Ketua MK yang Tak Lagi Tergiur Harta
Arief Hidayat
[ENSIKLOPEDI] Prof. Dr. Arief Hidayat SH., MS, terpilih secara aklamasi (12 Januari 2015) menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2015-2017 menggantikan Hamdan Zoelva yang sudah berakhir masa jabatannya. Sebelumnya dia menjabat Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (2013-2016).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Prof. Dr. Arief Hidayat, SH, MS resmi menjabat hakim konstitusi setelah dilantik Presiden di Istana Negara, Senin, 1 April 2013. Kemudian Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Achmad Sodiki, menyematkan toga hakim konstitusi kepadanya dalam acara Pisah Sambut dengan Mahfud MD yang digantikannya.
Arief Hidayat, pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956, mengaku tidak pernah bermimpi menjadi hakim konstitusi, apalagi diambil sumpahnya di Istana Negara. Secara berkelakar dia mengaku sampai tidak bisa tidur karena akan disumpah di Istana. Sebab dulu dia mengaku hanya bercita-cita menjadi guru besar karena itu jabatan tertinggi dosen. “Kalau jabatan struktural itu semua sudah saya lakukan, sehingga sebetulnya saya sudah tidak punya harapan untuk menjabat apa-apa karena saya sudah paripurna,” kata Arief dalam sambutannya dalam acara pisah sambut di Gedung MK tersebut.
Arief mengisahkan, lima tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi. Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan maka dorongan itu tak bisa dipenuhinya. Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR.
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk ‘Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945’. Dia dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut. Sehingga dia terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).
Arief menegaskan keinginannya menjadi hakim MK bukan untuk mencari harta. Sebab dia mengaku sudah punya harta yang banyak warisan dari mertuanya, sehingga tidak ada faktor internal dan eksternal yang dapat melunturkan independesinya sebagai seorang hakim. Bahkan sejak menjadi dosen, dia tidak pernah berpikir untuk mencari uang melainkan ingin mengabdikan ilmu hukum yang didapatnya selama kuliah.
Arief menjabat hakim konstitusi periode 2013-2018, menggantikan Mahfud MD yang tidak bersedia mencalonkan diri untuk masa bakti kedua sebagai hakim konstitusi. Arief merendah merasa sangat terhormat terpilih menjadi hakim MK menggantikan Mahfud MD. Sebab di mata Arief, Mahfud merupakan sosok hakim yang luar biasa. Dia juga menilai MK sebagai lembaga yang berintegritas, mempunyai independensi dan bergengsi di Indonesia.
Dia pun bertekad mengemban jabatan hakim MK dengan berjalan di jalan yang lurus, mandiri, dan menjadi hakim yang tak bisa disetir. Sebab tujuannya menjadi hakim konstitusi lebih didasari keinginan untuk mengabdi di lembaga pengawal konstitusi Indonesia tersebut. Maka dia pun meminta semua pihak untuk mengawasi kinerjanya agar tidak melenceng selama bekerja.
Arief menegaskan keinginannya menjadi hakim MK bukan untuk mencari harta. Sebab dia mengaku sudah punya harta yang banyak warisan dari mertuanya, sehingga tidak ada faktor internal dan eksternal yang dapat melunturkan independesinya sebagai seorang hakim. Bahkan sejak menjadi dosen, dia tidak pernah berpikir untuk mencari uang melainkan ingin mengabdikan ilmu hukum yang didapatnya selama kuliah.
“Ibu mertua saya, warisannya banyak sekali. Saya itu jadi dosen tidak kesulitan apapun, sehingga saya waktu sekolah S2, S3, dan bekerja tidak pernah mencari uang banyak-banyak karena ibu sudah memberi saya warisan yang luar biasa,” ujarnya sambil tertawa.
Dia pun memohon dukungan dan bimbingan dari delapan hakim konstitusi lainnya karena ia belum pernah sekalipun menjabat sebagai seorang hakim. “Saya harus banyak belajar dari bapak ibu hakim karena saya orang baru. Saya belum pernah jadi hakim di tingkat apapun, jadi saya nanti mohon bimbingan dan arahannya untuk belajar menjadi hakim yang bisa menjaga reputasi MK,” ujarnya rendah hati. Penulis: Tian Son Lang | Bio TokohIndonesia.com