Puti ‘Blusak-blusuk’ ke Gunung

Puti Guntur Soekarno
 
0
214
Puti Guntur Soekarno
Puti Guntur Soekarno | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Sabtu (5/9/2009) menjelang tengah hari, ketika dihubungi melalui telepon Puti Guntur Soekarno mengatakan sedang di Ciamis, Jawa Barat. Ini adalah tanggung jawab kepada warga kabupaten itu yang telah memilih Puti sehingga lolos menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014.

Kalau hitungan kami, aku mestinya dapat 74.000 suara, tetapi KPU (Komisi Pemilihan Umum) menyebut 69.000 suara. Ya… sampai hari ini persoalan itu belum selesai juga, KPU belum juga mengumumkan (calon anggota legislatif yang lolos ke DPR),” kata calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu di rumahnya, Selasa (1/9). Dia mewakili Daerah Pemilihan X Jawa Barat, terdiri dari Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar.

“Aku sedang memetakan kerusakan yang terjadi. Dari laporan sementara teman-teman relawan dan partai, rumah yang rusak berat 6.487 buah, yang hancur 518 rumah, rusak ringan 8.971 rumah. Juga ada mesjid dan sekolah. Warga yang meninggal 6 orang. Mereka butuh tenda, selimut, air bersih. Aku akan laporkan ke partai dan barangkali ada teman-teman yang mau bantu aku sudah tahu apa yang diperlukan,” tutur Puti.

Di rumah Puti yang teduh di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu dinding ruang tamu dihiasi foto kakek Puti, Soekarno, dalam ukuran besar. Lukisan neneknya, Ibu Fatmawati, dengan selendang menutup kepala terpampang di dinding ruang keluarga dan di sebelahnya ada karya Galam berupa mozaik lukisan dan siluet wajah Bung Karno.

“Yang itu lukisan wajah aku, yang melukis Om Guruh,” papar Puti menunjuk lukisan di dinding menuju lantai atas.

Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah karier politik pertama Puti secara formal. Sebelumnya, anak tunggal pasangan Guntur Soekarno Putra dan Heni Guntur Soekarno ini lebih banyak terlibat dalam kegiatan di lingkungan keluarga, antara lain sebagai Wakil Ketua Yayasan Fatmawati yang bergerak di bidang sosial. Di PDI-P yang diketuai adik ayahnya, Megawati Soekarnoputri, Puti baru berstatus anggota.

Di luar itu, Puti bersama beberapa teman mengurus bisnis tiga rumah makan serta menjadi istri dan ibu yang rajin mengurus dua anaknya. Tak heran muncul pertanyaan mengapa terjun ke dunia politik. Tetapi, pertanyaan itu juga bisa dibalik, mengapa tidak?

“Sejak kecil di keluarga berseliweran soal-soal politik. Papa guru ideologiku, mengajarkan pikiran-pikiran Bung Karno,” kata Puti yang tidak sempat bertemu kakeknya yang wafat pada 1970 sementara dia lahir pada 26 Juni 1971. Meskipun ayahnya tidak pernah terlibat dalam aktivitas politik secara formal, semua bibi dan pamannya aktif dalam politik formal sehingga terasa alamiah ketika Puti juga masuk ke dunia politik.

“Justru Papa yang mengajukan argumen, ‘Apa bisa?'” kata Puti. “Bukan mempertanyakan kemampuanku sebagai anggota DPR, tetapi dia khawatir apa aku bisa bagi waktu untuk dua cucunya, he-he-he….”

“Blusak-blusuk”

Advertisement

Sempat terlambat berkampanye karena terkena demam berdarah saat sosialisasi menjelang kampanye dimulai, Puti menghadapi tantangan berupa daerah pemilihan (dapil) yang terdiri dari 72 kecamatan, sebagian besar daerah pertanian bergunung-gunung dan desa-desa nelayan.

Di dua kecamatan di gunung-gunung di Kuningan, Puti bertemu komunitas pedagang BRI, singkatan dari bubur, rokok dan indomi. “Mereka berjualan ke Jakarta, Solo, dan Yogya, bergantian tiga bulan sekali. Dari hasil itu bisa bikin rumah tembok, lantai lantai keramik. Sampai sekarang aku masih SMS-an dengan mereka.”

Dia bersyukur mendapat dapil tersebut karena bertemu dengan para marhaen, wong cilik yang kesejahteraannya selalu diperjuangkan Bung Karno. Tidak penting benar ibu-ibu yang mendengarkan Puti berkampanye dengan berapi-api lebih banyak diam terpesona karena mengira bertemu bintang film.

“Indonesia ternyata kaya dan aku menghayati betul yang disebut negara agraris ketika kampanye. Buat apa jauh-jauh jadi TKI kalau kita sekaya ini. Aku merasa punya keluarga besar. Sifat kekeluargaan, gotong royong, masih kuat. Ketika harus kembali ke Jakarta, aku merasa kehilangan,” papar Puti yang mengatakan menikmati keindahan Indonesia di dapilnya.

“Jalan aspal sampai ke ujung-ujung, tetapi berliku. Angkutan umum mobil bak terbuka, biar bisa cepat loncat kalau ada apa-apa di jalan. Tanah di sana labil, sering longsor. Aku sudah biasa ikut Papa dan Mama blusak-blusuk ke desa-desa, nemenin Mama cari tanaman langka,” cetus Puti yang tentu saja tidak naik mobil bak terbuka saat blusak-blusuk itu.

Menebus waktu

Menjelang pelantikan anggota DPR periode 2009-2014 pada 1 Oktober, Puti menyebut kegiatannya banyak untuk keluarga. “Ini untuk menebus waktu yang hilang saat kampanye kemarin. Aku suka masak, jadi aku bikin masakan untuk suami dan anak-anak,” kata Puti. Dia menyebut iga cabai hijau, mi jawa, cumi tinta, hingga spaghetti carbonara dan daging panggang saus jamur sebagai masakan yang dia kuasai.

Dia mengaku, keberhasilannya menjadi anggota DPR banyak dibantu keluarga, termasuk orangtua dan mertua. Sebagai perempuan, kalau mau berkiprah di luar rumah, dukungan keluarga penting sekali, dari suami dan anak-anak. Namanya ibu, tetap saja biarpun lagi kampanye, aku selalu ngecek sekolah anak-anak, pe-er, les. Mama dan mama mertua sampai meyakinkan aku akan ikut bantu jaga anak-anak,” cerita Puti.

Tentang yang akan dia lakukan sebagai anggota DPR, Puti mengatakan berusaha mengamalkan ajaran Bung Karno dalam laku konkret sehari-hari. Dari neneknya, Ibu Fat, yang biasa dipanggil Mbu oleh cucu-cucunya, dia belajar kesederhanaan, hidup apa adanya.

“Aku enggak pernah melihat Mbu sedih. Dia menjalani hidup dengan tulus dan selalu gembira. Tentang Bung Karno, Mbu selalu mengatakan Eyang Karno orang hebat, pemersatu bangsa. Buat saya biasa saja menjadi cucu presiden. Saya lebih bangga menjadi cucu biologis seorang founding father Indonesia.

***

Puti dalam Buaian Ibu Fat

Putih, putih melati
Mekar di taman sari
Semerbak wangi penjuru bumi ….

Bait di atas adalah kutipan lirik lagu Melati Suci karya Guruh Soekarno yang sangat mengesan bagi Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarnoputri. Lagu itu ditulis Guruh untuk Fatmawati Soekarno, seorang yang sangat dekat dengan Puti.

“Nama Puti itu pemberian Mbu,” kata Puti yang menyebut sang nenek, Fatmawati, dengan panggilan mesra Mbu (dibaca embu).

Fatmawati pernah tinggal beberapa tahun di rumah keluarga Guntur Soekarno di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Puti teringat kala dirinya terbuai suara merdu Fatmawati saat mengaji.

“Setiap magrib Mbu mengaji. Aku berbaring di dekatnya dan ah… suaranya merdu sekali,” kata Puti mengenang.

“Mbu itu orang pertama yang mengajariku untuk senang membaca. Dia membuka wawasan seorang makhluk kecil ini untuk menjadi pintar,” kata Puti yang antara lain dibelikan komik serial Mahabarata karya RA Kosasih.

“Beliau membelikan aku buku-buku dari tukang loak,” katanya.

Tukang loak?

“Ya. Aku pernah bertanya mengapa Mbu beli buku dari tukang loak dan bukannya dari toko buku. Jawabnya, Karena uangku tidak cukup untuk membeli buku di toko buku,” kata Puti menirukan jawab sang Mbu yang adalah Ibu Negara atau First Lady itu,

Puti mengenang Fatmawati sebagai orang yang sederhana. Seorang perempuan yang menghadapi hidup dengan ketulusan hati. Puti teringat ketika Ibu Fat menjemput sang cucu ke sekolah di kawasan Cikini dengan naik bajaj.

“Beliau itu mantan first lady yang tak punya mobil. Aku ingat, Mbu jemput aku ke SMP-ku di Cikini naik bajaj. Dengan naik bajaj kami beli lotek di dekat situ, dan pulang ke Cempaka Putih juga naik bajaj. Aku sih yang berpredikat cucu mantan presiden ini ya biasa-biasa saja naik angkot,” kata Puti yang menjadi Wakil Ketua Yayasan Fatmawati itu.

Puti juga dekat dengan anggota keluarga besar Bung Karno lain, termasuk Guruh Soekarno yang terkenal dengan kelompok Swara Mahardhikka (SM). Puti yang gemar menari dan bermain piano itu belum sempat tergabung dengan kelompok yang pergelarannya penuh tari dan nyanyi itu.

“Tidak ikut SM. Itu penyesalanku yang terbesar,” kata Puti.

Mengapa tidak ikut?

“Aku malu sama Om Guruh, he-he-he….”

Yang paling dikenang Puti dari karya Guruh adalah lagu Melati Suci yang pernah diperdengarkan Swara Mahardhikka. Lagu yang digubah Guruh untuk Fatmawati itu pula yang dipilih Puti untuk diperdengarkan dalam acara Mengenang 85 Tahun Ibu Fatmawati di mana Puti menjadi ketua panitia.

Pada acara yang digelar di Arena Pekan Raya Jakarta Maret 2009 itu diadakan pameran foto-foto Fatmawati. Ada sebuah foto yang memperlihatkan Fatmawati tengah menyapu halaman Istana Negara.

“Waktu lagu itu terdengar kami semua (keluarga Bung Karno ) menitikkan air mata,” kata Puti. (NMP/XAR)” e-ti

Sumber: Kompas, Minggu, 6 September 2009 | Penulis: Ninuk M Pambudy-Frans Sartono

Data Singkat
Puti Guntur Soekarno, Anggota DPR (2009-2014) dari PDI-Perjuangan / Puti ‘Blusak-blusuk’ ke Gunung | Wiki-tokoh | Politisi, Partai, PDI-P

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini