Pembuka Jalan Megawati
Soerjadi
[ENSIKLOPEDI] Soerjadi lahir di Selur, Ngrayun, Ponorogo, Jawa Timur, 13 April 1939. Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) 1986-1993 ini membuka jalan bagi putra-putri Bung Karno untuk berkiprah dalam politik praktis yang kala itu (era Orde Baru) ditabukan pemerintah.
Mantan Wakil Ketua DPR/MPR-RI, (1987-1997), ini mengajak Guruh Sukarno Putra dan Megawati Soekarnoputri menjadi pengurus partai dan ikut dicalonkan menjadi anggota DPR/MPR. Hasilnya, Mega dan Guruh terpilih menjadi anggota DPR/MPR dan perolehan kursi PDI di DPR pun naik dari 24 kursi (1981) menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987, dan menjadi 56 kursi tahun 1992. Sehingga, jika langkah Soerjadi ini dibiarkan, pemerintah Orde Baru mengkuatirkan tak mustahil PDI bisa mengancam mayoritas tunggal Golkar.
Apa lagi kala itu, Soerjadi dengan lantang menyerukan selain menuntut penyelenggaraan Pemilu (Pemilihan Umum) yang Luber (Langsung Umum Bebas dan Rahasia), juga harus Jurdil (jujur dan adil).
Maka, Soerjadi digoyang dan dijatuhkan dari kursi Ketua Umum DPP PDI. Padahal sebenarnya dalam Kongres IV PDI di Medan 1993, Soerjadi sudah dipastikan akan terpilih kembali untuk memimpin PDI periode 1993-1998, mengalahkan Budi Hardjono yang didukung pemerintah. Namun Kongres dibuat macet, sehingga dibentuk DPP PDI Caretaker dipimpin oleh Latief Pudjosakti yang bertugas segera menyelenggarakan Kongres Luar Biasa
Maka, Soerjadi digoyang dan dijatuhkan dari kursi Ketua Umum DPP PDI. Padahal sebenarnya dalam Kongres IV PDI di Medan 1993, Soerjadi sudah dipastikan akan terpilih kembali untuk memimpin PDI periode 1993-1998, mengalahkan Budi Hardjono yang didukung pemerintah. Namun Kongres dibuat macet, sehingga dibentuk DPP PDI Caretaker dipimpin oleh Latief Pudjosakti yang bertugas segera menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.
Kongres Luar Biasa pun diselenggarakan di Surabaya (1993). Pemerintah tetap menjagokan Budi Hardjono. Namun, mayoritas peserta kongres dalam penyampaian pandangan umum sudah menyatakan dukungan kepada Megawati. Akhirnya, Kongres dibuat ricuh hingga tenggat waktu izin habis. Namun, dua jam sebelum izin kongres berakhir, Megawati menyampaikan pernyataan pers bahwa secara de facto dia telah terpilih menjadi Ketua Umum PDI. Kemudian, dalam munas PDI di Jakarta (1994), Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI.
Sekali lagi, walau kali ini secara tidak sengaja, Soerjadi membuka kesempatan bagi Megawati menjadi Ketua Umum PDI. Akibat pemerintah tidak lagi menyukai Soerjadi, dia digusur, tapi ironis bagi penguasa Orde Baru, justru ‘singa betina’ Megawati, penerus dinasti Soekarno, yang naik ke puncak mengalahkan jagoan pemerintah Budi Hardjono.
Lalu, penguasa Orde Baru ‘membujuk’ kembali Soerjadi untuk bersedia kembali memimpin PDI dengan memfasilitasi Kongres di Medan (1996). Dalam kongres di Medan itu, Soerjadi terpilih secara aklamasi. Namun, Megawati cs tidak mengakui Kongres Medan itu, sehingga jadilah dua kepemimpinan PDI yakni PDI Soerjadi yang secara de jure diakui pemerintah dan PDI Megawati yang mendapat dukungan secara de facto.
Puncak pertikaian kedua kubu ini terjadi pada penyerbuan dan pengambil-alihan kantor PDI di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat oleh PDI Soerjadi dari pendudukan PDI Megawati. Peristiwa 27 Juli 1996, itu secara tidak sengaja telah menjadi kesempatan ketiga yang dibuka Soerjadi kepada Megawati menjadi semakin mendapat dukungan besar dari berbagai kalangan. Megawai telah menjadi simbol perlawanan terhadap penguasa Orde Baru. Sehingga terjadilah reformasi yang menghantar Megawati menjadi Wakil Presiden bahkan menjadi Presiden RI 2001-2004. (bersambung) Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com