Pejuang Kelautan dan Perikanan
Rokhmin Dahuri
[ENSIKLOPEDI] Inilah sosok seorang pejuang kelautan dan perikanan. Sejak kecil, hidupnya sudah menyatu dengan laut, nelayan dan ikan. Gelar doktornya juga tak terlepas dari masalah pengelolaan sumberdaya lautan. Ia juga seorang yang gigih memperjuangkan terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang kemudian dipimpinnya (2001-2004).
Sayang, ia tersandung dugaan korupsi dana nonbudgeter DKP dan dihukum 4,5 tahun. Walaupun dia sendiri menyatakan tidak pernah berniat apalagi melakukan tindak pidana korupsi. Banyak pihak menilai tuduhan korupsi yang ditimpakan kepadanya berbau politis.
Ia dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu 18/1/03. Ia adalah seorang tokoh muda yang pantas dijadikan idola dan teladan. Kisah dan pandangan hidupnya adalah guru yang baik bagi orang lain.
Perawakan dan penampilannya sederhana. Ia ramah dan terbuka. Sosok yang mencerminkan filosofi hidupnya: Menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama umat manusia dan semesta alam, bekerja keras dan profesional serta hidup dekat dengan Tuhan. Filosofi itu dianutnya sejak kecil sampai sekarang, dan mudah-mudahan sampai hayat di kandung badan.
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama dan semesta alam. Itu filosofi hidupnya yang pertama. Bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta untuk seluruh dunia. Sekurangnya ia merasa boleh bercita-cita demikian. Walau sesungguhnya, hal itu bukan lagi sekedar falsafah atau cita-cita. Sebab dalam usia masih relatif muda, 42 tahun, ia sudah mengabdi dalam jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tak mustahil, suatu ketika ia bisa menjabat di sebuah lembaga dunia, seperti di PBB. Sehingga ia makin bermanfaat bagi dunia sekaligus mengharumkan nama baik bangsanya.
Kedua, menjadi orang yang berkerja keras dan profesional. Berpijak dari pandangan hidup ini, ia mengaku menjadi sedih jika di tengah bangsa ini banyak sekali aktor yang ingin hidup enak tanpa kerja keras. Banyak makelar, broker dan pemburu keuntungan tanpa bekerja keras. Hanya mau menjadi calo. Kondisi seperti ini akan membuat suatu bangsa hancur. Seharusnya kita menjadi orang yang bekerja keras, profesional dan bertekad menjadi yang terbaik di bidangnya,” ujarnya ketika berbincang dengan wartawan Tokoh Indonesia di ruang kerjanya.
Ketiga, hidup dekat dengan Tuhan. Karena ridho Tuhan, ia yang tidak memiliki latar belakang politik, non partai, dapat menjadi seorang menteri. Ia memang dari kecil sudah belajar untuk menjadi orang yang dekat Tuhan. Ia yang hanya anak seorang nelayan tradisional telah memperoleh ridho Allah mengecap pendidikan hingga meraih gelar doktor bidang Ilmu Ekologi dan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan dari School for Resources and Environmental Studies Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia Canada, serta menjadi menteri.
Dengan ketiga filosofi hidup itu, sesungguhnya ia juga telah melakukan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, yang belakangan banyak dipublikasikan. Ia tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, yang sebenarnya hanya terbatas 20% dalam hidup ini. Tetapi juga kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk mengelola emosi dan motivasi. Seperti keadaan ketika malas atau ingin marah dan frustasi yang sebenarnya berlangsung sebentar.
Banyak orang yang lebih hebat, mendapat peringkat cumlaude, secara intelektual hebat, namun sedikit yang memberikan kontribusi bagi pekerjaannya. Menurutnya, untuk mengatasi ini, jangan menganggap diri orang yang paling pintar sendiri. Tapi harus pintar untuk menempatkan diri. Kapan harus menunjukan kepintaran. Kapan harus menjadi seorang pemimpin atau dengan rela menjadi seorang yang siap untuk mendengarkan orang lain dan menjadi orang yang dipimpin. Siap menjadi pemimpin dan siap menjadi anak buah.
Sikap seperti ini sering kali dilakonkannya, sebagaimana dituturkan beberapa orang yang sudah lama mengenalnya. Seperti ketika pertama kali ia masuk ke lingkungan DPR/MPR, sebagai pendatang baru dalam dunia politik, ia terlihat banyak belajar dan menjadi anak buah. Tetapi ketika berbicara bidang kelautan ia dengan bijak (tidak menyakitkan orang) mampu menunjukkan bahwa ia terbaik di bidang itu. Jadi ia melengkapi kecerdasan intelektualnya dengan kecerdasan emosional.
Kemudian, kecerdasan spiritual yaitu kemampuan dekat dan bertaqwa kepada Tuhan. Setelah berkerja keras, berdoa dan berbuat sebaik mungkin, namun dari hasil yang diharapkan 100 lalu hanya mendapat 50, itu harus diterima sebagai takdir Tuhan Allah. Kalau hasil yang dicapai tidak terlihat saat ini, mungkin 2 atau 3 bulan ke depan, siapa tahu?
Dengan pandangan hidup tersebut, penganut agama Islam ini, juga mengharamkan politik belah bambu: Mengangkat ke atas dan memijak ke bawah. Dalam meniti karirnya, ia berupaya menjalin networking yang baik, termasuk dengan media massa. Ia telah merasakan pentingnya media massa sebagai networking ketika di IPB. “Saya menjadi populer dalam bidang kelautan melalui media massa,” ungkap lulusan Sarjana Perikanan (1982) dan Magistar Sains Bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (1986) ini dengan jujur.
Sementara mengenai visi dan misi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, ia menekankan perlu kesadaran hidup bersaudara, kemampuan bekerjasama, saling menghargai, mengasihi satu dengan yang lain. Ia melihat di bangsa kita belakangan ini kemampuan itu semakin langka, sehingga muncul banyak konflik, seperti Aceh, Ambon, Sampit dan lain-lain.
Menurutnya, penafsiran bahwa semangat jihad itu diartikan sebagai cara untuk menyerang umat lain, itu salah! Tapi jihad itu seharusnya ditafsirkan sebagai semangat untuk menolong orang lain. Ia yakin seluruh agama mengajarkan manusia untuk hidup sebagai rahmat dan kebaikan bagi orang lain. Namun keadaannya mengapa berbeda? Itu karena ada orang-orang tertentu yang ingin populer dengan menggunakan istilah-istilah, jargon-jargon dan bendera agama.
Penerima piagam penghargaan Dosen Teladan I Tingkat Nasional (1995) dan Indonesian Development Award (1999) ini mengatakan, musuh terbesar umat manusia adalah mengadu domba antarumat manusia. “Kita harus bisa melihat bahwa kehidupan beragama adalah urusan pribadi kita sedangkan di sisi lain kita juga punya kewajiban dalam kehidupan sosial yang perlu dilakukan.”
Ia percaya bila hal itu dilakukan, bangsa ini akan melangkah kepada kehidupan yang produktif, penuh inovasi dan kreatifitas. Bahkan bangsa ini dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. “Jika kita ingin dihargai oleh bangsa lain, kita sendiri harus terlebih dahulu menghagai bangsa sendiri, dengan cara penegakan hukum, penanggulangan KKN dan lain-lain,” kata ayah dari Sri Minawati, Muthia Ramdhini, Rahmania Kannesia dan Sylvana Afiati, buah kasih dengan isterinya Ir Pigoselpi Anas.
Sebelum menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin termasuk salah seorang yang gigih mendukung dan memperjuangkan terbentuknya departemen ini. Sebelum Pemilu 1999, ia dipanggil DPR/MPR untuk memaparkan bidang ini. Begitu juga ketika depatemen ini pertama kali dibentuk dalam Kabinet Persatuan Gus Dur — menteri pertamanya Sarwono Kusumaatmadja, Rokhmin menjabat sebagai Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan sempat dua bulan menjabat menteri — ia selalu berupaya meyakinkan bahwa bidang ini adalah penting.
Saat menjabat Dirjen, ia pernah hampir satu setengah jam memaparkan di hadapan Megawati Sukarnoputri (Wakil Presiden) betapa pentingnya sektor kelautan dan perikanan ini dikembangkan. Hal ini pula, yang dikemukakan Megawati ketika meneleponnya untuk siap membantu sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong-Royong. Presiden Megawati juga tahu bahwa ia anak nelayan asli yang memilki perhatian terhadap nasib nelayan. Ayahnya, H Dahuri Ismail adalah nelayan tradisional. Sementara ibunya, Hj Dasmirah adalah pedagang ikan di pasar.
Sepanjang hidupnya, pria yang lahir di kampung nelayan Gebang Ilir, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, 16 Nopember 1958, ini selalu berhubungan dengan nelayan, lautan dan ikan. Aktivitas masa kanak-kanaknya sampai remaja selalu penuh dengan urusan laut dan ikan. Ia ikut membantu orangtuanya menangkap ikan di laut, mengasinkan ikan dan menjualnya di pasar Cirebon, Kuningan, Bandung dan Bogor.
Maka, sebagai anak nelayan, perhatian Rokhmin terhadap nelayan dan lautan amat besar. Wajar bila sejak kecil ia pun bertekad membangun bidang kelautan dan perikanan. Pada tempatnya pula bila ia dipercaya memimpin DPK. Sebelum menjabat menteri, di almamaternya, ia memimpin Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB (1996-1999). Selain itu, sejak 1997 sampai sekarang masih menjabat Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Program Pasca Sarjana IPB, yang didirikannya.
Pada tahun 1996, bersama Prof Jacob Rais, Ir Sapta Putra Ginting dan Dr MJ Sitepu, ia menulis buku Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Lalu tahun 2000 ia sendiri menulis buku Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat. Serta dalam berbagai kesempatan di dalam dan di luar negeri menyampaikan makalah yang menyangkut masalah kelautan dan perikanan. Selain itu, ia juga sering kali mengikuti pelatihan, seminar, workshop dan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Ia juga yang gigih memperjuangkan perlindungan terhadap sumber daya ikan tuna. Untuk itu, ia menyarankan agar Indonesia masuk Komisi Internasional tentang Tuna.
Falsafah hidupnya telah membentuknya untuk selalu berbuat yang terbaik. Sejak masih di bangku SD hingga SMU, ia juga selalu berusaha menjadi yang terbaik dan selalu juara kelas. Begitu juga semasa kuliah di IPB dan ketika mendapat beasiswa program doktor ke Kanada. Bahkan saat menjadi dosen, ia pun menjadi dosen teladan I Tingkat Nasional. Ia adalah seorang tokoh muda yang pantas dijadikan idola dan teladan. Kisah hidupnya (pengalamannya) adalah guru yang baik bagi orang lain. * Ch. Robin Simanullang