Gypsy-nya Indonesia

Mama Lauren
 
0
605
Mama Lauren
Mama Lauren | Tokoh.ID

[SELEBRITI] Laurentia atau yang lebih dikenal Mama Laurent, seorang wanita blasteran Belanda dan Belgia. Ia merupakan keturunan kaum gypsy, yakni sebuah kaum yang dianugerahi bakat khusus untuk bisa melihat masa depan. Hingga akhir hayat, ia pun mempraktikkan bakatnya itu di Indonesia. Di Tanah Air ia menjadi paranormal yang sangat kondang.

Laurentia Pasaribu atau yang lebih dikenal dengan nama Mama Laurent adalah seorang paranormal ternama di Tanah Air. Meski demikian ia lebih suka menyebut dirinya sebagai konsultan pribadi ketimbang paranormal. Dari ‘kelebihan’ yang dimilikinya Mama Laurent sudah meramalkan banyak kejadian penting seperti bencana alam Tsunami Aceh hingga peristiwa Bom Bali.

Seperti halnya profesi yang dijalani, kisah kehidupan Laurentia di masa lalunya terbilang sangat menarik sekaligus mengharu biru. Bagaimana tidak, Laurentia sudah harus menjadi piatu ketika usianya baru menginjak tiga tahun. Kepergian ibunda tercinta, Anna Breche di saat ia masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu, meninggalkan rasa kehilangan yang teramat dalam bagi Laurentia.

Tidak lama setelah itu, ayahnya, Lau van Hooff, yang berprofesi sebagai arsitek memutuskan untuk menikah lagi dengan adik iparnya atau adik dari ibunya Mama Laurent. Itu adalah perkawinan ketiga bagi ayahnya, karena sebelum menikah dengan Anna Breche, sang ayah sebelumnya sudah pernah menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Sementara dari pernikahan ketiganya, Lau Van Hoff dianugerahi satu orang putri bernama Ria. Namun lagi-lagi Laurentia harus kembali kehilangan orang terkasih, karena sang ayah meninggal dunia. Praktis sejak saat itu Mama Laurent tinggal bersama adik dan ibu tiri yang sekaligus tantenya itu.

Akan tetapi, ia mengaku kakek dan neneknyalah yang mengasuhnya sejak kecil. Sang kakek berdarah campuran Persia-Perancis sementara neneknya keturunan Spanyol. Oleh Laurent, pasangan lanjut usia itu biasa disapa dengan panggilan Opa dan Oma. Di kemudian hari, saat berusia 6 tahun Laurent baru menyadari bahwa mereka bukanlah kakek dan nenek kandungnya. Hal tersebut diketahuinya dari nenek buyutnya, Antonieta. Oma Antoneitalah yang paling berperan dalam menempa pribadinya. Dari wanita tua renta itu pula Laurentia belajar falsafah kehidupan yang sesungguhnya.

“Aku Memang Berbeda”…

Saat masih berusia 7 tahun, perempuan yang lahir di Eindhoven, Belanda, pada tanggal 23 Januari 1932 itu sudah mulai merasakan ada sesuatu yang lain dalam dirinya. Kejadian yang paling membekas dalam ingatannya adalah ketika ia tengah belajar di dalam kelas, Lauren kecil mendapat ‘penglihatan’ bahwa suatu hal buruk akan terjadi pada sekolahnya. Seketika itu juga ia pun memberitahukan guru dan teman-temannya agar secepatnya menyelamatkan diri. Namun, perkataannya hanya ditanggapi dingin oleh gurunya, dan menganggap ia hanya sedang mengada-ada, Lauren pun disuruh pulang karena dinilai membuat kegaduhan. Sejak saat itu Laurentia dianggap anak aneh yang dikutuk.

Laurent pun sangat sedih karena himbauannya tidak diindahkan, sesampainya di rumah kesedihannya semakin menjadi tatkala mendengar sekolahnya telah luluh lantak akibat dihantam bom. Saat itu memang keadaan sedang tidak bersahabat karena perang yang berkecamuk. Di saat tak seorang pun mempercayai perkataannya, Oma Antonietalah yang memberi dorongan bagi Laurent agar tidak menyesali ‘bakat’ istimewa yang dimilikinya dan terus mendorongnya cicitnya itu untuk terus menggali potensi.

Ia agak terhibur karena Oma Antoineta ternyata mendukungnya secara penuh. Dengan mata berbinar, dia mengatakan, sebagai keturunan kaum gypsy, mereka memang dianugerahi bakat khusus untuk bisa melihat masa depan. Namun, Oma juga tidak ingin kekuatan itu malah menjadi beban baginya. Ya, sejak itulah, untuk pertama kalinya ia menyadari bahwa dirinya memiliki indra keenam yang harus digunakan dengan tanggung jawab yang besar. Namun, kebersamaanya dengan wanita yang sangat disayanginya itu hanya berlangsung selama 13 tahun, karena Oma Antoneita dipanggil Yang Maha Kuasa.

Beranjak remaja, Laurent hidup sebatang kara. Ia sempat dititipkan untuk tinggal di sebuah asrama, namun karena merasa tak betah ia pun memutuskan untuk kabur. Dalam usia yang masih teramat belia, Mama Laurent berjuang sekuat tenaga agar dapat terus bertahan hidup. Untuk membiayai sekolahnya serta kehidupannya sehari-hari, Mama Laurent bekerja mulai pagi hingga malam hari. Meski sibuk bekerja ia selalu menyempatkan diri untuk belajar, karena baginya pendidikan merupakan bekal penting untuk menyongsong masa depan. Indahnya masa remaja pun tak sempat dikecap Mama Laurent karena harus memenuhi tuntutan perut.

Advertisement

Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, ia bertemu dengan Profesor Van der Berg, seorang ahli parapsikologi dari Universitas Leuven yang berbaik hati mengajak Laurentia tinggal bersamanya. Bersama Prof. Van der Berg, Laurentia mendapatkan berbagai pengalaman berharga. Mulai dari mengenal kehidupan di Afrika hingga mempelajari manfaat ramuan obat-obatan. Bahkan, atas budi baiknya pula, Mama Laurent bisa menekuni ilmu para-psikologi di Universitas Leuven.

Ia kemudian pergi ke Prancis untuk belajar ilmu para-psikologi, yang pada dasarnya merupakan ilmu psikologi eksperimental. Setelah belajar sambil bekerja selama dua tahun di Prancis, akhirnya Mama Laurent kembali pulang ke Leuven. Menjelang kepulangannya itulah, Prof. Van der Berg meninggal dunia.

Kesedihan karena ditinggalkan orang terkasih berkecamuk dalam batin Mama karena di matanya Prof Van der Berg tak hanya berperan sebagai ayah angkat tapi juga mentor yang rajin meyakinkannya, bahwa dengan menekuni ilmu parapsikologi, ia bisa menerima dirinya secara apa adanya dengan lebih baik. Belum lagi kondisi Eropa yang kala itu tengah berbenah usai peperangan hebat yang melanda benua biru tersebut.

Di tengah kondisi tak menentu itu, Mama Laurent bertemu dengan seorang pemuda berdarah Asia berkulit sawo matang dengan rambut hitam legam. Pria Indonesia kelahiran Bandung itu bernama Natakusumah, mahasiswa Universitas Leuven Jurusan Arsitektur. Keduanya pertama kali bertemu di perpustakaan kampus, pertemuan pertama itu rupanya menyisakan romansa tersendiri. Setelah itu mereka pun semakin dekat hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah di tahun 1952. Usai resmi menyandang status sebagai Ny. Natakusumah di usia 20 tahun, Mama Laurent pun diboyong sang suami untuk menetap di Indonesia. Sebuah negara yang pernah dilihatnya dalam peta tapi tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya bahwa suatu hari ia akan tinggal di sana.

Mama Laurent pun tak merasakan kesulitan berarti saat harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sebisa mungkin ia mulai mempelajari bahasa Indonesia hingga membiasakan lidahnya dengan menu masakan khas Indonesia. Bersama sang suami, Mama Laurent menjalani kehidupan rumah tangganya dari nol. Bahkan untuk sekadar tempat tinggal saja, mereka harus menyewa sebuah garasi yang kemudian disulap menjadi paviliun. Karena sebagai arsitek yang baru saja lulus, boleh dibilang karir Natakusumah masih jauh dari kata mapan. Dalam membangun usahanya, mereka pun harus rela berpindah dari satu tempat kontrakan ke tempat kontrakan lainnya.

Baru pada tahun 1958, sang suami yang saat itu bekerja sebagai pemborong bangunan mengajaknya pindah ke Kotabumi, Lampung Utara. Selama dua tahun pasangan tersebut tinggal di daerah perkebunan. Ketika tinggal di kota itu, kehidupan rumah tangga mereka semakin berwarna dengan kehadiran Mario Lorens Natakusuma. Putra pertama mereka itu lahir di RS Xaverius, Tanjung Karang. Itulah saat-saat paling bahagia dalam hidup Mama Laurent, menikmati kehidupan berumah tangga yang harmonis ditambah dukungan dari sang suami. Nata memang memahami ‘bakat’ istimewa istrinya.

Untuk mengasah potensi sang istri, Nata kemudian memperkenalkannya pada Pak Rahim, seorang paranormal kondang di masa itu, sekembalinya mereka di Jakarta. Sebagai istri yang mencintai suaminya, Mama Laurent pun memanfaatkan indera keenamnya untuk melindungi sang suami. Seperti saat peristiwa meletusnya Gunung Agung di Bali tahun 1961. Saat itu Mama Laurent melarang suaminya untuk pergi, Nata pun mendengarkan perkataan sang istri kemudian mengurungkan niatnya untuk berangkat ke Bali.

Namun Nata pernah membantah nasihat istrinya saat tengah menggarap proyek renovasi Istana Negara pada bulan Januari 1965. Mama Laurent memiliki firasat akan terjadi hal yang tak beres jika suaminya tetap bersikeras untuk mengambil pekerjaan tersebut. Firasat itu pun terbukti saat terjadinya peristiwa G30S/PKI, keadaan yang kacau balau ketika itu juga berimbas pada terbengkalainya pengerjaan renovasi Istana Negara. Nata pun mengalami kerugian besar, usahanya nyaris bangkrut. Seketika ia menyadari kekeliruannya karena tidak mengindahkan peringatan dari istri tercinta. Setelah kejadian tersebut Nata pun dengan rendah hati meminta maaf pada wanita yang dinikahinya pada tahun 1952 itu.

Akan tetapi, meski dengan segenap kemampuannya dalam ‘membaca’ masa depan, Mama Laurent tetap tak dapat menghindar dari ketetapan Sang Maha Kuasa. Beberapa bulan sebelum kepergian suaminya menghadap Sang Khalik, ia sempat mendapatkan bayangan melihat sang suami tertidur pulas di kursi dalam keadaan tersenyum, penuh dengan kedamaian. Seketika Mama menampik apa yang telah ‘dilihatnya’ itu, meski demikian ia berkata pada suaminya agar segera ke dokter untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Namun Nata yang merasa sehat-sehat saja hanya menganggap kekhawatiran istrinya itu hanya sebagai angin lalu.

23 Februari 1973, apa yang selama ini ditakutkan oleh Mama Laurent akhirnya menjadi kenyataan. Natakusumah ditemukan meninggal dunia dalam kondisi sama persis seperti apa yang telah muncul dalam bayangan istrinya, terduduk dan tersenyum damai.

Dunia seakan runtuh saat Mama Laurent mengetahui pria yang selama puluhan tahun telah mendampinginya dalam suka dan duka harus pergi untuk selamanya. Keadaan pun semakin memprihatinkan saat seluruh asetnya disita oleh bank untuk menutupi hutang mendiang sang suami selama merintis usahanya. Tinggallah Mama Laurent dan putra semata wayangnya, si kecil Mario yang mau tak mau harus angkat kaki dari rumah mereka dengan hanya berbekal sebuah koper berisi pakaian.

Untuk bertahan hidup, Mama Laurent mencari uang dengan menjadi pedagang kopi bubuk dari rumah ke rumah. Kehidupannya baru berangsur membaik di tahun 1978, saat itu terjadi perampokan sebuah pabrik di daerah Cibinong. Kebetulan salah seorang temannya sesama pedagang kopi mengetahui bakat terpendam Mama Laurent. Walaupun awalnya sempat ragu Mama Laurent pun memberanikan diri menggunakan kemampuannya untuk mengungkap siapa dalang di balik peristiwa tersebut.

Sontak kemampuan spiritualnya menjadi pembicaraan orang banyak bahkan sebuah harian ibukota, Buana Minggu, memuat cerita tentang sosok Mama Laurent. Tuhan memang selalu memberikan rezeki pada umatnya dalam berbagai cara, setelah beritanya di muat, Mama Laurent kemudian ditawari untuk membuka praktik konsultasi sebagai paranormal di kantor mereka yang terletak di daerah Tanah Abang tersebut.

Awalnya ia sempat sungkan menerima tawaran tersebut, karena terkesan mengkomersilkan talentanya. Namun setelah ia berpikir lebih jauh bahwa apa yang dilakukannya dapat bermanfaat bagi orang lain maka tawaran itu pun diterimanya. Sejak pertama kali membuka ‘praktiknya’, Mama Laurent tak pernah sepi pelanggan. Awalnya hanya satu atau dua orang saja yang datang untuk berkonsultasi setiap harinya. Namun lama kelamaan, pelanggannya terus bertambah sampai-sampai ada yang mengejarnya hingga ke rumah. Karena hal tersebut, ia akhirnya memutuskan untuk berpraktik di rumah saja.

Ia pun tak pernah mematok tarif tertentu dalam melayani para pelanggannya, namun biasanya tanpa diminta mereka memberikan imbalan pada Mama Laurent. Kemudian Mama mulai berpikiran rasional, “Inikah jalan untuk mencari nafkah dari-Nya yang harus saya tempuh?” pertanyaan itu terus terucap dalam batinnya. Terlebih, saat itu Mario sedang membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikannya ke ASRI, Yogyakarta.

Sejak saat itu kehidupan Mama Laurent pun mulai membaik, sehingga ia bisa pindah dari kamar kontrakannya di Kampung Melayu kemudian menyewa rumah di daerah Kebon Baru, Tebet. Di sana ia bertemu dengan seorang pemuda tampan yang berprofesi sebagai pelaut bernama Hendrik Pasaribu. Sejak awal melihat pria yang 15 tahun lebih muda darinya itu, Mama Laurent yakin bahwa Hendrik kelak akan menjadi suaminya.

Lagi-lagi instingnya terbukti, meski dengan perbedaan usia yang cukup jauh, ditambah dengan statusnya sebagai seorang janda dengan 1 anak, Mama Laurent akhirnya menikah untuk kali kedua. Tepatnya pada 29 Mei 1982, Mama Laurent resmi diperistri Hendrik Pasaribu.

Kebahagiaan pun semakin bertambah saat sang buah hati satu-satunya, Mario melepas masa lajangnya. Dari hasil pernikahannya, Mario dikaruniai dua orang putra bernama Nuh Prabawa dan Kreshna. Sayang, pernikahan Mario hanya berjalan seumur jagung, karena suatu sebab sang istri meninggalkannya dan dua anak mereka yang ketika itu masih balita.

Untuk kesekian kalinya, nenek dua cucu itu harus dihadapkan pada kenyataan pahit. 3 Oktober 1985, Mario meminta izin ke luar kota untuk bermain band bersama kawan-kawannya. Walaupun sempat mendapat larangan dari ibunda tercintanya yang telah memiliki firasat bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa putra kesayangannya itu, Mario akhirnya pergi juga. Benar saja, keesokan harinya Mama Laurent mendapat kabar putra semata wayangnya mengalami kecelakaan. Tiga orang rekannya tewas di tempat, sementara Mario yang saat itu dalam kondisi kritis dilarikan ke RS Tangerang. Setibanya di rumah sakit, ia mendapati pemandangan yang memilukan, Mario tergolek lemah di ruang ICU, parahnya luka yang diderita membuat kemungkinannya untuk bertahan hidup sangat tipis. Dengan kondisi tersebut, Mario seakan menyadari waktunya di dunia tak akan lama lagi. Dalam keadaan kritis ia berbicara pada mami, panggilan kesayangannya pada Mama Laurent. Sebuah momen yang sangat mengharukan pun terjadi, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Mario berpesan agar mami menjaga kedua buah hatinya, Nuh dan Kreshna.

Kehilangan buah hati satu-satunya sempat menghilangkan semangat hidupnya. Perasaannya kacau balau, remuk redam, dan bahkan ia memprotes mengapa lagi-lagi Tuhan mengambil satu persatu orang yang dicintainya. Namun keadaan itu tak berangsur lama, mengingat ada dua insan kecil yang membutuhkan kasih sayangnya. Nuh dan Kreshna, dua bocah laki-laki yang diamanatkan Mario padanya. Maka dengan penuh kesabaran, di saat usianya tak muda lagi, Mama Laurent seakan kembali pada tugas awalnya menjadi ibu sekaligus nenek bagi kedua cucunya. Dalam mengemban amanat itu, Hendrik, sang suami pun tak segan ikut turun tangan. Statusnya sebagai kakek tiri tak menghalanginya untuk mengurus Nuh dan Kreshna. Mami dan Bapak, begitulah pasangan beda ras itu biasa disapa kedua cucunya.

Seiring waktu berjalan, karir Mama Laurent sebagai paranormal pun semakin meroket. Kliennya tak hanya dari kalangan masyarakat biasa, tapi juga dari orang kelas atas seperti pejabat hingga selebriti. Pundi-pundi uang pun tak henti mengalir ke kantongnya, namun gelimang popularitas dan harta itu tak lantas merubah kepribadiannya. Ia tetap hidup dalam kesederhanaan. Kalau pun ada rezeki berlebih, semua itu dimanfaatkannya untuk masa depan dua orang cucunya.

Kerja keras serta kasih sayangnya pada Nuh dan Kreshna berhasil mengantarkan keduanya menjadi orang yang berhasil di bidang yang digelutinya. Nuh berprofesi sebagai aktor sementara sang adik, Kreshna bekerja sebagai DJ.

Kehidupan rumah tangga Mama Laurent dan Hendrik Pasaribu pun terbilang adem ayem, meskipun pernikahan mereka tidak dikaruniai anak. Maklum saja, saat dipersunting pria Batak itu, usia Mama Laurent sudah memasuki kepala lima sehingga hampir mustahil baginya untuk memiliki momongan lagi.

Meski menikah dengan wanita yang jauh lebih tua tak membuat rasa cinta Hendrik berkurang sedikit pun. Ia setia mendampingi Mama Laurent hingga ajal menjemput wanita yang telah dinikahinya selama 28 tahun itu.

Senin 17 Mei 2010 pukul 21.37, Mama Laurent meninggal dunia di Rumah Sakit PGI Cikini karena komplikasi paru-paru dan jantung. Ia masuk rumah sakit sejak Minggu, 16 Mei 2010 pukul 12.00. Saat dilarikan ke rumah sakit, Mama Laurent mengalami sesak napas. Jenazah langsung dibawa ke rumah duka di Jalan Kasuari 2 no. 2 Cipinang, Jakarta Timur. Wanita blasteran Belanda dan Belgia itu dimakamkan di Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta, Selasa 18 Mei 2010. e-ti | muli, red

Data Singkat
Mama Lauren, Paranormal / Gypsy-nya Indonesia | Selebriti | paranormal, Gypsy

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini