Pakar Statistik Dampingi Mentan
Rusman Heriawan
[DIREKTORI] Dr. Rusman Heriawan dikenal sebagai praktisi statistik yang kemudian berkecimpung dalam bidang pertanian. Sebagai statistikawan, ia menjabat sebagai Kepala BPS sejak 2006-2011. Pria yang dinobatkan sebagai Ketua Biro Statistik Asia-Pasifik dan Ketua statistik negara-negara Islam ini dipercaya sebagai Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) periode 2011-2014.
Banyak kalangan tidak menyangka bahwa Rusman Heriawan akan diangkat menjadi Wakil Menteri Pertanian. Rusman selama ini lebih dikenal sebagai praktisi statistik yang banyak berkutat dalam penyajian data mulai dari merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data untuk kebutuhan pemerintah maupun publik.
Meski berbeda, bidang statistik dan pertanian tetap memiliki keterkaitan. Rusman di akhir masa jabatannya memimpin Biro Pusat Statistik (BPS), akhirnya dipercaya masuk dalam jajaran kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai wakil menteri pertanian mendampingi Suswono periode 2011-2014.
Terpilihnya Rusman sebagai wakil menteri pertanian memunculkan optimisme baru. Ia diharapkan dapat membangkitkan kembali sektor pertanian apalagi sesuai dengan arahan Presiden SBY yang melantiknya pada 19 Oktober 2011, dapat mewujudkan swasembada dan surplus produksi beras 10 juta ton pada 2014.
Bagi kalangan media, nama Rusman Heriawan sudah tidak asing lagi. Karena selama menjabat sebagai Kepala BPS, ia kerap menjadi sumber rujukan informasi seputar inflasi, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, kemiskinan dan pengangguran.
Selama lima tahun memimpin BPS (2006-2011), ia tergolong berhasil memimpin lembaga survey milik pemerintah tersebut dengan melakukan sejumlah terobosan seperti mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kualitas tenaga-tenaga peneliti di BPS yang ditandai dengan makin meningkatnya kepercayaan publik kepada BPS dalam menyediakan data statistik yang lebih baik.
Ia juga melakukan reformasi birokrasi melalui proyek Statistical Capacity of Building for Change and Development of Statistics (STATCAP-CERDAS), sebuah program lima tahunan (2010-2014) untuk mewujudkan kualitas data BPS yang lebih baik dan akses yang lebih baik untuk publik terhadap berbagai data yang dihasilkan BPS.
Meski demikian, lembaga pelat merah ini cukup sering menuai kritik setiap kali mempublikasikan hasil kajiannya dan kerap dituding menyajikan data-data yang tidak akurat, apalagi bila terkait dengan data-data pengangguran dan kemiskinan. Rusman sendiri bisa memaklumi kritikan itu. Satu hal yang pasti, ia selalu bekerja dalam kerangka profesionalisme dan transparansi, lepas dari intervensi pihak manapun.
Sehingga ketika kritik dialamatkan kepada BPS, Rusman tetap yakin bahwa BPS telah memberikan suatu data secara objektif yang bisa menyajikan potret yang sebenarnya tentang kondisi kehidupan di Indonesia.
Sebagai peneliti BPS, Rusman Heriawan banyak berkutat dengan neraca nasional, perdagangan, jasa, pembangunan daerah, rencana strategis, tenaga kerja, upah, dampak pembangunan, hingga studi pengembangan akuntansi Indonesia. Ia mengawali karirnya di BPS setelah lulus dari Akademi Statistik yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik pada tahun 1974.
Pria kelahiran Bogor 4 November 1951 ini mengawali karirnya dengan bekerja pada Bagian Pendapatan Nasional BPS. Kemudian karirnya terus menanjak dengan duduk sebagai Kasubag Konsulidatsi Neraca Sektor, Kepala Bagian Neraca Sektor Publik. Pada tahun 1993, ia menjabat sebagai fungsional statistik muda, pernah menjabat sebagai peneliti muda hingga sebagai ahli peneliti utama pada 2000. Kemudian ia menjadi deputi kepala hingga diangkat sebagai Kepala BPS sejak 28 Juni 2006 hingga 2011.
Sebagai statistikawan, kemampuannya dalam dunia perstatistikan mendapatkan pengakuan dari berbagai negara dengan ditunjuknya Rusman sebagai Ketua Biro Statistik ESCAP (Economic and Social Commision for Asia and the Pasific). Di bawah kepemimpinannya, BPS kerap menjadi rujukan di Kawasan Asia-Pasifik. Oleh sebab itulah, Rusman juga didaulat memimpin organisasi statistik negara-negara Islam (IOC).
Ia juga sering diundang menjadi moderator, penyaji dan peserta pada berbagai seminar mengenai statistik. Baik yang diselenggarakan institusi dalam negeri maupun luar negeri. Seperti IDE, MITI, JAPOR, WTO, ESCAP, JICA, ADB, World Bank dan sebagai penyaji di Meeting on Social Indicators and Social Accaunting, OECD, Seoul.
Empat Masalah Kemiskinan
Dalam bidang pertanian, data-data yang disajikan BPS memiliki peranan yang besar dalam menformulasikan kebijakan strategis untuk mengelola masalah pertanian. Seperti untuk mengetahui luas panen, produksi per hektar, jumlah penduduk, dan data konsumsi beras per kapita merupakan variabel yang menentukan bagi keberhasilan pencapaian program surplus 10 juta ton beras di 2014 yang ditargetkan.
Doktor Ekonomi Pertanian dari IPB tahun 2004 ini mengatakan bahwa ada hubungan antara ketahanan pangan, kerentanan pangan, dan kemiskinan. Menurutnya, kemiskinan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia terjadi akibat adanya kerentanan pangan di daerah tersebut.
Menurut suami dari Umy Mandajati ini, meningkatnya kemiskinan di sektor pertanian disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, sektor pertanian masih harus menampung sebagian besar tenaga kerja dengan produktivitas yang rendah, yang jikalau tidak demikian, jumlah pengangguran akan semakin banyak. Menurut data tahun 2011, dari 120 juta orang bekerja, terdapat 42 juta orang yang bekerja di pertanian atau proporsinya mencapai 38 persen.
Kedua, kemiskinan terbesar di rumah tangga pertanian umumnya dengan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Ini dibuktikan oleh data kemiskinan Maret 2010, dimana 72% penduduk miskin di perdesaan sebanyak 19,9 juta orang mengandalkan pertanian. Ketiga, kepemilikan lahan petani rata-rata kurang dari 0,5 Ha atau didominasi petani gurem. Keempat, terbatasnya peluang petani dapat bekerja di off-farm. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian yang semakin sempit dan pekerjaan on-farm yang tidak menjanjikan dan terbatas. Bio TokohIndonesia.com | hotsan, red