Epifani Tahun Kalender Batak

HABISUHON TEORI PUSUK BUHIT

 
0
4263
Kalender Masehi 2022 dan Batak 1219/1220

Leluhur Suku Bangsa Batak mempunyai keahlian astronomi yang terbiĀ­lang memadai yang disebut Parhalaan. Memiliki perhitungan hampir akurat tentang ā€˜pergerakan matahari dan bulanā€™ (arian dohot borngin – siang dan malam) selama 30 hari dalam sebulan serta 360 hari plus dan 12 bulan plus dalam setahun. Namun, sayang parhalaan (kalender astronomi) Batak itu tidak mengenal pencatatan tahun, walaupun meĀ­ngenal adanya siklus tahunan atau tahun baru yang selalu dirayakan dengan upacara Mangase Taon (Persembahan Tahun).

Unduh Kalender Masehi-Batak 2025-1223 Umum Low

Unduh: Kalender Masehi Batak 2024

Oleh Ch. Robin Simanullang, The Batak Institute

D

alam The World Book Encyclopedia (2003) disebut, kalender adalah sistem pengukuran dan pencatatan perjalanan waktu. Kemajuan ilmiah besar terjadi ketika orang menyadari bahwa alam menyediakan urutan musim yang teratur.[1] Kemajuan ilmiah besar (major scientific advance) tersebut juga telah dilakoni leluhur Batak. Leluhur Batak telah menyadari dan memperhitungkan (parhalaan) saat musim mengatur kehidupan mereka, menentukan kebutuhan dan meĀ­ngontrol pasokan makanan alami mereka. Mereka membutuhkan kalender sehingga mereka bisa bersiap menghadapiĀ  peluang dan kesulitan musim hujan dan kemarau, musim tanam dan musim panen. Namun belum mencatat bilangan tahun kronologis, walaupun mempunyai tradisi Mangase Taon.

Leluhur Batak sama seperti suku bangsa berperadaban lainĀ­nya, sebelum penemuan jam, orang-orang melihat matahari, bulan dan bintang-bintang untuk menunjukkan waktu. TerbitĀ­nya matahari setiap hari memberikan satuan waktu yang singkat, hari matahari. Siklus musim secara kasar menunjukkan satuan waktu yang lebih panjang, tahun matahari. Tetapi orang-orang awal tidak mengetahui bahwa revolusi bumi mengelilingi matahari menyebabkan perbedaan musim. Perubahan posisi dan bentuk bulan lebih mudah untuk mereka amati. Akibatnya, kalender awal menggunakan interval antara bulan purnama berturut-turut, yang disebut bulan lunar, sebagai satuan waktu perantara.[2]

Dalam Mitologi Batak tentang alam semesta, makrokosmos dan mikrokosmos,[3] Banua Ginjang (Benua Atas) adalah jauh di langit tujuh tingkat; Banua Tonga (Benua Tengah) adalah Bumi dengan planet Matahari, Bulan dan Bintang; Banua Toru (Benua Bawah) adalah di bawah Bumi (di bawah tanah) dan Samudera Primordial gelap gulita. Bumi tidak bergerak, tetapi yang bergerak mengelilingi Bumi adalah Matahari dan Bulan secara berkejaran siang dan malam (Bandingkan Aristoteles dan Claudius Ptolemaeus.)[4] Matahari dengan cahaya terang pada siang hari; dan Bulan beserta Bintang-bintang (anak-anaknya Bulan) dengan cahaya lembut temaram pada malam hari. Kisah tentang hal ini dinarasikan dalam turiturian ā€˜Porbadaan ni Bulan dohot Mataniariā€™ (Perkelahian Bulan dengan Matahari) yang lazim dituturkan oleh kakek-nenek dalam keluarga Batak (terutama di Toba) sampai tahun 1960-an,[5] yang juga telah ditulis dengan sangat baik oleh misionarisĀ  guru J.H Meerwaldt (1904) dalam Handleiding Tot de Beoefening der Bataksche Taal (Manual untuk latihan bahasa Batak).[6]

Turiturian Perkelahian Bulan dan Matahari tersebut hanyaĀ­lah kisah metafora. Hal mana astronomi (parhalaan) Batak berpijak pada pergerakan matahari dan bulan yang berkejaran mengitari Bumi yang juga dikenal oleh dunia sebagai teori geosentris traĀ­disional. Seperti sistem kosmologi predominan Yunani kuno, sistem yang juga dikemukakan oleh Aristoteles dan Claudius Ptolemaeus.[7] Paling tidak ada dua pandangan tentang Bumi sebagai pusat dari alam semesta. Pertama matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet lain berputar mengitari bumi setiap hari; Setiap bintang berada pada suatu bulatan stelar atau selestial (stellar sphere atau celestial sphere), di mana bumi adalah pusatnya, yang berkeliling setiap hari, di seputar garis yang menghubungkan kutub utara dan selatan sebagai aksisnya. Bintang-bintang yang terdekat dengan khatulistiwa tampak naik dan turun paling jauh, tetapi setiap bintang kembali ke titik terbitnya setiap hari. Kedua, bumi tidak bergerak, tetap solid, stabil dan tetap di tempat. Selain itu ada juga dua pandangan tentang geosentrik bumi yakni: 1) yang memandang bumi datar (mitologi Batak, juga kosmologi kitab-kitab Latin kuno); 2) model Bumi bulat (filsuf Romawi kuno dan abad pertengahan).[8] Artinya, kosmologi Batak sepadan dengan kosmologi kuno lainnya.

Pergerakan Matahari dan Bulan tersebutlah dasar perhitungĀ­an kalender Batak, yakni Taon Gotilon (Tahun Panen) atau tahun musim (matahari) dan Taon Bulan (perputaran bulan); yang dikenal oleh dunia sebagai tahun Matahari dan tahun Bulan (Lunar). Edwin M. Loeb (1935) dalam Sumatra: Its History and People menyebut perhitungan waktu Batak ditandai tahun panen dan tahun bulan. Tahun panen diperhitungkan sesuai dengan penanaman, pertumbuhan, dan kematangan jagung dan padi. Perpaduan masa panen taon jagong dan taon eme. Jagung ditanam dan matang dalam tiga atau empat bulan, padi dalam enam hingga delapan bulan, sehingga paduannya menjadi 12 bulan. Dalam kehidupan sehari-hari waktu diperhitungkan dengan periode panen ini, di mana seluruh tahun lunar dipahami, waktu dari panen ke panen, dua belas bulan. Dengan demikian orang Batak memiliki tahun 360 hari, dengan 30 hari dalam sebulan dan 12 bulan setahun. Imam (datu) melakukan pengamatan astronomi, dan menentukan posisi bulan untuk kalajengking besar (hala na godang) untuk memutuskan awal setiap tahun.[9] Hal itu merupakan perpaduan tahun Matahari dan Bulan yang dikisahkan saling berkejaran.

Advertisement

Parhalaan (astronomi) Batak ini adalah bagian yang tak terĀ­pisahkan dari mitologi penciptaan leluhur Batak; Baca Bab 2.2.4 Pohon Kehidupan dan Parhalaan (The Cosmological Myth): Pohon Kehidupan (baringin tumbur jati) bercabang delapan yang menunjuk delapan penjuru mata angin; 30 ranĀ­ting yang menjadi nama-nama hari kalender (parhalaan) Batak; Sementara asal mula dari 12 bulan adalah 12 butir bijian bekal Manuk Patiaraja selama mengerami, memakan 1 butir tiap bulan (30 hari) dan menetas setelah 12 butir itu habis, bulan ke-12). (Selengkapnya Baca: Bab.2.3. Narasi Mitologi Si Raja Batak Batak dan Bab 2.2.4. Pohon Kehidupan dan Parhalaan).

Seperti halnya (hampir mirip) dengan mitologi Sumeria yang juga melahirkan penanggalan 30 hari per bulan dan 360 hari per 12 bulan (per tahun). Walaupun harus diakui, Sumeria, suku bangsa pertama yang berdiam di wilayah Mesopotamia (Babilonia) sekitar 2300 sM, kehebatannya sangat menduĀ­nia, antara lain telah memberikan sumbangan yang penĀ­ting bagi dunia dalam mengembangkan filsafat, matematika dan hitungĀ­an hari dengan dasar 60 atau sering disebut sixagesimal. Penemuan mereka tentang hitungan lingkaran adalah 360 derajat, dan satu jam adalah 60 menit, 1 menit adalah 60 detik, digunakan oleh dunia sampai sekarang. Hal ini menjadi dasar untuk perhitungan waktu untuk satu hari adalah 24 jam, satu bulan adalah 30 hari, dan satu tahun adalah 12 bulan.[10]

Suku Batak percaya bahwa gerhana matahari dan bulan disebabkan oleh pertempuran antara sang juara matahari, sang lau, dengan sang juara bulan, hala. Selama gerhana berlangsung, orang Batak membantu dengan teriakan nyaring dan penembakan senjata. Juga pada saat gempa bumi, kata ā€œsuhul, suhul, suhulā€ diteriakkan. Kata ini berarti ā€œcengkeraman gagang pedangā€, dan digunakan untuk mengingatkan ular raksasa Naga Padoha tentang gagang pedang (suhul) yang dengannya ia disematkan di bawah bumi.[11]

Edwin M. Loeb menyebut setiap hari tidak dibagi menjadi beberapa jam, tetapi waktu digambarkan relatif terhadap posisi matahari atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada interval kebiasaan dua puluh empat jam. Seperti pagi disebut ā€œketika ayam berkokokā€.[12] Orang-orang Batak bisa mengetahui waktu hingga setengah jam dengan mengukur sudut bayangan lengan antara matahari dan cakrawala.[13] J. Rijnenberg (1871) menyebut, posisi matahari menentukan waktu bagi mereka.[14]

Dalam hal waktu, leluhur Batak juga mempunyai dasar hiĀ­tungĀ­an, walau belum menyebutnya dalam satuan angka, yakni: Tonga borngin (sekitar 23.00-01.00); Haroro ni panangko (sekitar 01.00-02.00); Tahuak manuk parjolo – panungguli (sekitar 02.00-03.00); Tahuak manuk paduahon – pandungoi (sekitar 03.00-04.00); Buhabuha ijuk (sekitar 04.00-05.00); Andos ari (sekitar 05.00-06.00); Manogot, Parbinsar ni mataniari (sekitar 06.00-07.00); Pangului (sekitar 07.00-08.00); Pangguit raja (sekitar 08.00-09.00); Sagang ni ari (sekitar 09.00-10.00); Parnangkok ni mata ni ari atau Huma na hos (sekitar 10.00-11.00); Hos ari atau Tonga ari (sekitar 11.00-13.00); Saguling ari (sekitar 13.00-14.00); Dua guling ari (sekitar 14.00-15.00); Botari Tolugala (sekitar 15.00-16.00); Botari Duagala (sekitar 16.00-17.00); Botari Sagala (sekitar 17.00-18.00), Mate mataniari atau Sundutari (sekitar 18.00-19.00); Golapgolap bontar atau Samoniari (sekitar 19.00-20.00); Tungkap hudon (sekitar 20.00-21.00); Borngin Modom (sekitar 21.00-22.00); Bagas Borngin (sekitar 22.00-23.00); dan Tonga Borngin (sekitar 23.00-01.00).[15]

Juga telah mempunyai hitungĀ­an 30 hari dalam satu bulan. Kisahnya, parhalaan (astronomi) Batak tentang jumlah hari per bulan tersebut adalah dari lamanya perputaran bulan dan matahari (berkejaran). Dalam turiturian (folklor) ā€˜Porbadaan ni mataniari dohot bulanā€™ (Pertikaian matahari dengan bulan), antara lain dikisahkan: Ia umbahen na diboto halak pe ari na gonop tolu pulu ari, sian bulan ma i. Umbahen na diboto deba pe ari na so jadi porulaonhononhon, manang ari na denggan pe, na jadi siporulaonhononhon, sian bulan do, umbahen na diboto halak.[16] (Orang mengetahui satu bulan genap tigapuluh hari, adalah dari Bulan. Juga mengapa diketahui kapan hari yang tidak baik atau hari yang baik untuk melakukan sesuatu kegiatan atau acara juga diketahui dari bulan).

Sementara waktu sepekan siklus kalender Batak sampai 1890, adalah 4 hari. Christine Dobbin (1983) dalam Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economyā€”Central Sumatra, 1784-1847, menyebut secara umum pasar (pekan, Onan) beroperasi dalam siklus empat hari; yang ada di sekitar Tapanuli juga digambarkan oleh seorang penulis Inggris (William Marsden)pada tahun 1772.[17] Di mana Ari Onan atau Hari Pasar atau Hari Pekan adalah 4 hari per pekan (pekan setiap 4 hari). Tradisi ini berlangsung hingga 1890. Namun setelah kedatangan Belanda dan misionaris disepakati diubah, karena Ari Onan sering bentrok dengan Hari Minggu, sehingga kebaktian Minggu sering terkendala. Hari Pekan diubah mengikuti kalender Masehi menjadi setiap 7 hari, per pekan.[18] J. Tideman (1936) mengatakan orang Batak memiliki empat hari seminggu, di mana hari-hari pasar yang sangat penting bagi orang Batak ditetapkan. Ypes berpendapat, hitungan empat hari ini pasti lebih tua dari hitungan tujuh hari.[19]

Tentang tahun, orang Batak mengenal istilah sataon eme,Ā  satu tahun padi, satu musim panen padi, 7-8 bulan; sataon jagong, setahun jagung, 3-4 bulan; sataon bolon, 12 bulan,[20] dan Mangase Taon yaitu upacara bius tahunan, Horja Mangase Taon (Pesta Bona Taon, saat ini). J.C.M. Radermacher (1787) dalam tulisannya Beschryving van Het Eiland Sumatra, in Zo Verre Het Zelve tot Nog toe Bekend Is (Deskripsi Pulau Sumatera, Sejauh yang Diketahui Hingga Sekarang), penulis asing pertama mengenai akun waktu (Tydrekening, Parhalaan) Batak, menyebut pada hari pertama ā€˜Paha Sadaā€™, mereka merayakan Tahun Baru dengan suguhan yang luar biasa. Kebahagiaan yang mereka harapkan setiap bulan dan tahun selalu datang dari ini, agar buah dari tanah atau panen berlimpah dari satu tahun ke tahun berikutnya, tanpa menghitung tahun mereka, dari ujung waktu tertentu. Tahun Baru mereka yang akan datang jatuh pada bulan April (Masehi), tetapi ini tidak selalu tepat, karena setiap tahun mereka memiliki lima hari lebih sedikit dari yang tahun Masehi miliki.ā€[21] Dalam buku Sumatra, Island of Adventure Bagian III tentang Batak disebut, festival desa tahunan, yang sebagian besar berlangsung pada bulan Juni dan Juli.[22] Tradisi empiris di Bangkara sekitar pertengahan April-Mei.[23]

Walaupun orang Batak mempunyai perbendaharaan kata sataon[24] (setahun) atau sataon bolon (12 bulan), tapi tidak mempunyai penoĀ­moran tahun, dan perhitungan tahun ke tahun. Walau demikian, pengetahuan leluhur Batak tentang perhitungan 30 hari satu bulan dan 360 hari duabelas bulan plus atau satu tahun, sudah sangat memadai (logis) sebagai basis untuk mengembangkannya menjadi Kalender Batak Abadi dengan pencatatan tahun (kronologis).

Sesungguhnya, adalah kewajiban generasi penerus Batak mengembangkan keahlian leluhur tersebut. Tahun Kalender Batak (tahun penanggalan astronomi Batak (parhalaan, warisan leluhur), mempunyai siklus 12 bulan dan setiap bulan terdiri dari 30 hari atau 360 hari per 12 bulan (tahun) dan siklus 4 harian per pekan. Hari Onan (pekan, pasar) di Tanah Batak dahulu (sampai 1890-an) adalah setiap 4 hari (sepekan 4 hari). Dan setiap empat tahun ada sklus iklim yang tergolong ekstrim, sehingga setiap 4 tahunan ada tambahan satu bulan (30 hari), yakni bulan ke-13 yang disebut Sipaha Lamadu (Sipaha Sampulutolu) dan tahun berbulan 13 tersebut disebut Taon Li atau Taon Lamadu. Bulan Lamadu disebut juga bulan lobilobi, bulan na so marama somarina, bulan parahis dan bangkirbangkir.[25]

Komparasi Beberapa Kalender Dunia: Kalender Batak mempunyai persamaan dengan kalender beberapa suku bangsa di dunia. The World Book Encyclopedia (2003) mencatat, ā€œkalender awal biasanya mewakili semacam kompromi antara tahun lunar (bulan) dan matahari. Beberapa tahun berlangsung 12 bulan, dan lain-lain berlangsung 13 bulan;ā€[26] seperti juga Kalender Batak. Sebagai pembanding, Kalender Ibrani yang juga mengenal bulan ke-13 yang disebut bulan ve-Adar (Veadar), ditambahkan tujuh kali selama setiap siklus 19 tahun.[27] Tahun Ibrani didasarkan pada bulan dan biasanya terdiri dari 12 bulan. Bulan-bulannya adalah Tishri, Heshvan, Kislev, Tebet, Shebat, Adar, Nisan, lyar, Sivan, Tammuz, Ab, dan Elul. Bulan itu bergantian 30 dan 29 hari. Tujuh kali selama periode 19 tahun, bulan emboli atau ekstra 29 hari, yang disebut Veadar, disisipkan di antara Adar dan Nisan. Pada saat yang sama, Adar diberikan 30 hari, bukan 29. Penambahan ini menjaga kalender Ibrani dan hari libur sesuai dengan musim tahun matahari. Hampir sama denga Kalender Parhalaan Batak. Hal mana kalender berdasarkan 12 bulan lunar saja menjadi tidak sesuai dengan musim (panen, matahari) sehingga ada penambahan 1 bulan, menjadi 13 bulan yang disebut Lamadu (Ibrani: Veadar) setiap siklus 4 tahun. The World Book Encyclopedia (2003) mencatat, beberapa orang yang menggunakan kalender lunar membuat mereka secara kasar mengikuti musim dengan membuat beberapa tahun lamanya 12 bulan dan tahun-tahun lainnya 13 bulan.[28]

Selain Kalender Ibrani, juga Kalender Babilonia, yang tinggal di tempat yang sekarang disebut Irak, menambahkan satu bulan ekstra pada tahun-tahun mereka dengan interval yang tidak teratur. Kalender mereka, yang terdiri dari bulan-bulan dengan 29 hari dan 30 hari, kira-kira sejalan dengan tahun lunar. Untuk menyeimbangkan kalender dengan tahun matahari, orang Babilonia awal menghitung bahwa mereka perlu menambahkan satu bulan tambahan tiga kali setiap 8 tahun. Tetapi sistem ini masih belum secara akurat menutupi perbedaan akumulasi antara tahun matahari dan tahun lunar. Setiap kali raja merasa bahwa kalender telah tergelincir terlalu jauh dari musim, dia memesan satu bulan tambahan.[29]

Kalender China yang didasarkan pada bulan dan umumnya terdiri dari 12 bulan. Setiap bulan dimulai pada bulan baru dan memiliki 29 atau 30 hari. Satu bulan diulang tujuh kali selama setiap periode 19 tahun, sehingga kalender tetap kira-kira sesuai dengan musim. Tahun dimulai pada bulan baru kedua setelah awal musim dingin di belahan bumi utara. Dengan demikian, Tahun Baru Imlek terjadi tidak lebih awal dari 21 Januari dan paling lambat 20 Februari.[30] (Bandingkan Tahun Baru Batak pada April-Mei, yang semula dalam interval 20 hari).

Sedikit berbeda dengan Kalender Islam yang dimulai dengan hijrah Muhammad dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M menurut kalender Gregorian. Tahun Islam didasarkan pada bulan, dan memiliki 12 bulan, bergantian 30 dan 29 hari. Bulan-bulan tersebut adalah Muharram, Safar, Rabi I, Rabi II, Jumada I, Jumada II, Rajab, Syaban, Ramadhan, Syawal, Zulkadah, dan Dzulhijjah. Tahun Islam jauh lebih pendek dari tahun matahari, dengan hanya 354 hari. Akibatnya, Tahun Baru Islam bergerak mundur sepanjang musim. Ini bergerak sepenuhnya mundur dalam waktu 32 1/2 tahun. Kalender Islam membagi waktu menjadi siklus 30 tahun. Selama setiap siklus, 19 tahun memiliki 354 hari reguler, dan 11 tahun masing-masing memiliki satu hari ekstra. Metode penghitungan waktu ini membuat tahun Islam hampir sama akuratnya dalam mengukur tahun lunar seperti halnya tahun Gregorian dalam mengukur tahun matahari.[31]

Astrologi Batak, berdasarkan pengalaman pergeseran waktu penanggalan musim tanam dan musim panen (tahun Matahari) berpaduan dengan tahun Bulan (Lunar), berkaitan deĀ­ngan upacara Horja Bius Mangase Taon,[32] dengan upacara riĀ­tual Mangalahat Horbo (kurban ternak Kerbau, Kuda, Lembu atau Kambing), sudah mampu mengitung harus adanya pergeseran penambahan bulan dalam setiap 4 tahun, yang ditandai perĀ­ubahan musim panen dan musim tanam empat tahunan. Di samping itu, Parhalaan Batak tentang munculnya bulan ke-13 (Bulan Lamadu) tersebut dilihat dari perbintangan yakni belum terbitnya Bintang Sipariama di ufuk Timur setelah Hurung (Sipaha 12) dan baru terbit setelah 30 hari berikutĀ­nya yang ditandai berbagai tanda di antaranya tidak mekarnya tanaman; dan tenggang waktu 20-30 hari itu disebut bulan (sipaha) Lamadu, dan tahun tersebut dinamai Taon Lamadu (Taon Li).[33]

Maka setelah menyanĀ­dingkan dengan beberapa penanggalan kalender dunia, dan sesuai ā€˜keseĀ­pakatanā€™ masyaĀ­rakat internasioĀ­nal modern yang mengharuskan kalender sipil yang sama digunakan di seluruh dunia; di mana kalender sipil yang digunakan adalah kalender Gregorian, yang diperkenalkan pada tahun 1582;[34] maka penulis (Teori Pusuk Buhit – The Hilltop Theory) menemukan formula penyusunan Kalender Batak terkini berbasis parhalaan leluhur Batak tersebut, karena memiliki persesuaian (benang merah) dengan penanggalan Kalender Julian dan kalender Gregorian yang berdasarkan tahun Masehi tersebut.

Namun untuk perhitungan yang lebih akurat sesuai dengan perhitungan tahun kabisat Gregorian (Tahun Masehi), adaĀ­nya siklus penambahan 1 bulan (30 hari) dalam setiap 4 tahun astronomi Batak tersebut masih belum akurat. Sebab jumlah hari Batak dalam 12 bulan (setahun) adalah 30 x 12 = 360 hari, setiap tahun ada kekurangan 5 hari dari tahun Masehi (sebelum hitungan kabisat). Maka jika kekurangan 5 hari itu ditambahkan menjadi bulan ke-13 (30 hari) dalam siklus 4 tahun, masih ada kekurangan 10 hari, sebab 4 tahun x 5 hari masih 20 hari sedangkan yang ditambahkan 30 hari.

Maka kita membuat formula menjadi siklus 6 tahunan yakni menjadi 6 x 5 hari = 30 hari (satu bulan) setiap 6 tahun, seĀ­hingga menjadi lebih akurat tambahan satu bulan, menjadi 13 bulan setiap 6 tahun; Bulan ke-13 itu disebut Sipaha Li (Sipaha Sampulutolu); Sehingga jumlah hari 6 tahun Batak berjumlah 2.190 hari. Sama dengan tahun Masehi yang 365 hari per tahun per 6 tahun yakni 2.190 hari (sebelum hitungan kabisat). Kapan terjadi siklus 6 tahunan tersebut? Yakni pada setiap Tahun Batak yang dapat dibagi habis 6, disebut Taon Li (Tahun Li), 13 bulan.

Lalu dipadukan dengan tahun kabisat Masehi. Hal mana hitungan 365 hari per tahun Masehi tersebut, belum akurat. Penanggalan Kalender Julian (Julius Caesar) yang diusulkan oleh astronom Sosigenes, diberlakukan sejak 1 Januari 45 sebelum Masehi, di mana 365 hari itu masih plus 5 jam, 48 menit, 45,1814 detik.

Jika kelebihan waktu 5 jam, 48 menit, 45,1814 detik itu tidak dihiraukan, maka setiap empat tahun akan ada kelebihan hampir 1 hari (tepatnya 23 jam 15 menit 0,7256 detik). Maka agar hitungannya lebih pas, setiap 4 tahun sekali (tahun yang bisa dibagi 4), diberi 1 hari tambahan pada bulan Februari menjadi 29 hari yang disebut Tahun Kabisat. Namun algoritma Kalender Julian itu pun belum persis tepat, karena 1 hari tambahan itu belum 24 jam pas, tetapi 23 jam 15 menit 0,7256 detik. Dalam Grolier Encyclopedia of Knowledge (1991) disebut, aturan tahun kabisat Julian menciptakan tiga tahun kabisat terlalu banyak dalam setiap periode 385 tahun. Akibatnya, kejadian sebenarnya dari ekuinoks dan soltis menjauh dari tanggal kalender yang ditetapkan. Karena tanggal ekuinoks musim semi menentukan Paskah, gereja prihatin, dan Paus Gregorius XIII, dengan bantuan seorang astronom, Christopher Clavius,[35] memperkenalkan apa yang sekarang disebut kalender Gregorian. Kamis, 4 Oktober 1582 (Julian), diikuti oleh Jumat, 15 Oktober 1582 (Gregorian); tahun kabisat terjadi pada tahun yang persis habis dibagi empat, kecuali tahun yang berakhiran 00 harus habis dibagi 400. Jadi, 1600, 1984, dan 2000 adalah tahun kabisat, tetapi 1800 dan 1900 bukan.[36]

Paus Gregorius XIII atas usul Dr. Aloysius Lilius dari Napoli, Italia, meluncurkan algoritma kalender Gregorian[37] Masehi, pada tanggal 24 Februari 1582, memberlakukan Tahun Kabisat dengan algoritma sbb:

  1. Jika angka tahun itu habis dibagi 400, maka tahun itu sudah pasti tahun kabisat.
  2. Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400 tetapi habis dibagi 100, maka tahun itu sudah pasti bukan merupakan tahun kabisat.
  3. Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100 akan tetapi habis dibagi 4, maka tahun itu merupakan tahun kabisat.
  4. Jika angka tahun tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100, dan tidak habis dibagi 4, maka tahun tersebut bukan merupakan tahun kabisat.

Sehingga dengan algoritma Gregorian tersebut waktu perputaran bumi mengitari matahari menjadi lebih akurat.

Maka kalender Batak pun sangat sempurna dikembangkan dengan menyesuaikan algoritma tahun kabisat Gregorian tersebut. Hal mana setiap tahun kabisat Masehi tersebut ditambahkan 1 hari pada bulan Sipaha Sampuludua menjadi 31 hari (Ringkar Li, yang memang dikenal dalam Parhalaan), sehingga lamanya waktu bumi mengitari matahari kalender Batak persis sama dengan kalender Masehi Gregorian dalam siklus enam tahunan.

Lalu bagaimana penentuan awal tahun Batak? Ditempuh deĀ­ngan perpaduan dua metode, yakni tahun panen (musim, tahun matahari) dan tahun bulan: 1) Tahun Panen (Taon Gotilon) adalah perpaduan masa panen Taon Jagong (Tahun JaĀ­gung) sekitar 3-4 bulan; dan Taon Eme (Tahun Padi) sekitar 7-8 bulan; sehingga paduannya menjadi 12 bulan disebut Sataon Bolon (Setahun penuh) pada saat ujung tahun padi, yang merupakan tahun matahari; 2) Tahun Bulan (Taon Bulan) adalah penentuan awal tahun dengan pengamatan astronomi (Parhalaan) kalajengking besar (hala na godang) dengan pengamatan posisi bulan dan bintang (Lunar).[38]

Bulan Pertama Batak Sipaha Sada yakni bulan pertama sesudah musim panen menuju musim tanam berikutnya, yang dahulu dirayakan dengan Horja Bius Mangase Taon, saat ini lazim disebut Pesta Bona Taon, dan di Gereja Batak disebut Pesta Gotilon; Yakni sekitar bulan April dan awal Mei Tahun Masehi (penanggalan hari dan bulannya maju-mundur sekitar April-Mei, dalam interval 30 hari, akumulasi 5 hari setiap tahun dalam siklus 6 tahun), dengan demikian akumulasi siklus waktunya selalu persis sama.

Kapan Tahun Pertama Batak? Dalam perhitungan dan penentuan Tahun Batak ini, kita mempunyai logika kreatif memulai perhitungan Tahun Pertama Batak, dengan mengacu The Hilltop Theory (Bab 3.3) yang kemudian mendialogkan mitologi dan teori sejarah leluhur Batak tersebut dalam bab ini. Jadi, penentuan Tahun Batak ini adalah kearifan dialog Mitologi Batak dengan teori sejarah leluhur Batak (Teori Pusuk Buhit) berbasis Tahun Panen dan Tahun Bulan (Parhalaan Astronomi Batak) yang disesuaikan dengan algoritma kalender Masehi Gregorian; Kita menyebutnya: Kalender Batak Abadi Kreasi Teori Pusuk Buhit; Atau Kalender Batak Abadi Kreasi Hita Batak, sesuai judul utama buku ini.

Salah satu inti dialog Mitologi Batak dengan sejarah (The Hilltop Theory) adalah kearifan Horja Bolon Batak Rea Mangase Taon sebagai Tonggo Raja (deklarasi) dimantapkannya Teologi Debata Mulajadi Nabolon Tritunggal dan Silsilah Si Raja Batak (dialog mitologi dan sejarah yang merupakan keturunan Medan bin Abraham (Si Raja Miokmiok, dalam mitologi silsilah Batak) dan juga pengaruh Gereja Nestorian di Barus abad 6-9 M);[39] yang kita sebut merupakan epifani (titik kisar, pencerah, hijrah) mulai diberlakukannya sistem sosial kemasyarakatan Dalihan Na Tolu berbasis Silsilah Si Raja Batak antara kedua keturunanĀ­nya (eponim) Guru Tatea Bulan sebagai Parboru atau Hulahula (dilambangkan Bulan) dan Raja Isumbaon sebagai Paranak atau Boru (dilambangkan Matahari) sekitar tahun 800-an M, tepatnya tahun 802 M (dipimpin Tantan Debata). Sesuai perhitungan (algoritma) siklus Taon Li, maka perhitungan Tahun Pertama Batak, ditulis Tahun 1 Batak disingkat 1 B atau 1 DNT bertepatan tahun 802 M yakni tahun pertama dimuĀ­lainya sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Tahun sebelum Tahun Pertama dihitung mundur sebagai Tahun Turiturian Batak atau Tahun Mitologi Batak, yakni Tahun 1 Mitologi Batak disingkat tahun 1 MB atau 1 SDNT bertepatan tahun 801 M. Inilah Epifani atau Toefani tahun kalender Batak.

Sesuai perhitungan tersebut, maka tahun 2020 M adalah bertepatan tahun 1218 B. Tepatnya, Tahun Baru Batak 1218 B atau Artia Sipaha Sada 1218 B, disingkat Artia 01-1218 B atau 01-01-1218 B jatuh pada hari Minggu 12 April 2020.

Dalam penanggalan kalender Batak semua hari (30 hari, plus 1 hari pada Tahun Kabisat) mempunyai namanya sendiri, dan tidak ada penamaan penanggalan mingguan (7 hari) seperti peĀ­nanggalan Masehi. Walaupun ada siklus per pekan (Hari Onan) setiap 4 hari, tetapi penamaan hari bukan dikelompokkan 4 (per pekan) melainkan tetap 30 nama hari (per bulan, sipaha).

Maka dalam KaĀ­lender Batak yang dikembangkan berbasis Mitologi Batak dan sejarah Batak (The Hilltop Theory) ini, tetap mempertahankan keasĀ­lian nama-nama hari kalender Batak, dan memadukannya dengan penamaan 7 hari dalam kalender Masehi yang ternyata kompatibel.

Nama-nama hari kalender (parhalaan astronomi) Batak yakni: (1) Artia, (2) Suma, (3) Anggara, (4) Muda, (5) Boraspati, (6) Singkora, (7) Samisara, (8) Artia ni Aek, (9) Suma ni Mangodap, (10) Anggara Sampulu, (11) Muda ni Mangodap, (12) Boraspati ni Mangodap, (13) Singkora Purnama, (14) Samisara Purnama, (15) Tula, (16) Suma ni Holom, (17) Anggara ni Holom, (18) Muda ni Holom, (19) Boraspati ni Holom, (20) Singkora Mora Turun, (21) Samisara Mora Turun, (22) Antian ni Anggara, (23) Suma ni Mate, (24) AngĀ­gara na Begu (direvitalisasi menjadi Anggara na Homi), (25) Muda ni Mate, (26) Boraspati na Gok, (27) Singkora Hundul, (28) Samisara Bulan Mate, (29) Hurung, (30) Ringkar; dan pada Tahun Kabisat Masehi ada tambahan 1 hari yakni (31) Ringkar Li, pada Sipaha Sampuludua yang sudah dikenal Parhalaan Batak.[40]

Sementara, nama-nama Bulan Batak adalah: (1) Sipaha Sada disingkat Sipasa, (2) Sipaha Dua disingkat Sipadu, (3) Sipaha Tolu – Sipato, (4) Sipaha Opat – Sipaop, (5) Sipaha Lima – Sipali, (6) Sipaha Onom – Sipaon, (7) Sipaha Pitu – Sipapi, (8) Sipaha Ualu – Sipalu, (9) Sipaha Sia – Sipasi, (10) Sipaha Sampulu – Sisam, (11) Li atau Sipaha Sampulu Sada – Sisamsa, (12) Hurung atau Sipaha Sampulu Dua – Sisamdu, dan setiap Tahun Li atauĀ  Tahun Lamadu yakni tahun Batak yang habis dibagi 6, ada bulan ke-13 yaitu Sipaha Lamadu atau Sipaha Sampulu Tolu, disingkat Sisamto, disebut juga Lisamto.

Kalender Batak tahun 1218 B, bertepatan tahun 2020 M (Kabisat). Penyusunannya dipadankan (disatukan) deĀ­ngan penanggalan Tahun Masehi, Batak/Masehi atau sebaliknya Masehi/Batak mengikuti format kalender Masehi. Jumlah hari Batak setiap bulan adalah 30 hari, namun pada setiap tahun kabisat Masehi, ada penambahan 1 hari pada bulan Sipaha Sampuludua menjadi 31 hari, seperti pada tahun ini (2020 M – 1218 B). Selain itu, karena tahun 1218 B dapat dibagi habis 6, maka tahun 1218 B ini adalah Tahun Li (disebut juga Tahun Lamadu), menjadi 13 bulan (Sipaha Lamadu). Berikut ini contoh Kalender Batak 1219 B (2021 Masehi dan 1219 Batak, bulan Mei Masehi dan Sipaha Sada (Sipasa) Batak.

Dari Buku HITA BATAK: A Cultural Strategy, Jilid 1 Bab 4.5:Ā 466-480 Epifani Tahun Baru Kalender Batak

Footnotes:

[1] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. Chicago: World Book, Inc., p.28.

[2] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.28.

[3] Diksi yang digunakan oleh Dr. Philip Lumban Tobing dalam disertasinya The Structure of the Toba-Batak Belief in the High God (1956).

[4] Siebeck, Hermann, 1922: Aristoteles, Stuttgart: FR. Frommanns Verlag (H. Kurt Z), s. 32-67; Lawson,Ā  Russell M. 2004: Science in the Ancient World: An Encyclopedia, Santa Barbara: ABC-CLIO, p. 29ā€“30.

[5] Alkisah (Porbadaan ni Bulan dohot Mataniari), dahulu Matahari juga disertai planet lain sebagai anak-anaknya bernama Si Aji Mangarabar (Si Aji Menyebar). Sama seperti Bulan juga disertai bintang-bintang sebagai anak-anaknya. Jika Matahari terbit (binsar) ikut menyebar juga anak-anaknya (Si Aji Mangarabar). Demikian juga jika Bulan terbit (poltak) ikut menyebar juga anak-anaknya (Bintang na Rumiris, bintang-bintang). Mereka (matahari dan bulan) sudah sejak lama berkejaran dan berkelahi (tidak akur). Dari pergerakan matahari dan bulan tersebutlah diketahui ada hari per hari dan satu bulan 30 hari. Lalu, ketika Matahari beserta anak-anaknya memancarkan cahaya yang mengakibatkan suhu menjadi sangat panas, bukan hanya di Banua Tonga tetapi juga Banua Ginjang tingkat terbawah. Didenggal parniahapan ni manisia, rahar nang suansuanan, jala laut dohot Tao Toba pe mahiang. (Manusia menderita, tumbuhan pun mati kering, serta laut dan Danau Toba pun kering). Manisia (Batak) pun melakukan upacara penyembahan (mamele) kepada Debata Mulajadi Nabolon dalam kesatuan totalitas Debata Batara Guru, Debata Soripada dan Debata Mangala Bulan dibagasan goar ni Debata Asiasi (Immanen). Ompung Debata Mulajadi Nabolon mengutus Batara Guru merespon penyembahan tersebut dengan menemui putrinya Si Boru Deak Parujar di Bulan, mengamanatkan supaya anak-anak matahari dimatikan. Setelah itu, Si Boru Deak Parujar, penguasa Bulan, memerintahkan bulan yang tidak pernah akur dengan matahari menjalin komunikasi melalui awan menawarkan persahabatan. Penawaran damai diterima oleh Matahari; Bulan menjamu matahari, dan saat dijamu, matahari melihat kuali besar penuh darah. ā€œDarah siapa itu?ā€ tanya Matahari. Bulan mengaku, itu darah anak-anaknya (bintang-bintang) yang telah dia sembelih (seat) mati semua. Sebagai syarat persahabatan mereka untuk bisa bersama-sama menyembah Debata Mulajadi Nabolon, Bulan meminta Matahari untuk juga menyembelih semua anak-anaknya. Matahari setuju dan segera menyembelih semua anak-anaknya (planet lainnya) sehingga mati tak bersinar lagi. Ternyata, itu hanya siasat Bulan untuk menipu Matahari. Air berwarna darah di kuali besar Bulan bukan darah anak-anaknya, tetapi air sirih yang ditampungnya selama setahun. Matahari merasa tertipu, dan perkelahian (saling kejar) pun terus berlangsung siang dan malam. Turiturian Raja Kores Simanullang (1961); Bandingkan: Meerwaldt, J.H.,1904: blz.123-128.

[6] Meerwaldt, J.H.,1904: blz.123-128.

[7] Siebeck, Hermann, 1922: p. 29ā€“30.

[8] Geosentrisme: https://id.wikipedia.org/wiki/Geosentrisme.

[9] Loeb, Edwin M., 1935: p.36-37.

[10] Durant, Will, 1942: Story of Civilization, Orient Our Heritage, New York: Simon and Schuster, p.130

[11] Loeb, Edwin M., 1935: p.37.

[12] Loeb, Edwin M., 1935: p.37.

[13] Loeb, Edwin M., 1935: p.28.

[14] Rijnenberg, J., 1871. De Oost-Indische Archipel. Beknopt Aardrijkskundig Leerboek en Beschrijving der Zeden en Gewoonten van de Verschillende Volksstammen. Arnhem: H.A. Tjeenk Willink, b. 43.

[15] Bandingkan: Meerwaldt, J.H.,1904: bl.127; Tampubolon, Raja Patik, 1964 (2012: Cet.3): Pustaha Tumbaga Holing: Adat Batak- Patik Uhum, Buku I-II; Jakarta: Dian Utama dan Kerabat, h.213-214; dan Kalender Batak: Panjujuran Ari dan Parhalaan: https://batakpedia.org/kalender-batak-panjujuran-ari-dan-parhalaan/

[16] Meerwaldt, J.H.,1904: bl.127

[17] Dobbin, Christine, 1983: Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economyā€”Central Sumatra, 1784-1847, Scandinavian Institute of Asian Studies, London and Malmo: Curzon Press Ltd, p.180.

[18] Nommensen, J.T., 1921: h.165.

[19] Tideman, J., 1936: Hindoe-Invloed in Noordelijk Batakland (Met Een Kaart); Uitgaven van Het Bataksch Instituut – No. 23; Amsterdam: N.V. Drukkerij ā€žDe Valkā€, blz.12.

[20] Warneck, Johannes, 1906: h. 207.

[21] Radermacher, J.C.M., 1787: b.46.

[22] Oey, Eric M. (Ed.), 1991. Sumatra, Island of Adventure. Lincolnwood, Illinois: Passport Books. p. 97.

[23] Simanullang, Marsius, St, 1974.

[24] Meerwaldt, J.H.,1904: bl.126

[25] Simanullang, Guru William, 1988: Kompilasi wawancara dan percakapan; dan Tampubolon, Raja Patik, 1964 (2012: Cet.3): Buku IV; h.207 dan 276.

[26] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.30.

[27] Grolier, 1991: Encyclopedia of Knowledge, Volume 4. Danbury, Connecticut: Grolier Incorporated, p. 25. (Kalender Ibrani yang digunakan saat ini dimulai pada Penciptaan, yang dihitung telah terjadi 3.760 tahun sebelum era Kristen. Minggu itu terdiri dari 7 hari, diakhiri dengan hari Sabtu, hari Sabat; tahun terdiri dari 12 bulan lunarā€”Tishri, Heshvan, Kislav, Tebet, Shebat, Adar, Nisan, lyar, Sivan, Tammuz, Ab, dan Elulā€”yang panjangnya bergantian 29 dan 30 hari. Karena satu tahun kira-kira 11 hari lebih lama dari 12 bulan lunar, bulan ke-13, ve-Adar, ditambahkan tujuh kali selama setiap siklus 19 tahun).

[28] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.29.

[29] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.30.

[30] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.29. (Kalender Cina dimulai pada 2637 SM, tahun yang konon diciptakan oleh Kaisar Huangdi yang legendaris. Kalender ini menghitung tahun dalam siklus 60. Misalnya, tahun 2000 dalam kalender Gregorian adalah tahun ke-17 dalam siklus ke-78. Tahun-tahun dalam setiap siklus kalender Cina dipecah menjadi siklus 12 tahun yang berulang. Dalam siklus ini, setiap tahun dinamai 10 rasi bintang Cina dan 12 hewan. Hewan-hewan itu adalah tikus, lembu, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam jago, anjing, dan babi. Tahun 2000 adalah tahun naga).

[31] Jacobs, Dale W. (Editor in Chief), 2003: The World Book Encyclopedia, C-Ch Volume 3. p.29.

[32] Mangase Taon: berasal dari kata ase dan taon. Ase, kurban; mangase, berkurban; upacara pengurbanan (persembahan) di ladang atau suatu tempat agar panen musim tanam berikutnya berhasil; pangasean, tempat persembahan. Mangase Taon artinya upacara kurban tahunan yang diselenggarakan setiap selesai panen menjelang musim tanam berikutnya, sekitar bulan April-Mei masehi. Biasanya dengan kurban kerbau (horbo), sehingga disebut Mangalahat Horbo. Saat ini populer disebut Pesta Bona Taon, atau di Gereja Batak disebut Pesta Gotilon (Pesta Panen).

[33] Tampubolon, Raja Patik, 1964 (2012: Cet.3): Buku IV; h.276. (Sadihari ma Lamadu manang Bulan Lamadu i? Didok: Dunglisop bulan Hurung 30 ari, ndang pintor poltak Sipariama di Habinsaran, jala pinaima muse 30 ari dgang haidaan dope, disi ma Lamadu bulan tamba-tamba i. Asa dung salpu pe Lamadu i asa poltak Bintang Sipariama paboahon bulan i Sipaha 1).

[34] Grolier, 1991: Encyclopedia of Knowledge, Volume 4, p. 23..

[35] Christopher Clavius ā€‹ā€‹adalah seorang matematikawan Jerman Yesuit, kepala matematikawan di Collegio Romano, dan astronom yang merupakan anggota komisi Vatikan yang menerima usulan kalender yang diciptakan oleh Aloysius Lilius, yang dikenal sebagai kalender Gregorian.

[36] Grolier, 1991: Encyclopedia of Knowledge, Volume 4, p. 24: Kalender Gregorian adalah kalender matahari, dihitung tanpa mengacu pada Bulan. Metode yang digunakan untuk menentukan tanggal Paskah dan hari libur Kristen lainnya, bagaimanapun, didasarkan pada perhitungan matahari dan bulan. Kalender dengan cepat diadopsi oleh negara-negara Katolik Roma dan, akhirnya, oleh setiap negara Barat, serta oleh Jepang, Mesir, dan Cina.

[37] Leap Year: https://en.wikipedia.org/wiki/Leap_year; Tahun Kabisat: https://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_kabisat

[38] Bandingkan: Loeb, Edwin M., 1935: p.36-37.

[39] Guillot, Claude, dkk, 2008: Barus: Seribu Tahun Yang Lalu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h.34.

[40] Nama-nama hari ini hampir sama (sedikit bervariasi) dalam semua bahasa Batak (Toba, Angkola, Mandailing, Simalungun, Pakpak dan Karo), namun secara prinsip adalah sama. Lihat Bab 2.2.4..

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini