Pendiri ‘Harian Pedoman Rakyat’
Lazarus E Manuhua
[ENSIKLOPEDI] Pendiri harian Pedoman Rakyat yang terbit di Makassar, Lazarus Eduard Manuhua, meninggal dunia dalam usia 78 tahun, di Rumah Sakit Hikmah Makassar, Selasa malam 25 November 2003, akibat stroke yang telah dideritanya sejak tahun 1991. Tokoh pers kelahiran Ambon, 4 Juni 1925 yang biasa disapa para kerabatnya Tete, ini meninggalkan delapan anak, enam putri dan dua putra. Istrinya, Johanna Leonora Wacanno, telah berpulang lebih dulu tahun 1996.
Jenazah wartawan senior ini dimakamkan di Pemakaman Kristen Antang pada Rabu (27/11), setelah disemayamkan di rumah duka Jln. Cenderawasih I No. 12 Makassar. Tokoh pers nasional penerima Bintang Mahaputra Utama RI (1996) ini dikenal sebagai seorang tokoh pers yang karismatik dan profesional. Ia akan gusar jika di koran lain ada berita bagus, namun di korannya sendiri (Pedoman Rakyat) tidak ada.
Manuhua menjadi wartawan sejak tahun 1943 di Kota Ambon untuk mingguan Sinar Matahari. Sebelum menjadi wartawan mingguan tersebut, dia beberapa kali mengirimkan artikelnya. Artikel pertama yang dimuat Sinar Matahari, yang kemudian selalu menjadi kebanggaannya itu, berjudul Apa Kewajiban Pemuda Indonesia. Ia menjadi redaktur di Sinar Matahari sampai tahun 1947. Setelah hijrah ke Makassar, pada 1 Maret 1947 dia mendirikan Pedoman Rakyat, koran tertua di Makassar. Sampai akhir hayatnya ia menjabat Pemimpin Umum Pedoman Rakyat.
Ia juga sempat menjadi Wakil Pimpinan Antara Makassar (1967-1970), Ketua PWI Cabang (1948) dan Ketua PWI Pusat (1988). Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua kebaktian Rakyat Indonesia Maluku Makassar (1948-1950). Berbagai partai politik pun sempat diikuti, seperti Partai Indonesia Merdeka Ambon (1947) Partai Kedaulatan Rakyat (1948).
Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ambon, Maluku. Sampai menyelesaikan Balai Pendidikan (Taman Siswa) tahun 1941, ia tetap di Ambon. Kemudian melanjutkan studi di Fakultas Sospol Unhas dan selesai 1988.
Penerima penghargaan ‘Pena Emas’ dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga memperoleh penghargaan Penegak Pers Pancasila (1989) saat menjabat pemimpin redaksi Pedoman Rakyat.
Dalam kepemimpinan, ia memandang aset paling utama dari sebuah penerbitan pers adalah sumber daya manusianya. Oleh karena itu, selain memberikan yang terbaik bagi karyawan, ia juga mengupayakan kenyamanan kerja dengan membangun kantor Pedoman Rakyat berlantai lima. Saat itu kantor harian Pedoman Rakyat termasuk paling besar di KTI.
Menurut Dahlan Abubakar, pemimpin Redaksi Pedoman Rakyat , di mata karyawannya, Tete termasuk orang yang sering berlaku unik di kantor. Ia sering berdiri mengintai di belakang wartawan yang sedang menulis berita. Kalau ada kesalahan dia baru menegur.
Pemimpin yang senang berburu binatang ini sangat akrab dengan karyawan dan wartawan. “Tak ada sekat antara kami dengan dia,” kata Dahlan. Begitu pula menyangkut disiplin, Tete sangat peduli bahkan pertama kali kena stroke tahun 1991, ia tetap masuk kantor. “Profesionalitas inilah yang hilang di kantor ini sekarang,” tuturnya.
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama mengenang Manuhua sebagai tokoh pers yang moderat dan independen. Sikap independen dan moderat yang menjadi ciri kategori koran-koran menemukan personifikasinya pada diri Lazarus Eduard Manuhua,” kata Jakob Oetama dalam buku Abdi Pers LE Manuhua: Dari Ambon Ke Makassar Untuk RI, sebuah buku yang diterbitkan tahun 1996 untuk menyambut 70 tahun usia Manuhua.
Dalam buku yang sama Tribuana Said, tokoh pers lainnya, menyebutkan, “Pak Manuhua mempunyai rasa kebersamaan dan kesetiakawanan yang tinggi antarsesama pers.” TI