Dirut PT Jasa Marga
Frans Satyaki Sunito
[DIREKTORI] Frans S. Sunito, Direktur Utama PT Jasa Marga, lahir 9 Mei 1949. Sebelumnya, lulusan S1 Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung (1974), itu menjabat Direktur Pengembangan dan Niaga PT Jasa Marga (1998-2006), Direktur Teknik dan Pengembangan Usaha PT Wijaya Karya (1997-1998), Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha PT Wijaya Karya (1990-1992). Atas pengabdiannya, dia telah dianugerahi penghargaan Satyalancana Wirakarya didapat pada tahun 1997.
PT Jasa Marga akan membangun tiga ruas jalan tol baru senilai Rp6,7 triliun. Bagaimana Jasa Marga mendanainya? Frans Sunito memaparkannya kepada Prayogo P. Harto dari Warta Ekonomi. Petikannya:
Apa saja proyek-proyek Jasa Marga tahun 2007?
Kami akan membangun tiga jalan tol baru. Pertama, Bogor Ring Road, mulai dari Sentul hingga Bogor Barat, sepanjang 12 kilometer dengan investasi Rp200 miliar. Kedua, Semarang-Solo sepanjang 72 kilometer dengan biaya Rp5 triliun. Terakhir, Gempol-Pasuruan sepanjang 32 kilometer dan menelan biaya Rp1,5 triliun. Kami harap tahun 2009 semuanya sudah beroperasi.
Berarti tahun depan Jasa Marga butuh dana besar. Sumber dananya?
Pertama, tahun depan kami akan go public. Kedua, dengan bertambahnya modal dari go public, kami berharap bisa mengajukan pinjaman lebih besar lagi ke perbankan. Pinjaman itu akan kami pakai untuk membangun jalan tol. Ketiga, setelah jalan tol beroperasi, kami akan melakukan refinancing, antara lain, dengan mengeluarkan obligasi.
Mengapa tidak minta saja kepada pemerintah?
Bisa saja, tetapi tentu berat bagi pemerintah kalau harus menambah penyertaan modalnya. Padahal, kami harus segera memperkuat struktur permodalan. Jadi, satu-satunya jalan, ya, go public.
Anda tidak tertarik mencari dana dari luar negeri?
Risikonya besar. Apalagi pinjaman luar negeri biasanya untuk proyek-proyek jangka panjang. Padahal, makin lama makin besar pula risiko mismatch-nya. Sebenarnya di Indonesia banyak dana, yang disimpan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Jumlahnya sampai Rp200-an triliun. Akan lebih baik kalau uang itu disalurkan ke sektor-sektor produktif.
Berapa besar kerugian Jasa Marga akibat kasus lumpur panas Lapindo Brantas?
Ada dua klaim yang kami ajukan ke Lapindo. Pertama, kerugian kehilangan pendapatan akibat genangan lumpur di jalan tol milik Jasa Marga. Kerugian kami sekitar Rp60 juta per hari. Kedua, kerugian akibat kerusakan alam. Namun, karena pemerintah sudah memutuskan tak akan memfungsikan kembali jalan tol itu, kami harus membuat ruas jalan tol baru. Untuk itu, kami mengajukan klaim agar seluruh biaya pembuatan jalan tersebut menjadi tanggungan Lapindo.
Bagaimana tanggapan Lapindo?
Kami belum mendapat ganti rugi. Negosiasi masih jalan terus. Saya pribadi menilai Lapindo masih memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini.
Kapan jalan tol digratiskan?
Jalan tol yang dikelola swasta ada masa konsesinya, misalnya, 40 tahun. Setelah lewat 40 tahun, jalan tol itu dikembalikan ke pemerintah. Selanjutnya terserah pemerintah, mau digratiskan atau tidak. Namun, sebaiknya tidak gratis karena jalan tol masih butuh biaya untuk pemeliharaan atau perbaikan. Kalau digratiskan, biaya-biaya itu akan menjadi beban APBN. Ujung-ujungnya, masyarakat juga yang kena. (Jum’at, 19 Januari 2007 12:36 WIB – warta ekonomi.com)
***
Frans Satyaki Sunito:
Jasa Marga Harus Tumbuh Berkesinambungan
Jakarta-Dalam waktu tidak terlalu lama lagi, seluruh ruas jalan JORR (Jakarta Outer Ring Road) akan tersambung. Saat ini, kurang lebih masih terdapat 16 km lagi ruas jalan yang belum dibangun, yakni seksi W2 utara (Ulujami-Kebon Jeruk) sepanjang 8 km dan W1 (Penjaringan-Kebon Jeruk) yang panjangnya kurang lebih sama. Seksi W1 yang paling ujung nantinya akan menyambung dengan jalan tol Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Kalau seluruh JORR sepanjang 42 km sudah tersambung, termasuk seksi W2 utara dan W1, warga dari Selatan yang ingin ke Bandara bisa melalui Tol Pondok Indah-Kebon Jeruk langsung ke Jalan Tol Bandara. Jadi tidak perlu ke tengah kota.
“Sama seperti orang Bogor yang mau ke Bandara tidak perlu lewat tengah kota sehingga tidak menambah penuhnya kota. Makanya namanya Ring Road, jalan lingkar,” kata Direktur Utama PT Jasa Marga Frans Sunito beberapa waktu lalu kepada SH di ruang kerjanya.
Sekarang, Anda yang dari Bogor menuju Grogol misalnya harus melalui pusat kota. Kalau JORR jadi, Anda yang menuju Timur atau Barat, bisa melalui JORR kemudian baru masuk ke kota dari titik terdekat.
Jasa Marga berharap untuk ruas W2 Utara, masalah pembebasan lahan bisa segera diselesaikan, bekerja sama dengan Pemda DKI. “Pemda DKI share tanahnya, kita konstruksinya,” katanya.
Jika kerja sama ini berhasil, katanya lagi, tahun 2007 pekerjaan fisik sudah bisa dilakukan dan selanjutnya pada 2008 sudah bisa beroperasi.
Frans menjelaskan kondisi seksi W2 Utara berbeda dengan W1 yang sudah ada investornya sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama akan dimulai pembangunannya.
“Tahun ini juga mudah-mudahan mulai pembangunan fisik sehingga tahun 2007 bisa beroperasi. W1 tidak memiliki masalah lahan karena dibangun di antara dua jalan yang ada,” katanya.
Selain JORR, Jasa Marga juga akan memulai pembangunan tiga ruas baru, yakni Bogor Outer Ring Road dari Jagorawi atau Sentul menuju Barat (Darmaga), kemudian jalan tol Semarang-Solo dengan tahap pertama Semarang-Bawen dan di Jawa Timur Gempol-Pasuruan. “Itu ruas-ruas tol yang segera dibangun,” katanya.
Di samping membangun ruas tol baru, Jasa Marga juga merencanakan modernisasi pengoperasian jalan tol. Frans Sunito mengungkapkan pihaknya akan segera memperkenalkan smart card, kartu tol menggunakan chip.
Tidak lagi seperti sekarang yang caranya sudah sangat usang. Kalau masuk tol diberi kartu plastik dan menyerahkannya di pintu keluar seraya membayar sejumlah uang. Ke depan kartu hanya dibaca secara elektronik.
Modernisasi lainnya di bidang pengoperasian adalah sistem informasi. Frans berharap pengguna jalan tol dalam kota sudah bisa merasakan perubahan sistem informasi yang lebih informatif.
Kalau dulu pengguna jalan tol mendapat informasi yang sifatnya normatif, sekarang Jasa Marga memberi informasi yang lebih terukur, misalnya ruas Cawang-Tebet tersendat hingga kecepatan hanya 20-30 km/jam.
“Holding”
Pada kesempatan itu, Frans juga menuturkan rencana jangka panjang Jasa Marga, di mana setiap jalan tol yang dimilikinya akan dijadikan anak-anak perusahaan. Jasa Marga akan menjadi semacam holding dengan anak-anak perusahaan yang masing-masing bisa menjual sahamnya untuk pengembangan jalan tol baru.
Frans mengakui Jasa Marga memiliki beberapa ruas tol yang dari awal memang tidak bisa mencetak keuntungan mengingat tingkat lalu lintasnya yang sangat rendah sejak awal pembangunannya dan sampai sekarang tidak banyak berubah.
Ruas tol tersebut Belawan-Medan-Tanjung Morawa di Sumatra Utara, Palimananan-Kanci dan Semarang Ring Road. Ketiga ruas tersebut mendapat subsidi silang dari ruas jalan lain.
Juga banyak ruas-ruas jalan yang baru belakangan ini mencapai kelayakan karena waktu pertama dibuka tingkat lalu lintasnya masih terlalu rendah. Ruas tersebut memang memikili prospek kelayakan tetapi masih perlu waktu cukup untuk mengembalikannya.
Frans menegaskan untuk ketiga ruas tersebut tidak akan dapat mengejar karena terlalu rendah tingkat lalu lintasnya dan itu akan terus menjadi beban Jasa Marga sampai kapan pun juga.
Terkait rencana pemerintah membangun jalan 1000 km, Frans mengatakan dari tiga ruas tol Jasa Marga yang merugi dua di antaranya merupakan bagian dari Trans Java, yakni Semarang-Solo dan Gempol-Pasuruan.
Sementara itu, Jasa Marga juga bekerja sama dengan investor yang mempersiapkan Cirebon-Cikampek sepanjang 120 km. “Jadi dari Trans Java tersebut, Jasa Marga secara aktif terlibat dalam pembangunan Cirebon-Cikampek, Semarang-Solo, dan Gempol-Pasuruan,” ujarnya.
Ia menceritakan awalnya Ruas Cikampek-Cirebon dibagi tiga, Sadang-Subang, Subang-Dawuan, Dawuan-Palimanan. Tetapi karena takut tidak tersambung, akhirnya oleh pemerintah dijadikan satu. Jadi ketiga investor tersebut bergabung menjadi satu perusahaan.
Di setiap ruas tadi Jasa Marga memiliki saham sekitar 15 persen. Menurut Frans, kalau jalan Tol Cikampek-Cirebon sudah jadi akan bagus sekali dan Jasa Marga pastinya menginginkan untuk mengoperasikannya karena sebelumnya sudah mengoperasikan Jakarta-Cikampek dan Cirebon-Palimanan.
“Dengan adanya jalan Tol Cikampek-Cirebon, lalu lintas di Tol Palimanan-Kanci juga akan lebih ramai karena adanya true traffic dari Jakarta-Cikampek, Cikampek-Cirebon,” ujarnya.
Dana Bank
Soal pendanaan untuk membangun jalan tol, Frans mengatakan secara prinsip Jasa Marga menggunakan dana bank dengan pertimbangan sifatnya yang lebih fleksibel. Artinya, Jasa Marga bisa menarik dana sesuai kebutuhan karena membangun jalan tol belum tentu lancar sesuai apa yang dijadwalkan. Sehingga diharapkan, dana tersebut lebih fleksibel mengikuti jadwal.
“Kalau kita meminjam di bank, bank menyediakan dana dalam jumlah tertentu tetapi penarikannya tergantung kebutuhan kita,” tegas dia.
Frans melanjutkan bila jalan tol tersebut sudah selesai dibangun dan Jasa Marga sudah tahu persis berapa dana bank yang dipinjam, kebijakan manajemen melakukan refinancing (pembiayaan kembali) dengan menerbitkan obligasi.
Pada Juni 2006 Jasa Marga akan menerbitkan obligasi kurang lebih Rp 1 triliun. Obligasi itu untuk membayar kembali utang bank, tujuannya ada dua, bunga obligasi lebih murah dan jangkanya lebih panjang.
Sekarang ini perbandingan utang dengan modal (debt to equity ratio/DER) Jasa Marga menurut Frans sudah hampir maksimum, kurang lebih 3,8 persen. Sementara itu, rasio utang dengan modal idealnya maksimum 3,1 persen. “Jadi kita harus menambah modal agar pinjaman bisa lebih besar lagi,” katanya.
Ia menambahkan karenanya jika izin dari pemegang saham sudah keluar, Jasa Marga akan melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) yang direncanakan akhir tahun ini. Alasan pelaksanaan pada akhir tahun, Frans mengatakan Jasa Marga perlu waktu untuk mempersiapkan diri di samping waktunya yang dianggap paling tepat.
Frans menuturkan modal tambahan yang dibutuhkan Jasa Marga sebenarnya mencapai Rp 3 triliun. Tetapi untuk mendapatkannya prosesnya secara bertahap. Target IPO Jasa Marga tahun ini berkisar Rp 1 sampai Rp 1,5 triliun.
Menurutnya, jika Jasa Marga tidak bertumbuh dengan modal sebesar itu, tidak masalah. Hanya saja Jasa Marga ingin tumbuh, untuk itu diperlukan uang yang terdiri dari modal dan pinjaman. Jadi dua-duanya harus bertambah. “Jasa Marga perlu bertumbuh sebab jalan tol yang sekarang ini akan ada habisnya,” katanya. Danang J Murdono, Sinar Harapan, Senin, 29 Mei 2006)