
[ENSIKLOPEDI] Siti Latifah Herawati Diah kelahiran 3 April 1917 adalah pendiri harian berbahasa Inggris Indonesian Observer (1955). Dia bersama suami B.M. Diah adalah pelaku catatan panjang jurnalisme Indonesia. Suaminya B.M. Diah adalah pendiri dan pemilik koran “Merdeka” yang diterbitkan pertama kali Oktober 1945. tujuannya untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diproklamirkan 17 Agustus 1945.
Herawati Diah pada usia muda 22 tahun, awalnya sebagai stringer di United Press International (UPI) sebuah kantor berita dari Negeri Paman Sam Amerika Serikat, adalah masa pertama kali memasuki dunia jurnalisme. Pada masa pendudukan Jepang itu pula dia resmi menikah dengan B.M. Diah.
Ketika terbetik kabar bahwa suaminya B.M. Diah mempunyai istri lagi maka tanpa dapat terbendung “rumahtangga kemerdekaan” mereka tak urung sempat retak jadinya. Namun yang paling membuat Herawati pernah sedih adalah kenyataan bahwa “penanda terpenting” kehidupan perkawinan mereka yakni harian “Merdeka” harus mati suri untuk beberapa saat lamanya.
Kesedihan itu belakangan secara perlahan namun pasti telah berubah menjadi sedikit senyum lega. Pasalnya pembenahan manajemen telah berhasil menghidupkan kembali harian “Merdeka”. Namun sekaligus dia harapkan pula agar manajemen jangan hanya bisa membuat harian tersebut siuman melainkan harus mampu jaya berkibar kembali sebagaimana di awal Kemerdekaan R.I. saat harian “Merdeka” menempati posisi sebagai harian terpenting yang mengawal api semangat kemerdekaan.
Sebagai orang media Herawati tahu betul bahwa bisnis media sekarang tak lagi sesederhana tempo doeloe. Belakangan di era reformasi suratkabar baru berhak lahir seperti jamur di musim hujan. Inilah yang membuat Herawati tetap berharap-harap cemas masih adakah pembaca dan peminat lama harian “Merdeka”.
Di usia sepuhnya wanita tokoh pers tiga zaman ini menghabiskan sebagian besar waktu uzurnya di sebuah rumah besar di kawasan elit Taman Patra X/10, Kuningan, Jakarta Selatan. Ketiga orang anaknya sudah mandiri semua bahkan sukses dalam kehidupan di dunia masing-masing. Selain di rumah dia masih mempunyai beragam aktivitas luar rumah. Untuk memudahkan segala sesuatunya dia dibantu oleh seorang sekretaris untuk mengatur berbagai pekerjaan dan aktivitas luar rumah sehari-hari. Seperti menghadiri rapat Komnas Perempuan, mengikuti program klub osteoporosis, atau bermain bridge.
Karena termakan usia Herawati mulai mengalami gangguan osteoporosis atau perapuhan tulang sehingga memaksanya untuk mengurangi aktivitas fisik. Untuk mengatasi gangguan fisik itu dia masuk menjadi anggota klub kesehatan osteoporosis di Senayan. Biasanya setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu pukul enam pagi Herawati sudah tiba di Senayan mengikuti program klub osteoporosis tersebut.
Perempuan yang kendati telah jauh melewati usia 80 tahun namun masih saja suka memakai kain kebaya ini sering tampak terlihat menghadiri rapat-rapat di Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Selain itu bersama beberapa orang ibu-ibu penggemar bridge dia ikut bergabung berkumpul-kumpul dan bermain seminggu sekali secara bergiliran di rumah para anggotanya. Di perkumpulan ibu-ibu penggemar bridge ini usia rata-rata anggota sudah jauh di atas 70 tahun sehingga tidak mengherankan jika mereka rata-rata fasih berbicara dalam bahasa Belanda atau bahasa Inggris atau kedua-duanya. ht, dari berbagai sumber terutama Pantau