Berdaya dengan Energi Nabati

Eko Widaryanto
 
0
337
Eko Widaryanto
Eko Widaryanto | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Eko Widaryanto merekayasa kompor minyak tanah menjadi kompor berbahan bakar nabati supaya perajin kompor konvensional tak jadi mati.

Ratusan perajin kompor minyak tanah di Malang, Jawa Timur, gulung tikar ketika pemerintah menggelontorkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas.

Seperti efek domino, hal ini menjadi ancaman langsung terhadap hilangnya lapangan kerja dan menciptakan pengangguran baru,” tegas dosen Jurusan Budi Daya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Dr Ir Eko Widaryanto, MS ketika ditemui Media Indonesia, Sabtu (21/8).

Eko tahu betul lantaran ia tinggal di dekat sentra perajin kompor di Malang. Akibat konversi minyak tanah ke gas, satu demi satu perusahaan kompor gulung tikar sehingga melenyapkan lapangan kerja dari ratusan keluarga di sana.

Lantaran itu Eko mendirikan komunitas perajin kompor. Tujuannya menggairahkan kembali roda kehidupan masyarakat yang terlanjur hanya mempunyai keahlian di bidang kerajinan kompor selama berpuluh-puluh tahun.

Eko mengawalinya dengan penelitian pada 2007 dengan merekayasa kompor konvensional (minyak tanah) menjadi jenis kompor Iain. Dia fokus pada kompor menggunakan bahan bakar-nabati terutama biji “jarak pagar (Jatroplw curcas L). Eko lantas membudidayakan tanaman jarak di lahan miliknya seluas 0,5 hektare untuk kepentingan penelitian.

Ia memilih jarak pagar setelah mempelajari blue print pengelolaan energi nasional yang dikeluarkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Disebutkan kebutuhan energi nasional akan dipenuhi dari sumber energi baru terbarukan (EBT) sebesar 4,4%.

Lahan kritis

Bermula dari program itu, kata Eko, sekarang 1,5 juta hektare lahan telah ditanami jarak. Tanaman ini bisa ditanam di lahan kritis dan nonproduktif. Jadi, selain menghasilkan lahan yang hijau kembali, penanaman jarak ini bisa menyerap tenaga kerja sekitar 4,5 juta orang.

Selain mudah ditanam di mana saja, sistem produksi dan penanamannya mudah dilakukan oleh siapa saja. Jarak juga berguna untuk mengatasi pemanasan global.

Advertisement

Namun, penggunaan minyak jarak dirasa masih kurang cocok digunakan di perdesaan karena masih memerlukan proses ekstraksi atau pengepresan. Oleh karena itu, inovasi teknologikompor biji jarak merupakan langkah yang tepat guna dalam membantu masyarakat perdesaan untuk mengatasi masalah kebutuhan energi.

Motivasi

Eko menjamin sejumlah kompor berbahan bakar nabati temuannya tidak akan meledak. Selain itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan energi alternatif secara murah.

“Semurah-murahnya minyak tanah (nonsubsidi seharga Rp7 ribu / liter) tetap saja masyarakat harus membeli,” katanya.

Untuk itu Eko memotivasi masyarakat, terutama pemerintah daerah, agar mendorong masyarakat menanam jarak pagar dalam mewujudkan desa mandiri energi sehingga hasil panen bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif guna mewujudkan kedaulatan energi di tingkat desa.

“Kami berpendapat kembalikan jarak pagar pada fungsi nya, yakni ditanam di pekarangan rumah,” ujar Eko.

Kebutuhan tiap keluarga yang menggunakan kompor biji jarak sebagai alat memasak adalah 99-148 kilogram per keluarga per tahun atau 0,27-0,41 kilogram biji jarak per hari.

Apabila setiap pohon diasumsikan menghasilkan 2 kilogram biji per tahun, kebutuhan tanaman jarak pagar yang harus ditanam setiap keluarga adalah 50-75 pohon.

Bagi yang tidak memiliki lahan yang cukup, bisa membeli briket. Dalam hal itu Eko mampu memenuhi permintaan briket berapa pun banyaknya.

Doktor dengan disertasi berjudul Upaya Peningkatan Hasil Tanaman Jarak Pagar dan Pemanfaatannya itu mengingatkan petard agar tidak gegabah dalam menanam jarak pagar di sembarang lahan, terutama menanam di lahan kritis.

“Menanam jarak pagar bukan-tanaman sekadar yang bisa hidup. Yang diinginkan adalah bisa berproduksi atau berbuah,” ujarnya.

Multiguna

Secara ekonomi, tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan seluruh bagiannya mulai dari daun, buah, kulit batang, getah, dan batangnya. Daun dapat diekstraksi menjadi obat-obatan herbal. Kulit batang dapat juga diekstraksi menjadi tanin. Bagian batang juga dapat digunakan untuk kayu bakar.

Potensi terbesar jarak pagar ada pada buah yang terdiri dari biji yang memiliki kulit.

Untuk menyosialisasikan penggunaan jarak pagar sebagai energi alternatif terbarukan, Eko sudah keliling di berbagai daerah. Apalagi saat ini Indonesia sudah tercatat sebagai negara pengimpor bahan bakar minyak (net importer country). Keadaan ini semakin mengkhawatirkan karena disinyalir cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan.

Pada Juli 2010, Eko juga nvempresentasikan kompor UB-16 temuannya dalam acara workshop yang digelar Departemen Pertanian China bekerja sama dengan Asian Development Bank. Masa depan mantan perajin kompor minyak tanah belum tamat. Sebab inovasi kompor berbahan bakar nabati masih potensial untuk dikembangkan. Toh masyarakat butuh pilihan selain kompor gas elpiji yang berpotensi meledak. (M-4)

***

Kompor Aman Serba Hemat

Jauh sebelum isu energi terbarukan digulirkan, masyarakat di perdesaan di Jawa Timur sudah biasa menggunakan biji jarak untuk penerangan, terutama ketika listrik belum masuk desa. “Pada umumnya biji jarak dimanfaatkan minyaknya setelah diperas,” ujar Eko Widaryanto.

Biji jarak, kata dia, mengandung deposit minyak sebesar 37%. Minyak yang diperoieli dari perasan biji tanaman jarak dapat langsung dibakar tanpa dilakukan proses pemurnian.

Hasil pengujian juga menunjukkan penggunaan biji jarak kering secara langsung pada kompor yang dimodifikasi dapat memberikan nyala api yang tidak kalah dengan menggunakan minyak. Jadi kompor biji jarak adalah kompor yang praktis, mudah, dan murah.

Sebanyak 250 gram biji ku-pasan menghasilkan nyala api selama 2 jam, sedangkan harga 1 kg biji jarak kering (sekitar 0,7 kg biji kupasan) ialah Rpl.000. Jadi dengan biaya Rpl.000, kompor biji jarak dapat digunakan hampir 6 jam atau cukup untuk masak rata-rata 2 hari.

Eko memproyeksikan masih dibutuhkan sekitar 1,2 juta kompor biji jarak, mengingat ada 1,5 juta hektare lahan biji jarak. “Pasar kompor biji jarak masih sangat terbuka dan mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan,” ujarnya.

Kompor UB-16

Kompor pertama yang ditemukan Eko dinamakan UB-16. Kompor itu sudah didaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) di Departe-men Hukum dan HAM pada 7 April 2008.

Cara kerja kompor ini cukup sederhana. Wadah biji jarak ditempatkan di bagian tengah kompor berbentuk kubus berukuran 27 sentimeter kubik ini. Hasil penelitian menyebutkan 100 gram biji jarak bisa menyalakan api selama 30 menit. Adapun untuk mendidihkan 1,5 liter air hanya diperlukan 8 menit. “Apabila nyala apt ham-, pir habis, tambahkan biji jarak sesuai dengan kebutuhan.”

UB-16S

Setelah berhasil membuat kompor UB-16, Eko mengembangkan kompor lain, yakni UB-16s (smes) agar lebih fleksibel digunakan masyarakat. Kompor ini disebut pula dengan kompor biomassa.

“Kompor UB-16s menggunakan penampungan bahan bakar yang terpisah dengan bagian bawah sarangan, maka jenis bahan bakar nabati yang dipakai dapat menggunakan ukuran yang lebih besar dari biji jarak, yakni kelapa sawit, nyamplung, kemiri, kopra kelapa, dan briket dari bahan bakar nabati lainnya.

Jika bahan bakar berupa biji jarak kupasan, nyala api bisa biru 100%. Adapun biji karet dan kopra menghasilkan nyala api biru 90%. Selain itu biayanya juga lebih murah. Bahan bakar inti biji jarak hanya Rp320/jam, kelapa sawit glondong Rp300/jam, kopra kelapa Rp450/jam, briket biji kapuk randu Rp300/jam, dan biji karet Rpl20/jam.

UB-16 BE

Inovasi terbaru Eko ialahkompor UB-16 BE berbahan bakar bioetanol. Alasannya, bahan bakar ini dapat diproduksi petani di tingkat industri kecil. “Ketersediaannya sepanjang waktu. Selain itu, petani juga dapat memperoleh keuntungan dari nilai tambah produksi bioetanol berbasis ubi kayu,” tegasnya.

Satu liter bioetanol (kadar 60%-90%)dapat menyalakan kompor UB-16 BE selama 3-4 jam. Nyala apinya biru. Hasil uji coba menunjukkan hanya perlu waktu 7 menit untuk mendidihkan air 600 cc.

Kompor berkapasitas 1 liter bioetanol ini tidak menimbulkan jelaga dan lebih efektif karena kompor dapat diisi ulang ketika masih menyala.

Kini 3 jenis kompor yang dibuat Eko sudah diproduksi secara massal di komunitas perajin kompor binaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya bernama Garlina. Komunitas itu sekaligus menjadi pusat pengembangan unit usaha produksi kompor biji jarak berbasis masyarakat mandiri energi.

Maraknya kasus ledakan gaselpiji membuat tempat produksi kompor itu tidak berhenti beraktivitas mengerjakan pesanan. Pemerintah juga telah membeli kompor UB-16 dengan menggunakan dana APBN dan APBD. Selama 2008-2009 sebanyak 11.126 unit kompor sudah didistribusikan di 25 kabupaten/kota. Hingga 2010, setidaknya 12 ribu unit kompor tersebar di masyarakat. Paling banyak tersebar di Jawa Timur sebanyak 5.124 unit dan di Jawa Tengah sebanyak 1.338 unit. (BS/M-4) e-ti

Sumber: Media Indonesia, Senin, 23 Agustus 2010 | Penulis: Bagus Suryo

Data Singkat
Eko Widaryanto, Pengusaha, Dosen, Peneliti / Berdaya dengan Energi Nabati | Wiki-tokoh | Pengusaha, Dosen, peneliti

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini