Sukses Dengan Falsafah Kuda
Idris Laena
[DIREKTORI] Dia sosok pengusaha muda yang suka menghadapi tantangan, ulet, tangguh dan tak mengenal lelah. Dia meraih sukses dengan menganut dan belajar dari falsafah kuda. Pendiri dan CEO Laenaco Group ini berobsesi membangun dan memberdayakan generasi mandiri. Ketua Umum Himpunan Lembaga Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (Hilpataki) ini merindukan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memiliki skill ke sektor formal di mancanegara.
Sukses adalah buah yang patut dipetik pria penganut falsafah kuda ini. Laksana tenaga kuda, ia kuat seperti tak kenal lelah. Selain sibuk mengendalikan delapan perusahaannya, dia juga aktif dalam dunia politik (DPP Partai Golkar), dunia olahraga (Bendahara Komisi Tinju Indonesia) dan organisasi sosial keagamaan (DPP Majelis Dakwah Islamiah). Dia ‘manusia tenaga kuda’ yang kreatif dan inovatif. Dia tidak hanya kuat dan ulet, tapi juga kaya ide, imajinasi, kiat dan kreatifitas.
Kini berbagai kalangan menginginkannya untuk berkenan lebih mengabdikan diri di daerah kelahirannya, Provinsi Riau. Pengalamannya sebagai pengusaha dengan manajememen yang professional ditopang falsafah tenaga kudanya, dia diyakini mampu memimpin akselerasi pembangunan Provinsi Riau.
Usianya masih relatif muda. Lahir di Riau, 12 Januari 1965. Tapi kiprahnya dalam dunia bisnis, khususnya di bidang pelatihan dan pengerahan tenaga kerja Indonesia (TKI) sudah mapan. Dalam bisnis ini, dia tidak hanya sekedar mencari laba sebesar-besarnya, tetapi juga sekaligus berupaya membangun dan memberdayakan generasi mandiri.
Dia pengusaha yang sangat peduli kepada nasib TKI. Setiap kali muncul masalah menyangkut TKI, baik di dalam maupun di luar negeri, dia selalu langsung mempelajari dan berusaha mencari solusinya. Begitu juga jika ada peraturan atau kebijakan pemerintah menyangkut TKI, Wakil Ketua Umum APJATI ini selalu segera membahasnya dengan para anggota PJTKI.
Sosoknya memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bisnis pelatihan dan pengerahan TKI. Sebenarnya ada delapan jenis bisnisnya tapi dia memberikan perhatian yang lebih kepada TKI dibanding usahanya yang lain.
Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri, Februari 2003 lalu, dia langsung bereaksi. Lewat lembaga yang dipimpinnya, Himpunan Lembaga Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (Hilpataki), dia mengeluarkan keputusan yang isinya mengimbau pemerintah untuk tidak menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri. Hilpataki menilai penghentian itu tidak akan menyelesaikan masalah malah justru akan menciptakan masalah baru.
Dalam bisnis TKI, APJATI dan Hilpataki tidak menutup mata dan mengakui ada saja TKI di luar negeri yang bermasalah. Tapi pemerintah juga harus mengakui bahwa lebih banyak TKI yang tidak bermasalah. Karena itu, pengiriman tidak perlu dihentikan. Jika tetap dipaksakan dihentikan, nasib ratusan ribu orang tenaga kerja bersama keluarganya terancam kelaparan.
Kini, sekitar 40.000 orang TKI ditampung di berbagai Balai Latihan Kerja (BLK) dan siap diberangkatkan ke luar negeri. Jika mereka tidak dikirim, sangat sulit dibayangkan apa yang terjadi baik bagi pribadi-pribadi atau kepada keluarganya masing-masing. Jika satu orang TKI menanggung rata-rata tiga orang, berarti 120.000 jiwa terancam lapar dan menderita.
Selain itu, Negara juga dirugikan. Karena semakin lama proses pengirim TKI ke luar negeri, berarti semakin banyak negara kehilangan devisa. Dalam psosisi sekarang ini, akibat penghentian itu, sedikitnya negara kehilangan devisa Rp 150 miliar per bulan.
Idris menegaskan kisah sukses TKI jauh lebih banyak daripada yang bernasib sial. Hanya saja, yang sering muncul ke permukaan adalah kisah mereka yang tidak beruntung atau bermasalah. Perjalanan seorang TKI penuh lika-liku dan tidak pernah lepas dari berbagai sorotan. Sejak proses rekrutmen, pembinaan, higgga pengiriman dan bekerja di luar negeri sampai mereka kembali lagi ke tanah air.
Bisnis ini banyak suka dan dukanya, tapi tetap menggiurkan. Minat menjadi TKI pun tak pernah kendor. Ketua Umum Hilpataki ini mengatakan bisnis TKI mampu memberikan manfaat ganda kepada perekonomian di dalam negeri. Di satu sisi, mengurangi tingkat pengangguran, menggerakkan perekonomian rakyat terutama di daerah asal TKI. Sebab, para TKI mengirimkan hasil keringatnya dari luar negeri kepada sanak keluarganya. Di sisi lain, sektor penerbangan, Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan Negara juga mendapat pemasukan yang cukup besar dari pengiriman TKI itu. Intinya, banyak sektor di dalam negeri, menikmati keuntungan dari bisnis TKI.
Sumbangan devisa negara dari sektor TKI sangat besar. Tahun 2001, TKI mampu menyumbang devisa Rp 3 triliun. Tahun 2002, meningkat tiga kali lipat menjadi Rp 9 triliun. Sehingga sering dijuluki TKI adalah pahlawan devisa. Namun untuk tahun 2003 ini, kemungkin besar pemasukan devisa akan turun seiring dengan meledaknya perang Amerika versus Irak serta adanya serangan virus endemic SARS serta kebijakan pemerintah yang kontraproduktif.
Dia menilai hingga sekarang dukungan pemerintah dalam pengiriman TKI ke luar negeri belum optimal. Di satu sisi, pemerintah berharap agar TKI memberikan sumbangan devisa yang sangat besar. Tapi di sisi lain, pemerintah kurang memberikan dukungan kepada PJTKI dalam rangka mengembangkan bisnis TKI.
Menurutnya, pemerintah sewajarnya memberikan dukungan politik terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) TKI dan fasilitas kemudahan pengiriman. PJTKI masih merasakan betapa sulitnya mengurus dokumen TKI yang akan dikirim ke luar negeri,” kata pendiri dan CEO Laenaco Grup yang memiliki delapan perusahaan dan satu sama lainnya berkaitan.
Presiden Direktur Laenaco Group itu mengatakan sangat wajar jika pemerintah memberikan kemudahan kepada TKI di mana pun berada. Dia sangat optimis jika pemerintah memberikan dukungan politik, PJTKI tidak akan sulit meningkatkan devisa negara dari sektor TKI yang bekerja di luar negeri.
“Kami sudah berusaha maksimal, tapi karena keterbatasan jangkauan, hasilnya masih belum optimal,” ujarnya. Karena itulah, pemerintah perlu membantu. Misalnya, atase tenaga kerja di luar negeri dilibatkan untuk mencari peluang kerja bagi TKI di luar negeri. Seperti yang dilakukan Philipina. Semua atase tenaga kerjanya di 139 negara sangat aktif untuk mencari penempatan tenaga kerjanya di berbagai negara. Bahkan para atase ini memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja dari negara tempat dia bertugas.
Sementara kebijakan pemerintah Indonesia hingga saat ini sangat berbeda dengan Pilipina. Atase tenaga kerja Indonesia hanya ada di Malaysia dan Arab Saudi dan peranannya sama sekali belum dirasakan pengelola PJTKI. Karena itu, di masa mendatang pemerintah perlu merobah kebijakan untuk lebih berpihak kepada PJTKI yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam membangun usaha TKI itu.
Dia menilai seringnya gonta-ganti peraturan dalam usaha penempatan tenaga kerja ini sebagai bukti pemerintah kurang concern terhadap penanganan TKI. Dulu diberikan kebebasan kepada PJTKI untuk mengirim tenaga kerja ke negara mana saja. Sekarang setelah Jacob Nuwa Wea jadi Menakertrans, peraturan berubah lagi. PJTKI hanya boleh mengirim tenaga kerja ke Asia Pacifik dan Timur Tengah.
“Jika terus-menerus seperti ini, mana ada investor yang mau berinvestasi dalam penanganan TKI”, ujarnya. Seharusnya, pemerintah memberikan iklim kondusif dan jaminan hukum, sehingga investor berminat untuk ikut mengembangkan pembangunan TKI. Semakin banyak TKI ke luar negeri, tentu hasilnya semakin bagus. Selain devisa bertambah besar, tingkat pengangguran bisa ditekan di dalam negeri.
Dalam usaha pengiriman TKI ke berbagai negara, Idris memiliki pengalaman yang cukup. Perusahaannya yang didirikan tahun 1990 sudah banyak memasok TKI ke berbagai negara. Rata-rata 150 orang tiap bulan. Dalam tiga tahun terakhir ini, TKI yang dikirim berjumlah 5000 orang dan tidak ada yang bermasalah. Memang, katanya, ada perusahaan yang hanya mengirim 10 orang TKI tiap bulan, tapi sering bermasalah. Namun kasus seperti ini jangan dijeneralisir.
Pemerintah harus jeli melihatnya, jangan karena ada beberapa orang yang bermasalah lalu dikorbankan ribuan orang lagi yang berkerja dengan baik-baik di luar negeri. Dia keberatan jika dalam mengelola TKI ini perusahaannya disamakan dengan perusahaan lain yang sering bermasalah. Sebab dia mempunyai komitmen dalam menekuni bisnis ini dengan selalu mengutamakan kualitas.
Dia memang telah membangun PT Mega Buana Citra Masindo, menjadi sebuah perusahaan PJKTI terkemuka di Indonesia. Di bawah bendera Laenaco Grup, perusahaan ini cukup profesional dalam menjalankan bisnis TKI, sejak rekrutmen hingga penempatan (bekerja) di luar negeri.
Setelah direkrut dari daerah-daerah, calon TKI dididik lebih dulu di Yayasan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia (YPTKI) miliknya yang berlokasi di Bekasi. Yayasan ini berfungsi sebagai Balai Latihan Kerja (BLK) yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Jika seorang TKI dilatih di YPTKI, dipastikan dia siap pakai. “Saya bisa menjamin TKI yang mendapat pelatihan di tempat ini sudah jaminan mutu”, katanya.
Itulah sebabnya, TKI yang ditempatkannya ke luar negeri sejak awal hingga sekarang ini tidak satu pun yang bermasalah. “Lebih dari Rp 34 miliar dana dialokasikan untuk membangun bisnis TKI yang dikelola Mega Buana Citra Masindo”, ujar suami dari Hj Lili Idris Laena itu.
Tidak berhenti di situ saja. Perusahaan ini memiliki 17 kantor cabang di berbagai daerah, antara lain Cirebon, Bandung, Ciamis, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Semarang. Perusahaan ini secara aktif mengader generasi muda dari berbagai latar belakang pendidikan, budaya dan sikap untuk siap pakai dan lebih mandiri.
“Kekuatan kami dalam mengelola bisnis TKI terletak pada kekompakan dan kebersamaan yang tentunya didukung dan dilengkapi sarana yang cukup”, ujarnya. Untuk semakin memantapkan bisnis TKI di Indonesia, Idris bersama rekan-rekannya seprofesi sepakat untuk mendirikan Hilpataki Juni 2002 lalu. Dia pun dipercaya untuk memimpin lembaga ini hingga lima tahun ke depan. Dari 413 PJTKI, 60% di antaranya telah bergabung dengan Hilpataki.
“Kami akan membenahi pengelolaan TKI ini”, ungkap Idris pada saat mendeklarasikan lembaga itu. Ia melihat bahwa pengembangan TKI ke luar negeri masih terbuka lebar. Hanya sekarang ini masih sulit dilakukan karena pemerintah belum mendukung sepenuhnya. Buktinya, Undang-undang yang mengatur PJKTI belum ada dan selama ini hanya mengacu kepada Kepmenakertrans.
Pengaturan penempatan TKI ke luar negeri tidak cukup hanya diatur satu instansi saja. perlu dibentuk satu badan nasional untuk menanganinya seperti di Philipina. Dengan perangkat peraturan yang lengkap, maka perkembangan tenaga kerja Philipina cukup pesat. Negara yang kini dipimpin Presiden Aroyo itu mampu menempatkan 2,5 juta orang tenaga kerja ke berbagai negara. Sementara Indonesia masih sangat jauh di bawah Philipina. Padahal, dia yakin jika semua pihak memberikan perhatian dan mendukung, penempatan TKI di laur negeri pasti lebih besar dari Philipina. “Sangat sayang, jika bisnis TKI tidak dibenahi secara serius,” keluhnya.
Bagaimana soal profit? Sambil tertawa lepas, Idris mengatakan ada tapi sedikit. Sebab, biaya untuk mengurus TKI sejak rekrutmen dari desa-desa, masuk ke Balai Latihan Kerja (BLK) hingga dikirim ke negara tujuan banyak biaya. Ada 13 dokumen yang harus diurus untuk mengirim satu orang TKI. “Kalau dokumen ini bisa dipangkas bahkan biaya paspor dan fiskal dibebaskan, sangat baik. Itu namanya pemerintah memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis TKI”, kata Idrus yang kini juga aktif dalam pentas politik.
Idris mengakui untuk membangun dan memberdayakan generasi mandiri itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di samping biayanya cukup besar, proses pelatihannya juga butuh waktu yang cukup lama. Bayangkan, jika 1.500 orang ditampung di BLK selama tiga bulan untuk mengikuti pelatihan, berapa besar biaya yang harus ditanggung?
Bagi Idris, persyaratan harus lulus dari BLK baru dapat dikirim ke luar negeri menjadi sesuatu harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Mungkin saja, ada pengusaha yang mengirim TKI ke luar negeri tanpa melalui BLK dan lulus. Jika ini yang terjadi, sudah pasti TKI yang bersangkutan akan menimbulkan masalah. Dia setuju perusahaan yang ketahuan melakukan penyimpangan dalam pengiriman TKI ditindak. Tapi sebaliknya, perusahaan yang tidak pernah menimbulkan masalah sebaiknya setidaknya jangan dipersulit kalau tidak bisa diberikan penghargaan.
Falsafah Kuda
Dalam perjalanan hidupnya, pria yang senang memakai sandal, ini cukup banyak menimba pengalaman terutama setelah menjalani kehidupan di Jakarta. Dia menghadapi banyak tantangan dan nmemperoleh peluang. Kehidupan gemerlap metropolitan Jakarta tidak membuatnya larut. Dia tidak pernah mau tergoda untuk terjun ke dunia hitam, meskipun kesempatan selalu terbuka. Dia dapat memilah apa yang patut dilakukannya.
Keberhasilan yang digenggamnya tidak datang begitu saja atau turun dari langit. Berbagai jalan dan berliku dilaluinya dan akhirnya dia pun dapat menikmati jerih payahnya itu bersama istri dan anak-anaknya.
Sesuai pesan orangtuanya, Idrus begitu tamat SMP di Riau meneruskan SMA ke Jakarta. Idris memahami bahwa pendidikan adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan. Meski jauh dengan orangtua, sekolahnya tidak terganggu. Dia menyelesaikan SMA dan kemudian melanjut ke Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti. Setelah itu, dia pun berhasil meraih gelar Magister Management.
Meski praktis tidak pernah merasa kekurangan, Idris hampir tidak punya waktu untuk mengerjakan yang tidak berguna. Dia mersa sayang kalau waktu luangnya dipergunakan untuk hal-hal yang tidak perlu. Bahkan, dia juga optimis jika menghabiskan waktu luangnya di tempat yang tidak bermanfaat, bisa-bisa mencelakakan dirinya. Karena itu, dia berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dinilainya penuh marabahaya dan justru mendekatkan diri kepada hal-hal yang dinilai bisa memberikan nilai plus bagi diri dan kehidupannya.
Karena itu, semasih duduk di bangku kuliah, dia pun sudah mulai belajar mandiri dalam arti jika suatu saat menyelesaikan kuliah bertekad tidak akan mencari pekerjaan tapi akan menciptakan lapangan pekerjaan. Kalaupun harus menjadi pegawai lebih dulu harus bersifat sementara.
Dalam menjalankan perusahaannya, dia seorang diri. Dia memang mengaku menganut falsafah kuda. Dalam pandangannya, hewan kuda termasuk binatang yang suka bekerja keras, kuat dan tangguh. Tenaga kuda adalah symbol kekuatan (power). Selain mengadopsi tenaga kuda, dia juga sangat senang dengan kuda. Dia pun sempat memelihara seekor kuda. Tapi karena sesuatu hal, kini dia tidak lagi memelihara kuda.
Falsafah kuda yang dianutnya melahirkan kesenangan pada ornamen bergambar kuda. Tak heran bila putera Riau itu kini memiliki, lebih dari 1000 buah ornamen bergambar kuda. Semuanya tertata rapi dan apik di rumah dan kantornya. “Saya sudah mengunjungi 53 negara. Setiap saya berkunjung ke berbagai tempat, baik di dalam maupun luar negeri, saya pasti mencari ukir-ukiran berlogo kuda,” katanya. Mengenai harga, tidak pernah dipermasalahkan. Begitu senang pasti dibeli dan berapa pun harganya tidak pernah menghalangi niatnya untuk memiliki barang kegemarannya itu.
Sebenarnya, jika dilihat dari kelahiran, shio-nya adalah naga. Tapi dia kurang menggemari naga. Dia lebih simpati terhadap tenaga kuda. Mengpa? Karena kuda tidak kenal lelah, kuat dan tangguh. Di terik matari pun kuda tetap berlari menarik sado.
Falsafah kuda itu pula yang mengantarkannya memiliki delapan buah perusahaan. “Satu sama lainnya saling mendukung dan berkaitan. Mulai dari rekrutmen TKI, BLK, travel biro sampai kontraktor”, kata Idrus yang mempunyai 250 orang karyawan.
Dia kini memiliki lebih dari tiga kantor di Jakarta. Kesibukannya, cukup padat dari hari ke hari, termasuk aktif dalam partai politik. Tetapi waktunya untuk keluarga tidak pernah diabaikan. Prinsip bisnisnya adalah management executive. Dia lebih banyak melakukan lobi-lobi sedangkan yang menjalanlan roda perusahaan dipercayakan kepada manager.
Kantor pusat Laenaco Group di Jakarta, sementara branch offices/regional netwaork berada di 25 kota di Indonesia. Overseas branchs/ internasional network di Singapore, Hongkong, Malaysia, Brunai Darussalam, Taiwan, Korea, Uni Emirat Arab, Baharain, Quatar, Kwait dan Saudi Arabia. Karena itu, Idris harus bolak-balik Jakarta – luar negeri. Dalam sebulan waktunya minimal seminggu di luar negeri. “Ya itu sudah konsekuensi panggilan tugas kerja yang harus dijalankan”, kata pengusaha yang juga aktif dalam dunia olahraga antara lain sebagai Bendahara Umum Komisi Tinju Indonesia (KTI).
Dia mengakui dalam mengembangkan usahanya banyak menghadapi tantangan. Tapi berkat kegigihannya, tantangan itu justru mengantarkannya meraih berbagai keberhasilan. “Arus reformasi juga ikut membuka pintu keberhasilan”, akunya. Hanya saja, katanya, dalam pengurusan izin membuka usaha PJTKI terlalu mudah, sehingga sering disalahgunakan oleh beberapa pihak. Ada perusahaan PJTKI yang hanya memiliki modal Rp 250 juta diberikan izin mengirim tenaga kerja ke mana saja. Pada hal, idealnya, kalau modal sebesar itu hanya mampu mengirim TKI ke satu negara. “Mengelola bisnis TKI butuh modal besar dan tanggung jawab,” ujar Idris.
Ke depan, Idris masih bercita-cita untuk membangun sebuah Perguruan Tinggi (PT). Kehadiran PT ini diharapkan dapat bersinergi dengan core bisnisnya terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). TKI yang dikirim ke ke luar negeri tidak lagi hanya di sektor informal tapi juga formal.
Sampai sekarang ini, jumlah TKI yang bekerja di sektor formal hanya 10% dari jumlah TKI di luar negeri. Mereka ini bekerja di perusahaan-perusahaan swasta, penempatanya secara kolektif dan diterima pengusaha setempat. Sementara TKI informal 90% dan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga, pengasuh anak, bayi, balita dan perawat orang tua lanjut usia (Lansia).
Ke depan akan diusahkan TKI yang dikirim memiliki skill dan keterampilan di berbagai bidang.
Dia berharap, di masa mendatang tidak ada lagi mendengar jeritan dari KTI baik karena ditindas atau tertindas. “Sudah saatnya pemerasan terhadap TKI itu dihentikan dengan lebih dulu membekalinya dengan keahlian dan keterampilan memadai”, kata Idris. e-ti/tl