Tuduhan KKN Terus Menerpa
Probosutedjo04 | Yakin PK-nya Dikabulkan MA

Mahkamah Agung tidak meneliti Memori Kasasi yang diajukan tim pengacara, yang menjelaskan masalah kredit. Semestinya masalah perdata, bukan pidana. Berada di dalam lembaga pemasyarakatan tidak menghentikan semangat dan dedikasi pengusaha Probosutedjo terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung yang dihuninya saat ini, Probo, Abdullah Puteh dan beberapa rekannya sesama narapidana menggagas laboratorium pertanian organik, yang belum pernah ada di lembaga pemasyarakatan manapun.
Sementara itu, di luar sana, orang belum lupa pada prakarsanya membongkar jual beli perkara di Mahkamah Agung. Saat ini, orang-orang yang terlibat kasus itu, termasuk mantan pengacaranya tengah disidangkan.
Pengakuan yang disampaikannya sendiri, sejak tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, pihaknya sudah mengeluarkan dana Rp 16 miliar untuk para penegak hukum. Iming-imingnya selalu, ia akan dibantu untuk mendapatkan putusan yang meringankan. Nyatanya, ia tetap masuk penjara.
Perusahaan HTI-nya, PT Menara Hutan Buana (MHB), dinyatakan terbukti bersalah melakukan mark up luas hutan tanaman HTI PT MHB. Ketidaktelitian Jaksa Penuntut Umum di dalam dakwaannya telah dikukuhkan oleh Majelis Hakim tingkat pertama dan tingkat kasasi. Dan H. Probosutedjo yang menanggung akibatnya. Probo harus meringkuk di dalam penjara selama 4 tahun, membayar denda Rp 30 juta dan mengembalikan dana pinjaman Rp 100,9 miliar. Selebihnya dia harus kehilangan kebebasan, harga diri dan kehormatannya.
Namun Probosutedjo bukan orang yang gampang patah semangat. Mantan guru ini tetap yakin kebenaran akan berpihak pada dirinya yang tidak bersalah.
Melalui tim pengacaranya, ia telah mengajukan Memori Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Salah satu isi Memori Peninjauan Kembali itu antara lain ketidakcermatan lima anggota Majelis Hakim Agung yang mengadili tuduhan korupsi Probosutedjo, yakni dinyatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana bersama-sama, tetapi mengapa hanya Probosutedjo yang diadili? Pihak Probo pun bertanya-tanya, bersama-sama siapa?
Mereka juga tidak meneliti Memori Kasasi yang diajukan oleh tim pengacara yang menjelaskan masalah kredit, semestinya masalah perdata, bukan pidana.
Suatu Kekeliruan
Proyek HTI adalah suatu proyek pelopor atau pioneering project yang berarti sebelumnya tidak pernah ada. Karena sifatnya, maka mengandung resiko yang sangat besar. Selain sifat kepeloporan, resiko lain yang harus ditanggung investor adalah, karena diperlukan modal yang besar dan tanaman untuk jangka waktu yang sangat panjang, sehingga hanya investor pilihan saja yang dapat ditunjuk Pemerintah.
Karena kandungan resiko dan kebutuhan modal yang besar, maka Pemerintah ikut serta dengan DR (Dana Reboisasi) yang diwujudkan sebagai PMP (Penyertaan Modal Pemerintah), melalui PT Inhutani II dan berwujud kredit yang disalurkan lewat Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) sebagai kredit dengan bunga 0%.
Untuk merealisir proyek HTI telah dibentuk suatu perseroan terbatas yang dinamakan PT Menara Hutan Buana (PT MHB). PT MHB merupakan joint venture/patungan antara PT Wonogung Jinawi (swasta) dan PT Inhutani II (BUMN). Adapun Direktur Utama PT MHB adalah H. Probosutedjo.
PT MHB ini yang mengerjakan proyek HTI sehingga dengan demikian PT MHB yang menerima DR yang disalurkan baik lewat PMP (PT Inhutani II) dan lewat kredit BEII.
PT MHB diberi oleh pemerintah lahan seluas 268.585 hektar untuk dikembangkan menjadi Hutan Tanaman Industri, berjangka waktu 25 tahun. MHB memperoleh lahan tersebut Februari 1998, berdasarkan PP No.7 Tahun 1990 dan SKHPHTI. Setiap tahun, MHB harus melaksanakan program penanaman 20.000 hektar, atau 268.585 hektar dalam 13 tahun. Artinya jauh lebih cepat dari waktu 25 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah.
Program ini akan berjalan sesuai jadwal kalau tidak dihentikan tahun 1999 pemerintah yang dipimpin oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid. Sampai saat itu, penyertaan modal pemerintah baru Rp 43.474.996.000 dari yang direncanakan Rp 100.931.585.000.
Menurut ketentuan SKB Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan (No. 496/Kpts-11/94 dan No. 533/KMK-O17/1994), pendanaan pembangunan HTI dalam bentuk kerjasama BUMN dengan perusahaan swasta: Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) lewat BUMN yang berasal dari Dana Reboisasi sebesar 14%, PMS 21 % dan pinjaman dari DR 32,50%. DR untuk pembangunan HTI hanya diberikan untuk satu daur. Pemberian dan pengembalian pinjaman DR diatur oleh perjanjian akad kredit antara bank penyalur dengan pemegang HPH-HTI.
Jadi keputusan Majelis Hakim yang menyidang perkara Probo; harus membayar ganti ke rekening Menteri Kehutanan “keliru”. Semestinya dana dikembalikan kepada bank penyalur dan otomatis akan kembali ke Departemen Kehutanan, karena Bank Exim (sekarang Bank Mandiri) hanya sebagai penyalur.
Mendambakan Supremasi Hukum
Masa Hak Pengusahaan HTI adalah selama 43 tahun. Maksudnya agar modal investor bisa kembali, karena investasi HTI berjangka panjang, yakni 8 tahun baru panen. Selain itu HTI berisiko tinggi dan memerlukan modal besar. Karenanya HTI pulp harus diusahakan dalam areal di atas 100.000 hektar.
Para peminat pembangunan HTI diharuskan membuat percobaan dengan berbagai persyaratan. Yang lulus dalam uji coba, diberi SKHPHTI oleh Menteri Kehutanan. PT. MHB mengadakan percobaan sejak tahun 1994, dan baru diberi SKHPHTI pada tahun 1998, setelah Departemen Kehutanan meneliti hasil pemeriksaan khusus, Oktober 1997.
PT MHB sebelum menerima SKHPHTI, telah menanam akasia mangium seluas 26.585 hektar, dari areal yang dicadangkan Dep. Kehutanan seluas 268.585 hektar. Artinya, PT. MHB telah melaksanakan percobaan dengan baik. Keberhasilan tersebut, karena sejak awal MHB memperkerjakan tenaga-tenaga ahli di bidang perencanaan hutan, silvikultur dan pengolahan hutan. Juga, MHB telah membangun prasarana, membuka lahan siap tanam seluas 41.102 hektar dan pengadaan bibit siap tanam.
Hasil penelitian Departemen Kehutanan, tanggal 8 Oktober 1997, membuktikan PT MHB melakukan pekerjaan dengan baik, karena menempatkan tenaga-tenaga ahli dari Departemen Kehutanan, antara lain, Ir. Wartono Kadri sebagai Komisaris Utama dan Ir. Djauhari sebagai Direktur Operasional, atas petunjuk Menteri Kehutanan.
PT. Wonogung Jinawi, milik Probo, menyiapkan biaya awal tanaman percobaan seluas 4.000 hektar tahun 1994. Di dalam penyelidikannya, JPU melakukan “keliruan”, menjustifikasi bahwa sejak awal PT. MHB menggunakan Dana Reboisasi untuk membangun HTI-nya.
Probo segera mengajukan PK, karena dia sudah mematuhi keputusan MA dalam amar kasasi. Ia berharap majelis hakim yang memeriksa PK-nya bersikap lebih adil dan memutuskan dirinya tidak bersalah. Sehingga dia kembali bebas dan melanjutkan dedikasinya kepada orang banyak.
Ia dituduh merugikan negara sebesar Rp 100.931.585.000. Kemudian, setelah sejumlah uang tersebut ditransfer ke rekening Menteri Kehutanan, ternyata dirinyalah yang dirugikan akibat kekeliruan keputusan Majelis Hakim Kasasi yang kurang cermat dan tidak memahami ketentuan pembangunan HTI.
Dalam Memori PK, Probo memohon majelis hakim membebaskan dirinya dari semua dakwaan (vrijspraak) dan melepaskannya dari segala tuntutan hukum serta membebankan ongkos perkara pada Negara.
Probo sangat yakin, Memori PK yang diajukannya akan mengungkapkan bahwa dirinya tidak bersalah. Koran Indonesia No.2/retno handayani