Promotor Konser Musik Kawakan
Adrie Subono
[DIREKTORI] Ia adalah promotor sukses di balik konser-konser penyanyi asing yang tampil di Indonesia. Lewat bendera Java Musikindo, ia sudah mendatangkan Westlife, Linkin Park, Hoobastank, Norah Jones, Enrique Iglesias, Korn, Gareth Gates, Mariah Carey dan Avril Lavigne. Terus belajar dan bangkit dari kegagalan, itulah kunci sukses keponakan dari Presiden Indonesia ke-3, BJ Habibie ini.
Nama Adrie tak dapat dilepaskan dari kesuksesan sejumlah konser artis mancanegara seperti Simple Plan, Avril Lavigne, Maksim, Good Charlotte, Westlife, Mariah Carey, Mr. Big, The Corrs, Ronan Keating, Boyzone, Muse, Linkin Park, Hoobastank, Norah Jones, Enrique Iglesias, Korn, Gareth Gates, dan sederet nama musisi kelas dunia lainnya. Sejumlah artis lokal seperti Gigi, Padi, Pas Band, Netral juga pernah ambil bagian dalam gegap gempita panggung pertunjukan yang dihelatnya.
Dalam setahun, PT Java Musikindo yang didirikannya bisa menggelar sepuluh konser. Dari tiap konser yang dipromotorinya itu, ia bisa meraup untung ratusan hingga milyaran rupiah. Adrie pun sangat mensyukuri hal tersebut sembari terus berusaha untuk mendatangkan musisi-musisi dunia yang menjadi incarannya diantaranya Radiohead, Eric Clapton dan U2.
Adrie Nurmianto Subono lahir di Jakarta, 11 Januari 1954. Semasa kecil, Adrie dididik oleh ayahnya yang berprofesi sebagai tentara dengan disiplin tinggi. Bahkan tak jarang sang ayah memberikan hukuman fisik jika anak ke dua dari lima bersaudara ini membangkang. Tapi tetap saja Adrie yang mengaku sebagai anak bandel ini kerap berulah. Sekitar tahun 1970, ia tidak naik kelas sehingga ayahnya kemudian mengirimnya ke Jerman dengan harapan bisa menjadi insinyur seperti pamannya, Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.
Di Jerman, Adrie yang tinggal bersama Habibie rupanya masih bertingkah dengan tabiat lamanya, ia tak suka sekolah dan lebih senang bermain-main. Alhasil ia hanya berhasil menamatkan pendidikan formalnya sampai kelas 2 SMA. Meski demikian, Adrie tetap diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Jika ayah kandungnya menerapkan pola pengasuhan yang keras, Habibie lebih mengedepankan rasional berpikir ketika Adrie melakukan suatu kesalahan. Walau bagaimana pun, Adrie tetap bersyukur pernah mendapat didikan keras dari ayah kandungnya yang membentuk karakternya menjadi seorang pekerja keras seperti saat ini.
Puncak kebandelan Adrie terjadi saat ia berkelahi hingga akhirnya dijebloskan ke penjara. Selain itu, ia juga harus membayar uang ganti rugi kepada si korban sebesar 250 Mark selama seumur hidup. Peristiwa itulah yang pada akhirnya membuat Adrie memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Sekembalinya ke Indonesia, Adrie bertemu dengan sang pujaan hati yang kini menjadi istri sekaligus ibu dari ketiga anaknya, Chrisye, di sebuah diskotik. Chrisye yang ketika itu dikenal sebagai foto model sebenarnya sudah bertunangan, namun hal itu tak menyurutkan Adrie untuk mengambil hati perempuan cantik itu. Romansa pasangan berbeda karakter itu pun akhirnya bermuara di pelaminan. Meski berbeda keyakinan dan hanya menjalani masa pacaran selama 3 bulan, Adrie-Chrisye mantap berkomitmen membangun rumah tangga. Dari pernikahan tersebut, mereka dikarunai tiga orang anak, Melanie, Christy, dan Adrian.
Dengan hanya bermodal nekat, Adrie pun merintis karirnya sebagai promotor musik hingga berdirilah PT Java Musikindo sekitar tahun 1994.
Untuk menafkahi keluarganya, Adrie yang waktu kecil sempat bercita-cita menjadi tentara ini kemudian menjalani berbagai macam pekerjaan. Mulanya ia bekerja sebagai karyawan di perusahaan kecil penyedia alat tulis kantor, kemudian pernah juga bekerja di perusahaan properti. Karena tak mau menggantungkan hidupnya pada orang lain, meski tanpa titel sarjana, Adrie pun mulai belajar membangun bisnisnya sendiri dengan menjadi pengusaha bidang perkapalan dan telekomunikasi. Bisnisnya saat itu memungkinkannya untuk pergi ke luar negeri. Ketika itulah ia kerap menyaksikan konser musik yang dikemas dengan apik. Ia melihat peluang bagus dalam bisnis musik yang menurutnya tak ada matinya. Dari situlah muncul keinginannya untuk menghadirkan pertunjukan serupa di Tanah Air. Meski artis datang silih berganti, mereka semua pasti butuh promotor untuk menggelar pertunjukannya. Apalagi ketika itu di Indonesia belum banyak promotor, kalaupun ada, jumlahnya hanya segelintir dan itupun tak terlalu fokus dan konsisten.
Beda halnya dengan Adrie, ia sangat total menyelami seluk beluk dunia barunya itu. Sejak awal, Adrie mengaku tak ada satu pun orang atau panduan yang mengajarinya bagaimana menjadi seorang promotor yang baik. Dengan hanya berbekal kecintaannya pada musik, Adrie pelan-pelan menjalaninya. “Saya hanya ingat ucapan Om Habibie. Katanya, ‘Adrie, kalau kamu mau sukses, jadilah kamu ahli di bidang yang kamu geluti!’ Itulah kata-kata yang teringat dan saya jadikan pegangan hingga sekarang.”
Adrie tak menampik bila hubungan kekerabatan dengan BJ Habibie sedikit banyak mempermudah bisnisnya. “Kalau saya bilang tidak, itu bohong. Walaupun tidak selamanya, zaman dulu itu pasti ada kemudahan. Walaupun tidak menggunakan fasilitas, orang tahu saya keponakan, orang dekatnya Pak Habibie pasti ada kemudahan,” kata Adrie. Kini setelah namanya dikenal orang banyak, giliran anak-anak Adrie yang mendapat keistimewaan dari nama besar ayahnya. Misalnya saja saat salah seorang dari mereka tengah mengantri tiket konser, tak jarang panitia konser akan memprioritaskannya.
Dengan hanya bermodal nekat, Adrie pun merintis karirnya sebagai promotor musik hingga berdirilah PT Java Musikindo sekitar tahun 1994. Kelahiran perusahaan yang turut dibidani oleh Rinny Noor, Malik Syafei, dan Imran Amir itu juga didorong oleh kenyataan bahwa frekuensi manggung artis dari luar negeri di Indonesia pada saat itu masih sangat jarang.
Keuntungan miliaran rupiah memang bisa diraup seorang promotor showbiz bertaraf internasional. Tetapi sukses tidak datang begitu saja. Adrie Subono harus melewati masa-masa merugi dan dicaci maki, di bisnis yang disebut bisa mendongkrak atau menenggelamkan citra Indonesia itu.
Pada tahun 1994, bersama beberapa rekannya, pria yang gemar mengenakan pakaian berwarna hitam-hitam ini menghelat pertunjukan grup rock yang lumayan beken saat itu, Saigon Kick. Itu karena beberapa teman dari Radio Prambors mengantongi hak untuk menggelar konser grup yang populer lewat lagu Love is All the Way itu.
Java Musikindo yang masih meminjam kantor di perusahaan lama Adrie mengalami kekurangan tenaga kerja saat pertama mempromotori konser. Karena itu, selain menangani artis, mereka menyerahkan pekerjaan pada orang lain. Tapi, bukan Adrie namanya bila tak nekad, walau tak memiliki pengalaman menghelat konser besar, pria yang mengaku menderita asam urat ini menerima tawaran membawa Saigon Kick ke empat kota besar yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar.
Pengalaman perdana itu belum menunjukkan hasil yang memuaskan bahkan bisa dibilang sangat jauh dari sukses. Keempat kota itu pada akhirnya menjadi saksi sejarah pelajaran pahit pertamanya. “Di Jakarta, itu hanya terisi setengah. Di Bandung, malah lebih kacau lagi. Izin keramaian dari polisi baru turun setelah lagu pertama dimainkan,” kisah pria berambut gondrong ini. Setelah proyek perdananya itu gagal, Adrie pun dihujani hujatan yang datang silih-berganti. Saudara dan koleganya pun tak mau ketinggalan mempertanyakan motivasinya untuk banting stir dari bisnis perkapalan yang terbilang mapan ke dunia showbiz yang untung-untungan.
Kegagalan debutnya sebagai promotor kala itu tak lantas membuatnya jera. Ia malah banyak memetik pelajaran dari situ. Bagi Adrie, ia menganggap pengalaman pahit dan menyakitkan itu justru merupakan sebuah ujian untuk membuktikan komitmennya. “Komitmen untuk menjadi ahli seperti yang dikatakan Om Habibie itu terus saya pegang. Karena itu, sesulit apa pun, apalagi saat jenuh dan bosan melanda, komitmen untuk memberikan yang terbaik pada semua pihak, artis, penonton, sponsor, terus saya jadikan pegangan,” paparnya kepada TokohIndonesia.com.
Setelah pengalaman buruk saat menangani Saigon Kick, Adrie mendatangkan grup band Supergroove yang dipentaskan di M-Club, kawasan Blok M, Jakarta. Dari sana, ia belajar bahwa pemilihan tempat manggung artis juga menjadi salah satu komponen yang harus diperhatikan untuk mendatangkan massa.
Selain masalah tempat, pemilihan waktu acara juga tak luput dari perhatiannya untuk menghindari kerugian. Pelajaran itu dipetiknya saat menggelar acara Jakarta Pop Alternative Festivals yang mendatangkan tiga artis ternama. Sayangnya, ajang tersebut diselenggarakan bertepatan dengan musim ulangan umum. Padahal, acara yang digagas tergolong besar. “Sejak saat itu, saya belajar melihat tanggal-tanggal penting agar tidak jeblok lagi saat jualan,” kata Adrie.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, Adrie mulai mendapat banyak kepercayaan. Tak tanggung-tanggung, di proyek selanjutnya, Java mendatangkan enam artis sekaligus. Tiga band dari mancanegara yakni Beastie Boys, Foo Fighter, dan Sonic Youth. Sementara sisanya diisi oleh musisi lokal, yaitu Netral, Pas Band, dan Nugie.
Dalam memilih artis yang akan tampil, Adrie terlebih dahulu melakukan survey dan pengamatan. Hal itu juga merupakan salah satu bagian terpenting, pasalnya artis ibarat sebuah produk. Makin bagus kualitasnya maka nilai jualnya pun akan semakin tinggi. Untuk mengetahui artis luar negeri yang tengah digemari, Adrie selalu memperbaharui pengetahuannya dengan mendengarkan lagu-lagu yang sedang hits di Amerika lewat internet. Atau bisa juga dari pengamatan langsung di lapangan. Cara itu berbeda dari beberapa tahun yang lalu, dimana untuk mengetahui kepopuleran seorang artis hanya dapat dilihat dari hasil penjualan albumnya. Tapi cara itu kini sudah ditinggalkan seiring kemajuan teknologi, karena orang lebih senang mengunduh lagu langsung dari internet yang mudah, cepat, dan murah.
Selama hampir dua dekade berkutat di bisnis musik, Adrie telah berhasil mendatangkan sedikitnya 200 artis dari mancanegara. Selama itu pulalah, ia mendapat banyak pengalaman berharga mulai dari menangani penonton yang pingsan hingga kericuhan di loket tiket.
Belajar dari pengalaman itu, Java menerapkan SOP (standard operation procedure) yang ketat dalam setiap konsernya. Diantaranya, hanya menjual tiket 80 persen dari kapasitas gedung pertunjukan demi memberikan suasana nyaman untuk penonton, serta menyediakan tenaga kesehatan yang lebih banyak untuk konser-konser band rock. Sedangkan untuk mengantisipasi terjadinya desak-desakan dan kecurangan saat membeli tiket, ia menerapkan sistem pengamanan hingga empat lapis.
Menurut penggemar olahraga karate ini, selain soal teknis semacam itu, yang tak kalah penting adalah kemampuan seorang promotor dalam menangani artis. Karena antara artis satu dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda-beda.Terkadang, ada saja artis yang mengajukan permintaan yang macam-macam bahkan cenderung aneh. Itulah mengapa Adrie menegaskan pentingnya kemampuan seorang promotor untuk membangun komunikasi yang baik dengan semua artis-artisnya. Meski sudah menangani banyak konser, ayah tiga anak ini mengaku masih sering tegang. Walau begitu, ia menganggap hal tersebut merupakan risiko sebuah pekerjaan. Baginya, bisa bekerja sama dengan para artis lokal maupun mancanegara sudah merupakan suatu pengalaman berharga.
Kelangsungan bisnis yang digeluti Adrie juga berkaitan erat dengan situasi keamanan di Tanah Air. Semakin nyaman dan aman Indonesia maka akan semakin mendapatkan respon yang baik dari para musisi dunia yang ingin menggelar konsernya di Indonesia. Hal tersebut tentu juga menggugah kreativitas dari para pemuda-pemuda lainnya untuk mengorganisir sebuah tur dengan mendirikan sebuah event organizer.
Kehadiran promotor muda di mata Adrie bukanlah ancaman, sebaliknya ia justru menyikapi kenyataan tersebut dengan nada positif. Ia juga tak menganggap mereka sebagai pesaing, malahan Adrie mengaku senang karena bisa menonton pertunjukan musisi lain.
Karena itu, Adrie tak sungkan berbagi ilmu pada para juniornya lewat buku, majalah, hingga seminar. Selain dalam rangka regenerasi, baginya, hal itu juga merupakan ibadah. Menurut Adrie, Indonesia memerlukan lebih dari satu promotor dan saat ini memang sudah mulai banyak bermunculan namun lebih terkonsentrasi di Jakarta. Padahal Indonesia itu bukan cuma Jakarta saja, Surabaya, Makassar, juga memerlukan promotor untuk membuat konser.
Sementara ketika ditanya apakah ia akan mengajak anak-anaknya untuk menekuni bidang yang sama, Adrie belum merasa yakin. Lantaran sampai saat ini, ia masih belum melihat sejauh mana kemampuan anak-anaknya. Bukan dalam hal mekanisme bekerja tapi berhubungan dengan media. Meski demikian, jika ketiga anaknya yang menyandang titel sarjana itu ingin berkecimpung di industri ini, ia tak akan melarang, selama mereka mampu dan bersungguh-sungguh. “Apalagi anak-anak saya kan masih muda-muda, ini pekerjaan yang orang bilang gaul, ya mereka bisa. Biar gimana ini kan pekerjaan yang perlu kepercayaan,” kata Adrie kepada wartawan TokohIndonesia.com.
Saat disinggung mengenai pendapatnya soal calo tiket yang kerap bergentayangan di setiap konser, Adrie memandang fenomena itu sebagai hal yang lazim. Menurut Adrie, calo tak ubahnya pedagang, dan calo tak hanya ada di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Jadi selagi ada kesempatan dan permintaan maka calo akan terus bermunculan. Untuk menghindarinya, mudah saja, yakni dengan membeli jauh hari sebelum konser digelar, jangan bertepatan dengan hari H saat tiket sudah habis.
Kesuksesan tak mengubah Adrie menjadi sosok yang sombong, ia bahkan tak merasa sebagai seorang yang sukses. Karena baginya sukses itu penilaian orang terhadap kita, kita tidak tahu apa yang dinilai orang sukses. “Yang saya lakukan adalah berusaha melakukan yang terbaik. Seperti yang tadi saya bilang, keselamatan penonton paling penting, menyiapkan paramedis, supaya orang tidak dorong-dorongan. Itu semua kan saya ciptakan hiburan yang enak. Nah orang mau bilang sukses, silakan saja, pokoknya saya dapat duit dan konsernya aman,” kata pengusaha yang berkantor di kawasan Mega Kuningan ini.
Kalau pun ditanya soal kunci kesuksesannya, Adrie berpesan agar jangan pernah durhaka kepada ibu. “Karena kita ini adalah setitik benda di badan ibu yang menjadi besar. Ini kelihatannya sepele, tapi saya terapkan, dan Allah juga menerapkan setelah kamu menyembah saya, kamu juga menyembah ibu, baru ayah. Jadi itu kunci suksesnya, kalau kamu durhaka kepada orang tua, finish,” kata Adrie menyampaikan kiatnya.
Hubungannya dengan sang bunda pun terjalin akrab, apalagi setelah ayahnya berpulang menghadap Sang Khalik. Ia bahkan tak canggung bermanja dengan wanita yang telah melahirkannya itu. Sikap hormat dan menyayangi orang tua juga diterapkan pada tiga anaknya.
Kesuksesan karirnya juga dibarengi dengan kehidupan rumah tangganya yang masih harmonis hingga saat ini. Di tengah banyaknya kabar kawin-cerai di kalangan artis, Adrie dan Chrisye tetap terlihat kompak sebagai pasangan suami istri yang saling memahami dan menerima kekurangan masing-masing. Sosok Chrisye yang kalem dirasa mampu mengimbangi Adrie yang cenderung blak-blakan.
Agar hubungannya dengan sang istri senantiasa hangat, setiap ada waktu luang, Adrie selalu menyempatkan untuk bercengkrama dengan Chrisye. Menghabiskan waktu bersantai di rumah sambil mengasuh cucu atau pergi ke bioskop menjadi pilihan pasangan gaek ini. Selain orangtua, Adrie memang sangat menyayangi wanita yang telah puluhan tahun mendampinginya itu. Ia sadar, semakin berjalannya waktu, saat ketiga buah hatinya telah membina hidupnya masing-masing, ia hanya akan tinggal berdua dengan istri menjalani masa tua.
Pentingnya peran pasangan hidup juga kian dirasakan Adrie saat ia mendampingi pamannya, BJ Habibie, saat kehilangan istri tercintanya, Hasri Ainun. Adrie mengaku ia kerap menjadi tempat curhat sang mantan presiden berotak jenius itu. “Pak Habibie itu bisa tiba-tiba nangis. Dan itu saya rasakan sekali, ini adalah masa depan setiap orang, akan kehilangan suami atau istri. Nanti saya juga akan kehilangan istri, saya tidak mau, tapi ini kan hukum alam. Saya mengikuti Pak Habibie tiap hari, dia boleh hebat, bisa membuat kapal terbang, pernah jadi presiden, tapi ketika kehilangan istri, dia menangis sampai sekarang. Apalagi saya, ngeri membayangkannya. Saya tidak mau meninggal belakangan, istri saya juga tidak mau. Kita saling tergantung,” kata promotor yang menjadi salah satu saksi hidup peristiwa Bom Kuningan tahun 2009 lalu.
Adrie pun menanamkan prinsip demokrasi dalam membimbing anak-anaknya. Baik dalam mengungkapkan pendapat juga dalam memilih keyakinan. Meski berperan sebagai kepala rumah tangga, ia tak pernah memaksakan ketiga anaknya untuk menjadi seorang muslim seperti dirinya, bahkan putri sulungnya, Melani, bersuamikan seorang Hindu. Dengan keragaman agama tadi, Adrie mengaku tak menemukan kendala apapun. Baginya, kalau selama tidak pernah mempermasalahkan mengenai agama, pasti tidak akan timbul masalah. Sebaliknya, kalau kita mempermasalahkan, yang agamanya sama saja bisa berargumen, jadi yang terpenting adalah cukup saling menghormati dan bertoleransi. Misalnya ketika di rumahnya digelar pengajian, Chrisye pun ikut hadir dan menyimak ceramah. Bahkan ia tak sungkan mengenakan kerudung layaknya seorang muslimah.
Begitu juga dengan Adrie, ketika di rumahnya digelar kebaktian setiap hari Kamis dan Minggu, ia pun ikut menyimak khotbah yang diberikan pendeta. Karena tak ada agama yang menganjurkan umatnya untuk berbuat jahat. Ia justru bersyukur dengan kegiatan-kegiatan seperti itu, Adrie merasa rumahnya banyak “didoakan”. “Agama adalah suatu keyakinan, kalau dia meyakini apa yang dia yakini ya kita hormati. Demikian juga dia menghormati saya dengan agama yang saya yakini. Yang penting kan beragama,” jelas Adrie saat ditanya mengenai kunci suksesnya membina keluarga di tengah beragam keyakinan.
Secara kasat mata, hampir semua yang diidamkan kebanyakan orang telah berhasil diraih Adrie Subono. Karir yang sukses serta keluarga yang harmonis. Terakhir, Adrie yang sudah tak sabar menimang cucu pun telah menjadi seorang kakek. Soal obsesi lain yang ingin dicapainya, Adrie mengaku tak terlalu ngotot meski ia kerap berucap bahwa hidup itu harus memiliki target. Keinginannya kini sederhana saja, yakni bisa terus melihat sang cucu bertumbuh, mengantarkan ke sekolah hingga pelaminan. Ia juga terus mendoakan putra bungsunya, Adrian, agar secepatnya mendapatkan jodoh yang terbaik. Adrie sadar keinginan sederhana itu hanya bisa terwujud jika ditunjang dengan kesehatan yang prima. Maka dari itu, ia amat menjaga kesehatannya, terlebih setelah ia didiagnosa menderita penyakit jantung. Sejak saat itu, Adrie mulai menjaga kesehatannya dengan giat berolahraga dan berhenti merokok. muli, bety, san, red