Senandung Nostalgia Connie Francis
Diah Iskandar
[DIREKTORI] Diah Iskandar, yang dijuluki Connie Francis Indonesia, belakangan ini kembali muncul dalam acara-acara nostalgia di layar kaca. Ia antara lain menyanyi untuk acara musik Legend dan Country di TVRI, musik Latin di Metro TV, dan Tembang Kenangan di Indosiar.
Setelah suaminya Parulian Sidabutar meninggal tahun 2001, kebetulan ada tawaran, lalu ia berpikir, kenapa enggak kembali menyanyi. Diah yang sudah menunaikan ibadah haji tahun 1992, dan tiap tahun pergi umrah ini bahkan sudah mendapat tawaran untuk membuat acara musik seperti Chandra Kirana. Namun, ia belum menemukan format yang pas.
Sebab ia merasa tidak mungkin membuat acara persis kayak Chandra Kirana dulu. Itu sudah ketinggalan zaman. Makanya, ia harus berpikir mencari kreasi baru, sambil mengumpulkan musisi-musisinya.
Kini, selain sesekali menyanyi di layar kaca, Diah juga punya kesibukan yang menyita sebagian besar waktunya. Ia mengelola dan mengajar di CK Fitness Center di bilangan Grogol, Jakarta Barat. CK singkatan dari Chandra Kirana. Selain itu, perempuan bertahi lalat di pipi ini pun mengajar senam privat di beberapa tempat. Makanya, tiga hari dalam seminggu, ia sudah pergi dari rumah pada pukul 07.30.
Sejak dulu memang ia tak bisa meninggalkan senam. Sebenarnya CK Fitness Center sudah ada sejak tahun 1987-1988. Semula berlokasi di Kartika Plaza, Jalan Jenderal Sudirman, lalu pindah ke kawasan Blok M, baru ke Grogol. Bedanya, kalau dulu ia lebih banyak memantau saja, sekarang ini terjun langsung.
Diah memulai karirnya sejak tahun 1962. Awalnya, suatu hari pada tahun itu, saat ia masih gadis kelas tiga SMP, Diah tampil bernyanyi di hadapan para tamu di sebuah pesta ulang tahun. Diiringi band Arulan, Diah antara lain mendendangkan lagu Burung Kakaktua. Lalu, para hadirin pun tertegun. Begitu ia selesai bernyanyi, mereka pun berteriak, “Hai itu Connie Francis, Connie Francis!” Namun, Diah hanya terbengong-bengong. Ia justru merasa ingin menangis, dan ingin cepat-cepat berada di balik panggung. Tapi, hadirin justeru memintanya kembali bernyanyi.
Ia sedih karena waktu itu yang terdengar di telinganya, orang-orang berteriak fals, fals. “Jadi, saya ingin cepat-cepat pergi. Saya tidak tahu kalau mereka berteriak Connie Francis karena pernah dengar nama itu pun tidak,” kenang Diah, putri dari komponis kondang Iskandar itu.
Ia baru tahu kalau hadirin ternyata menyukai suaranya, pada esok harinya. Setelah beberapa penyanyi dan musisi, seperti Titiek Puspa dan Ireng Maulana, datang ke rumah. “Mereka memberi selamat kepada Bapak. Katanya, selamat, karena suara saya mirip penyanyi Connie Francis,” kata Diah mengenang peristiwa pertama kali menyanyi di hadapan hadirin. Diah tampil pada acara tersebut karena diajak salah seorang pamannya, pemain band Arulan. Bahkan, ayahnya pun tak tahu-menahu soal penampilan anak sulung dari sembilan bersaudara tersebut.
“Ketika orang-orang bilang suara saya milik Connie Francis, Bapak juga bengong saja. Dia tidak tahu siapa itu Connie Francis karena minat Bapak pada musik jazz, bukan pop. Dia tahunya penyanyi jazz seperti Ella Fitzgerald atau Sarah Vaughan,” cetus ibu dua anak, Ira Ristianti (27) dan Hilman (26), ini.
Sejak itulah, setiap kali Diah Iskandar muncul, para pendengarnya selalu mengasosiasikannya dengan penyanyi Connie Francis. Hal yang sama dengan Bob Tutupoli yang dijuluki Harry Belafonte, dan Kris Biantoro dipadankan dengan Mario Lanza.
Begitulah romantika musik pop era tahun 1960-an ketika orang suka memadankan biduan lokal dengan penyanyi Barat. Maka, Diah pun kerap muncul membawakan lagu-lagunya Connie Francis, seperti Stupid Cupid dan Where the Boys Are.
Sejak saat itu pula, ritme hidup Diah berubah. Kalau biasanya ia hanya pergi ke sekolah, kini ada “tugas” baru menantinya. Ia harus pergi ke beberapa tempat untuk bernyanyi, sesuai dengan permintaan penggemar.
“Biar harus pergi ke berbagai kota, tetapi sekolah saya tetap jalan. Makanya, jadi hal biasa kalau malamnya saya bernyanyi di Malang, dan esok pagi-pagi sekali naik helikopter kembali ke Jakarta untuk ikut ulangan di sekolah,” kata Diah yang gemar senam sejak berusia 18 tahun itu.
Untuk melatih keterampilannya di bidang musik, Diah diharuskan belajar piano dan olah vokal. Salah satu guru olah vokalnya adalah Catharina Leimena. Berbekal suara seraknya, selain naik panggung, Diah pun sibuk masuk dapur rekaman. Tahun 1963 ia sudah merekam album pertama.
“Saya tak ingat lagi berapa jumlah album rekaman saya. Mungkin, sampai sekitar 50 album,” ujar Diah, penyanyi yang muncul setelah angkatan Titiek Puspa, Elly Kasim, dan Lilies Suryani.
Beberapa lagu Diah Iskandar yang cukup dikenal adalah Bila Kulupa, Bung Dimana, Potret Kasih, Surat Terakhir, Dihati Kekasih, dan Senja Mendatang. Diah tak cuma menyanyikan lagu ciptaan orang lain, tetapi ia pun menciptakan lagu dibantu ayahnya. Beberapa lagu ciptaan Diah Iskandar antara lain Pantun Lama dan Kebebasan Memilih.
Diah mulai menghilang dari dunia tarik suara ketika menikah pada usia 25 tahun dengan Parulian Sidabutar, tahun 1972. Memang, suaminya tak melarang Diah bernyanyi, tetapi ia sendiri yang merasa harus tahu diri. Posisi suaminya di Departemen Pekerjaan Umum membuat Diah tak enak untuk tampil, selain merasa tidak punya cukup waktu.
Pada masa Orde Baru, kalau suami kita pegawai negeri, otomatis istrinya kan harus aktif di Dharma Wanita. Sebagai istri pegawai negeri, saya juga aktif di Dharma Wanita, enggak sempat lagi menyanyi,” ucapnya. Meski sibuk di organisasi isteri pegawai negeri itu, tetapi Diah tetap menyempatkan diri mengikuti latihan senam, aerobik, maupun body language.
Ia juga sempat membuka sanggar senam ketika suaminya ditempatkan di Surabaya, dan mengelola salon ketika bermukim di Bandung.
“Begini-begini, saya kan pernah belajar kecantikan di Madame Iki. Spesialisasi saya mengurus jerawat yang membandel,” ujar perempuan berberat badan 42 kilogram dengan tinggi 1,50 meter itu.
Dunia panggung kembali menarik Diah ketika ayahnya meninggal. Diah teringat keprihatinan ayahnya melihat semakin kurangnya minat orang muda untuk belajar musik klasik, jazz, atau ber-main untuk orkestra. Kata Diah, “Saya seperti mendapat inspirasi untuk membuat sesuatu yang mengingatkan orang pada orkestra, pada pemain-pemain musik yang serius.”
Ketika itu Diah bermukim di Bandung, dan mulailah ia berusaha mengumpulkan orang-orang muda yang suka orkestra, di antaranya Elfa Secioria dan Purwacaraka. Diah pun menawarkan program musik Chandra Kirana ke TVRI, namun ditolak. Diah mencoba lagi dengan mengemas Chandra Kirana dengan teknik Chromaky, teknik visual yang termasuk canggih pada tahun 1980-an.
Kali ini, para petinggi TVRI berdecak, namun tetap menolak. Alasannya, acara musik itu terlalu mewah untuk pemirsa televisi Indonesia yang umumnya berkemampuan ekonomi rendah. Konsep Chandra Kirana pun terkatung-katung sampai sekitar dua tahun.
“Saya tidak putus asa. Saya menemui Menpen, waktu itu Ali Moertopo, dan akhirnya gol,” cerita Diah tentang acara Chandra Kirana yang muncul di layar kaca sejak tahun 1980-an sampai 1992.
Pada setiap tayangan Chandra Kirana, Diah muncul sebagai produser, pembawa acara, sekaligus penyanyi pembukanya. Acara yang sempat menjadi favorit pemirsa itu, tak lagi diproduksi seiring dengan kesibukan Diah sebagai istri pejabat pemerintah. Sejarah pun berulang, nama Diah Iskandar kembali hilang dari dunia tarik suara.
Namun kini, Diah yang tak perlu lagi bersibuk diri di Dharma Wanita, kembali bersenandung. Maka, dengarlah senandungnya dalam lagu Kebebasan Memilih:… Asmara tiada mengenal/ si miskin atau si kaya/ itu sudah hukum alam/ tak mungkin ditentang. Ingat juga lagu kondang Diah, Potret Kekasih: Potretmu kasih kau kirimkan/ padaku dari rantau sana/ kata yang mesra tulisan tangan/ untuk dinda tercinta…. e-ti | sumber: Kompas