrin TNI masa depan untuk mengimbangi Democratic Policing Polri dengan menggunakan System Thinking Visi Poros Maritime dunia terhadap Poros Dirgantara dan Poros Permukaan Dunia, mencakup Air Defence (ADIZ) & Asean Maritime Identification Zone (AMIZ) yang harus terbangun oleh Indonesia dan Negara Asean dalam menghadapi tantangan Pertahanan Keamanan Kedepan.
Tentara Bayaran di Papua
Connie Rahakundini Bakrie yang sangat konsern memberikan pengamatan yang komperhensif terhadap situasi militer dan pertahanan nasional, juga tak jarang dengan berani dan lantang mengkritik kebijakan militer dan pertahanan nasional. Di antaranya, Connie mengungkap adanya mafia alutsista di Kementerian Pertahanan dengan menyebut inisial Mr. M pada tahun 2021. Pernyataan yang kemudian menuai pro dan kontra. Dia juga menyoroti eskalasi KKB Papua yang menyerang anggota TNI saat melakukan operasi penyelamatan Pilot Susi Air diduga kuat disokong oleh tentara bayaran dari luar negeri seperti DynCorp dari Amerika serta Erinys yang berpusat di Dubai, UEA. Itu dilakukan tentara bayaran, bukan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB.
Menurut Connie, sejauh ini pemerintah belum memiliki grand design yang kuat untuk menumpas gerakan KKB di Papua. Menurutnya, sudah saatnya di Papua digelar operasi militer untuk membasmi gerakan separatis itu. “Seharusnya ditangani melalui operasi militer dan sayangnya hingga kini pemerintah tidak memiliki grand design atau konsep umum dalam mengatasi kelompok bersenjata di Papua,” kata Connie.
Apalagi, kata Connie, prajurit-prajurit yang diserang di Papua itu merupakan pasukan terbaik atau elite TNI yang berasal dari Kopassus. Mengapa TNI seolah bisa kedodoran? Connie pun menyampaikan pertanyaan itu kepada KSAD dan Danjen Kopassus. “Kalau mereka bisa kedodoran, pertanyaan saya nomor satu kepada KSAD dan Danjen Kopassus, kenapa mereka bisa begitu? Kedua seberapa besar sih kekuatan gerombolan KKB itu,” Connie bertanya.
Dia juga menyatakan dalam pertanyaan tentang keberadaan KKB yang dianggap bukan lagi pasukan pemberontak, akan tetapi justru lebih mirip teroris. Jika benar demikian, maka TNI diminta tak ragu-ragu untuk memberantas KKB di sana lewat operasi militer. “Ini kita enggak usah pakai istilah macam-macam, tegaskan ini adalah kelompok separatis. Dan separatis itu harus menjadi operasi militer.”
Keberanian, ketegasan dan wawasan Connie yang demikian luas, terutama tentang Visi Poros Maritime Dunia telah menginspirasi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang yang kini tengah membangun galangan kapal Samudera Biru dan beberapa kapal tradisional penangkap ikan di perairan dalam, berencana menamai kapal ketiga dengan nama Connie Rahakundini Bakrie.
Maka tak heran saat Connie juga dipilih oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) Boston, USA sebagai salah satu dari 22 Future Leaders of Ideas Batch 3 (Indonesia Studentpreneur (IDEAS) Summit Batch 3) bersama beberapa tokoh terkemuka lain dari Indonesia. Ia mewakili generasi ke-3 ‘crème de la creme’ intelektual pertahanan keamanan Indonesia.
Perempuan super-aktif ini juga aktif sebagai Board of Trustee, dan Presiden di Indonesia Institute For Maritime Studies (IIMS) bersama-sama Hasyim Djalal dan Laksamana Kent Sondakh; juga menjadi Dewan Pembina di National Air Space and Power Centre of Indonesia (NAPSCI), serta bersama dengan Laksda (Purn) Rosihan Arsyad duduk mewakili Indonesia di Sea Lanes of Communication (SLOC) International Group. Selain juga duduk sebagai Dewan Pengawas Industri Pertahanan Swasta Nasional. Connie juga aktif dalam kajian strategis pertahanan keamanan di lintas kementerian dan lembaga, serta Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas).
NasDem Flying High-Playing Cheap
Oleh faktor idealisme, Connie Rahakundini Bakrie resmi mundur sebagai anggota Dewan Pakar DPP NasDem besutan Surya Paloh. Connie mengungkapkan sejumlah poin kenapa dirinya mengundurkan diri dari Dewan Pakar NasDem tersebut. “Konfirm,” ungkap Connie Bakrie mengonfirmasi surat pengunduran dirinya, pada Senin 3 April 2023.
Connie menyebut salah satu alasannya karena ideologis dalam berorientasi. Dia menilai NasDem kini mengedepankan ‘flying high-playing cheap’, prinsip yang berbeda dengan dirinya. Dalam suratnya, Connie tidak menyebut secara eksplisit berkaitan dengan pendeklarasian pencapresan Anies Baswedan oleh NasDem. Dalam surat pengunduran dirinya itu, Connie Bakrie juga menjelaskan alasannya mengikuti jejak Siswono Yudo Husodo dan Enggartiasto Lukita mundur dari DPP NasDem. Connie mengemukakan perbedaan ideologis dalam surat pengunduran dirinya.
Setelah hampir 108 purnama saya bergabung, melihat dan berinteraksi secara dekat dengan Abang (Surya Paloh) sebagai Ketua Umum Partai, bersama segenap kakak-kakak di DPP Partai dan Dewan Pakar, maka kini tiba saatnya saya menyusul langkah Kakak Siswono Yudo Husodo dan Kakak Enggartiasto Lukito,” tulis Connie. Connie Bakrie menyebut, akan lebih konsentrasi ke kampus setelah keluar dari Dewan Pakar DPP NasDem. Dia juga mengucapkan terima kasih kepada NasDem.
Berikut ini surat lengkap pengunduran diri Connie Bakrie dari Dewan Pakar DPP NasDem:
Bersama dengan ini, saya Dr. Connie Rahakundini Bakrie, anggota Dewan Pakar DPP Partai NasDem (jalur non-anggota partai), sesuai Surat Penunjukan Anggota Dewan Pakar yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pakar Prof. Dr. Siti Nurbaya Bakar, Msc, menyampaikan pengunduran diri saya dari kegiatan dan posisi saya di Dewan Pakar DPP Partai NasDem.
Saya menerima dan bersedia menjadi Anggota Dewan Pakar karena yakin akan semangat yang dipaparkan langsung oleh Abang pada saya di awal 2013, bahwa Partai NasDem: “Bukanlah perusahaan tetapi instrument pergerakan, tidak berpikir mencari selisih dagang, tidak memiliki semangat transaksional dan akan menjaga sikap ideologis yang dikelola secara profesional’. Setelah hampir 108 purnama saya bergabung, melihat dan berinteraksi secara dekat dengan Abang sebagai Ketua Umum Partai, bersama segenap kakak-kakak di DPP Partai dan Dewan Pakar, maka kini tiba saatnya saya menyusul langkah Kakak Siswono Yudo Husodo dan Kakak Enggartiasto Lukito, untuk juga meninggalkan peran dan keberadaan saya di DPP Partai NasDem yang menurut saya pada ujungnya menunjukkan ketidaksesuaian secara ideologis di dalam lingkungan berorientasi ‘flying high-playing cheap’, yang terus semakin terasa.
Kini saatnya, untuk saya bisa kembali lebih mengonsentrasikan diri dan menggenapkan waktu saya dalam kegiatan utama di dunia ilmu pengetahuan dan kampus, untuk mampu bebas melangkah dalam membimbing para tunas muda harapan bangsa, serta melanjutkan tugas-tugas akademik dan karya kemanusiaan saya. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih saya yang terdalam, khususnya kepada Abang, atas kepercayaan, pengalaman, waktu juga bimbingannya selama ini bersama kakak-kakak di jajaran petinggi dan anggota Dewan Pakar DPP Partai NasDem yang sangat saya hormati Kakak Siti Nurbaya, Kakak Peter Gontha, Kakak Hayono Isman serta semua yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Tugas dan keberadaan saya di Dewan Pakar DPP Partai NasDem boleh usai, namun tidak pada persahabatan kita. Sebagaimana pesan tetua dan leluhur kita: “Datang bertemu muka. Pergi melihat punggung”, karenanya, saya haturkan mohon diri, teriring salam semangat dan sukses untuk masa depan Partai NasDem.
Penulis Mangatur L Paniroy, dari berbagai sumber