Pakar Jamkesmas
Ali Ghufron Mukti
[DIREKTORI] Pakar Jamkesmas ini diangkat sebagai Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang pertama. Dekan termuda Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada saat berusia 46 tahun ini dikenal sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat yang ikut mempelopori lahirnya sistem jaringan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Ide brilian yang pada awalnya dilakukan di daerah Yogyakarta ini kemudian diadopsi pemerintah untuk diterapkan secara nasional.
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap orang. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 yang tercantum pada pasal 28H”…setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan hal tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebetuhan tersebut dengan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Pada awalnya Jamkesmas pertama kali dilakukan di daerah Yogyakarta yang kemudian diadopsi pemerintah pusat untuk dilaksanakan secara nasional.
Lahirnya Jamkesmas ini tidak lepas dari rasa kepedulian seorang sosok Ali Ghufron terhadap kesehatan masyarakat, yang dipeloporinya saat ia menjadi Ketua Pengelola Gama Medical Center (GMC). Peraih master di bidang Tropical Hygiene (Epidemiology) dari University of Mahidol, Bangkok, Thailand dan doktor di bidang kesehatan masyarakat di Universitas Newcastle, Australia, inipun berharap program kesehatan yang dibuatnya bisa berjalan dengan baik khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik dengan catatan orang kaya harus tetap membayar.
Ghufron begitu namanya dipanggil akrab, sangat getol memperjuangkan sistem pelayanan masyarakat ini. Sebagai pemrakarsa yang ikut berperan menggodok konsep Jamkesmas dan Jamkesda itu. Ia juga menjadi salah satu penyokong pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk mewujudkannya iapun berharap agar anggaran kesehatan dinaikkan 5 persen dari APBN. Ia menggambarkan bahwa selama ini total pengeluaran kesehatan hanya 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) masih terlalu rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam yang sudah mencapai 7 persen PDB begitu juga dengan Malaysia sudah mencapai 4,4 persen dari PDB.
Pentingnya peningkatan layanan kesehatan terhadap masyarakat ini, juga sejalan dengan himbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menunjuk dirinya sebagai Wakil Menteri Kesehatan di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, 13 Oktober 2011. Sebagai pakar dalam masalah pembiayaan kesehatan, bersamaan dengan pengangkatan dirinya sebagai wamenkes, Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam tahap pembahasan di parleman, yang sangat penting untuk diperjuangkan.
Ghufron berharap program kesehatan yang dibuatnya bisa berjalan dengan baik khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik dengan catatan orang kaya harus tetap membayar.
Presiden SBY sendiri memberikan arahan kepada Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan capaian kinerja pelayanan kesehatan masyarakat terutama bagi masyarakat miskin yang ekonominya lemah. Tidak hanya itu, Presiden juga menghimbau untuk terjun langsung ke masyarakat untuk mengetahui perkembangan kondisi di lapangan. “Presiden tekankan untuk lebih prioritaskan pendekatan untuk layanan kesehatan bagi masyarakat ekonomi lemah. Presiden juga minta pimpinan dan jajaran kesehatan agar lebih sering turun ke lapangan, sehingga kebijakan program bisa diimpelementasikan dengan baik,” kata Ghufron kepada wartawan.
Terpilinya Ghufron sebagai Wakil Menteri Kesehatan, tidak lepas dari pemikiran-pemikiran yang dicetuskannya seperti Jamkesmas dan keahlian masalah pembiayaan kesehatan. Selain itu, saat menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UGM, ia tergolong berhasil membawa Fakultas Kedokteran UGM masuk dalam Top World University. Menempati urutan ke-103 dari sekitar 1.000 fakultas kedokteran di dunia dari sebuah lembaga survei, Time Higher Education Survey (THES)-QS World University Rankings 2009 untuk kategori bidang ilmu Life Sciences and Biomedicine. Selain itu pada 9 Oktober 2011, THE-QS juga menempatkan FK UGM berada dalam peringkat teratas pada kategori ilmu biomedis, di atas Universitas Indonesia yang berada di peringkat 126 dan Universitas Airlangga di peringkat 224.
Prestasi yang membanggakan ini bagi Fakultas Kedokteran UGM yang diraih selama tiga tahun berturut-turut tidak lepas dari terobosan-terobosan yang dilakukan Ghufron. Diantaranya melakukan perubahan, dengan memperbesar pemberian insentif dan perbaikan SDM di fakultas tersebut. Selain itu meningkatkan proses pembelajaran dan penambahan keahlian bagi lulusan dokter. Serta manajemen pengelolaan yang lebih akuntabel, partisipatif dengan memanfaatkan teknologi informasi kepada staf pengajar, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Namun ada obsesi terakhir yang ingin diwujudkannya sebelum diangkat menjadi wakil menteri, selain mendapatkan pengakuan dunia melalui THE-QS, ia juga mendambakan pengakuan akreditasi yang bersifat regional dari ASEAN University Network (AUN).
Ali Ghufron lahir di Blitar pada 17 Mei 1962 dari pasangan Imam Mukti dan Siti Qonaah. Keluarganya hidup dengan sederhana. Ayahnya bekerja sebagai pedagang kain (tukang jahit). Kadang untuk menambah penghasilannya, ayah Ghufron di sela-sela waktunya memanfaatkan keahliannya menyepuh logam seperti pernak-pernik perhiasan agar kelihatan seperti emas. Dari sanalah ayahnya memperoleh tambahan penghasilan untuk menafkahi keluarganya dengan lima anak.
Sebagai anak yang ingin berbakti pada orangtua, Ghufron tidak mau lepas tangan, ia juga turut membantu orangtuanya untuk biaya pendidikannya. Menjadi buruh pengrajin berlian pernah dilakukannya saat duduk di bangku SMP. Meski turut bekerja membantu orangtua, Ghufron tidak melalaikan tugas belajarnya, ia tergolong anak cerdas dan berprestasi. Ia belajar mandiri tanpa disuruh orantuanya. Ia terbiasa bangun malam atau subuh untuk belajar. Sehingga sejak SD ia selalu menjadi juara kelas. Begitu juga saat dirinya duduk di bangku SMP, ia selalu menjadi langganan beasiswa. Prestasi tersebut terus berlanjut hingga SMA. Selain itu, sebagai muslim yang taat, ia tak meninggalkan kewajiban agamanya untuk sholat.
Meski datang dari keluarga sederhana dengan kondisi ekonomi keluarga terbatas. Tidak menyurutkan semangatnya untuk bercita-cita menjadi dokter. Cita-cita untuk menjadi dokter sudah terpatri dalam pikirannya sejak ia masih duduk di SD. Karena ia melihat dokter sebagai tugas yang mulia, dapat membantu orang yang susah. Apalagi saat dirinya sakit pernah mendapatkan sentuhan tangan seorang dokter.
Namun demikian ia sempat dimarahi dokter tersebut. “Waktu kecil, kelas lima SD, saya kena demam panas lalu berobat ke dokter praktik yang letaknya jauh dari rumah. Saya datang sendiri. Lalu dimarahi, diminta uang suruh bayar Rp 500. Saya pikir sudah dimarahi kok malah diminta uang, mahal lagi. Kalau begitu, kapan-kapan aku juga harus jadi dokter. Kelihatannya jadi dokter kok enak gitu,” kata Ghufron kepada Sindonews.com.
Akhirnya setelah lulus dari SMA Negeri 1 Blitar tahun 1982, Ghufron memilih kuliah di Fakultas Kedokteran UGM. Ketika menjadi mahasiswapun, Ghufron di tengah kebertasan ekonomi, terkadang membeli bukupun tidak mampu. Namun ia tidak kehabisan akal untuk mengatasinya, di luar jam kuliahnya, iapun memilih mendatangi rumah dosen-dosennya untuk mendapatkan ilmu dari mereka. Iapun rela membayar jerih payah dosen yang mau berbagi ilmu kepadanya, mengajari anak-anak dosen tersebut belajar mengaji.
Namun usahanya tidak sia-sia, iapun berhasil menjadi sarjana. Setelah berhasil mengondol gelar dokter, ia memilih berkarier di almamaternya sebagai dosen. Kariernya terus menanjak saat ia terpilih menjadi Ketua Pengelola Gama Medical Center pada tahun 2004 yang menjadi cikal bakal jaminan kesehatan masyarakat dan jaminan kesehatan daerah yang kemudian diadopsi pemerintah pusat dan daerah. “Kami ikut membidani jamkesmas, jamkesda, sebagai bentuk kontribusi. Aslinya konsep ini dari GMC itu,” kata Ghufron kepada Tempo.
Sementara saat dirinya menjadi Dekan FK UGM juga tergolong unik. Ia mendaftarkan diri pada saat-saat terakhir, dua jam sebelum pendaftaran ditutup. Namun pada akhirnya, ia terpilih dan mengantarkannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus menjadi dekan termuda, 46 tahun dalam sejarah fakultas tersebut pada tahun 2008. san