Digemari di Tahun 70-an
Titiek Sandhora
[SELEBRITI] Dalam kurun waktu 1960-1970-an, suara merdunya sering diputar di radio termasuk radio swasta yang baru bertumbuhan di banyak kota. Rekaman pertamanya yang menghasilkan lagu Si Boncel digemari masyarakat. Ia kemudian berduet dengan Muchsin Alatas yang terkenal lewat lagu Halo Sayang, Dunia Belum Kiamat, Pertemuan Adam dan Hawa, dan Jangan Marah. Popularitasnya sebagai penyanyi menghantarkannya menjadi aktris film.
Nama Oemijati mungkin asing terdengar, namun jika menyebut Titiek Sandhora tentunya hampir seluruh masyarakat Indonesia familiar dengan penyanyi sekaligus aktris tempo dulu ini. Titiek yang bernama asli Oemijati ini lahir di Bentar, Bumiayu, Jawa Tengah pada 20 Januari 1954.
Ia mengawali karirnya pada tahun 60-an di dunia tarik suara. Rekaman pertamanya menghasilkan album berjudul Si Boncel yang musiknya diaransemen Zaenal Combo pimpinan alm. Zaenal Arifin. Lagu-lagu berlirik jenaka di album tersebut hampir setiap hari diputar di radio, termasuk radio swasta yang saat itu mulai banyak bermunculan di sejumlah kota. Selain Si Boncel, ada pula lagu berjudul Fujiya-ma, Si Siti Jadi Pengantin, serta Teman Sekolah.
Perlahan-lahan popularitas Titiek terus berlanjut hingga ia beranjak remaja. Tembang Jawa fenomenal, Walang Kekek, milik Waldjinah yang pernah sangat terkenal di penghujung dekade 60-an pernah dibawakannya. Lewat suara merdunya, Titiek bahkan berhasil menyaingi reputasi Waldjinah, sang penembang terdahulu dari dunia keroncong. Titiek makin berjaya, seiring kemasyhuran lagu Merantau, sebuah lagu yang berkisah tentang kerinduan pada kampung halaman karya Yasir Syam.
Awalnya lagu itu diberi judul Selamat Tinggal Kampung Halaman, dan dibawakan oleh penyanyi Ida Royani dengan iringan Orkes Bayu pimpinan F. Farera. Akan tetapi, kurang sukses di pasaran. Akhirnya berkat kejelian Yasir membaca karakter suara Titiek, Merantau berhasil mendulang sukses. Pamor Titiek Sandhora pun makin bersinar dengan polesan Yasir Syam dan Yessy Wenas.
Selain nama dua komponis andal itu, tercatat pula Wedhasmara, Mus K. Wirya, dan A. Riyanto. Karya Yessy Wenas yang menuntut kemampuan Titiek untuk genit-genit manja, terlukis dalam sukses lagu Si Jago Mogok dan Tante Cerewet. Karakteristik lagu sendu karya Yasir Syam dalam lagu Putus Cinta di Batas Kota juga berhasil dibawakan dengan apik oleh Titiek. Lagu itu pula yang menegaskan keunikan identitas suara seorang Titiek Sandhora dengan vibrasinya dibanding penyanyi lainnya.
Sebenarnya vibrasi yang dianggap aneh itu sudah terasa sejak ketenaran lagu bernuansa Mandarin, Fujiyama, Si Cantik Jelita, serta Bunga Sakura. Keunikan suaranya semakin jelas terdengar saat melantunkan lagu Merantau. Warna vibra mirip penyanyi Mandarin itu, kemudian banyak menggoda para pendatang baru untuk mengekor jejaknya. Perusahaan rekaman Remaco yang membidani kelahiran Titiek Sandhora, kemudian getol mencetak sejumlah penyanyi pembayang kesuksesan Titiek.
Puncak karirnya terjadi saat berduet dengan Muchsin Alatas. Bersama pria asal Makassar yang di kemudian hari menjadi pasangan hidupnya itu, Titiek sukses mencetak hits antara lain Halo Sayang, Dunia Belum Kiamat, Hatiku Hatimu, Pertemuan Adam dan Hawa, serta Jangan Marah. Ketika itu popularitas sebuah lagu hanya ditopang lewat media radio. Meski demikian, lagu-lagu Titik-Muchsin merakyat dan sangat digemari masyarakat di awal 1970-an.
Di antara nama-nama itu ada Andrianie, Anieta Tourisia, dan Inneke Kusumawaty. Ketiga biduanita itu dituding sebagai penyanyi imitasi Titiek Sandhora. Sekilas vokal mereka terdengar memiliki kemiripan. Terlebih, warna vokal dan vibrasi Anieta Tourisia saat mendendangkan lagu melankolis semisal Selendang Merah, Mama, Setangkai Bunga Mawar, dan Kuterima Pesanmu yang dinilai sangat mendekati kualitas suara Titiek Sandhora.
Demikian halnya dengan Andrianie yang populer lewat lagu Kejam Nian Padaku, dan Panggillah Aku Kasihmu. Namun, sukses para penyanyi pengekor itu tak bertahan lama, tak mampu melampaui reputasi Titiek Sandhora.
Puncak karirnya terjadi saat berduet dengan Muchsin Alatas. Bersama pria asal Makassar yang di kemudian hari menjadi pasangan hidupnya itu, Titiek sukses mencetak hits antara lain Halo Sayang, Dunia Belum Kiamat, Hatiku Hatimu, Pertemuan Adam dan Hawa, serta Jangan Marah. Ketika itu popularitas sebuah lagu hanya ditopang lewat media radio. Meski demikian, lagu-lagu Titik-Muchsin merakyat dan sangat digemari masyarakat di awal 1970-an.
Bersama Muchsin, Titiek menuai sukses besar sebagai pasangan duet paling romantis. Setelah masa kejayaan duo Pattie Bersaudara (Nina Selvy) berlalu, Titiek-Muchsin tampil sebagai pasangan duet paling dikenal sepanjang sejarah musik negeri ini. Seiring terus meroketnya pasangan duet itu, daya jual mereka pun semakin tinggi, hingga pada akhirnya ikut menggoda para sineas film nasional untuk menggaet mereka sebagai bintangnya. Tahun 1970, sutradara Liliek Sujio mendaulat pasangan bintang itu untuk tampil dalam film Awan Jingga.
Akting keduanya baru mencuri perhatian saat membintangi film komedi musikal Dunia Belum Kiamat besutan sutradara film komedi jempolan, alm. Nyak Abbas Akup. Di film itu, Titiek-Muchsin beradu akting dengan alm. Benyamin S, Rachmat Hidayat, Mieke Widjaya, dan Wenny Wulur. Setelah itu berturut-turut Titiek tampil dalam sejumlah film, yaitu Penasaran, Ali Topan Anak Jalanan, Surat Undangan, Seruling Senja, Kasih Sayang, Permata Bunda, Yatim, Si Janda Kembang, Lagu Untukmu, dan Bundaku Sayang.
Dekade 1970-an memang bisa dibilang milik duet Titiek Sandhora dan Muchsin Alatas, baik di pentas musik pop, maupun industri perfilman nasional.
Setelah lama berkutat di jalur musik pop di dekade 1970-an, Titiek Sandhora akhirnya melirik musik dangdut. Tembang duetnya, Dunia Belum Kiamat dan Ke Bina Ria kembali mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Sementara sebagai solois, ia berhasil mencetak hits lewat lagu Keagungan Tuhan, Termenung, dan Mustika.
Titiek kemudian menikah dengan Muchsin pada 1972 dan dari pernikahannya mereka dikaruniai tiga orang anak, Bobby Sandhora, Beby, dan Bella.
Masa keemasan Titiek Sandhora memang telah berlalu, namun lagu-lagu yang pernah mengorbitkan namanya tak pernah mengering dalam bursa lagu pop nostalgia. Mulai dari Merantau, Putus Cinta di Batas Kota, Si Jago Mogok, Si Cantik Jelita, serta Bunga Sakura masih kerap dinyanyikan terutama oleh para penggemarnya. Dilihat dari sisi ekonomis, lagu-lagu lawas milik Titiek dan Muchsin masih memiliki daya jual yang cukup menjanjikan. Ditambah lagi, penggemar pasangan ini masih cukup besar. eti | muli, red