
VISI BERITA (Melepas Belenggu BBM, Oktober 2005) – Geliat bahan bakar minyak mengguncang panggung ekonomi dan politik. Gelombang protes datang dari pelbagai kalangan, demo merebak di banyak daerah. Jika gejolak ini tidak ditangani secara hati-hati dan bijaksana, bisa berujung pada gangguan keamanan dan stabilitas nasional.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 04 | Basic HTML
Gejolak tersebut dipicu oleh keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 Oktober untuk menaikkan lagi harga BBM. Langkah SBY didukung oleh DPR dengan suara—8 fraksi setuju, 1 fraksi menolak, dan 1 fraksi abstain. Kenaikan ini merupakan yang kedua kalinya dalam tahun yang sama, menyusul langkah serupa pada 1 Maret, empat bulan setelah SBY memerintah. Hanya SBY yang tahu mengapa dipilih tanggal yang sama. Yang jelas, kenaikan tersebut menyeret sektor transportasi, industri, bisnis, dan rumah tangga, yang kemudian menjalar ke hampir semua sektor kehidupan.
SBY, paling tidak, memiliki dua alasan pokok ketika memutuskan kebijakan tersebut. Pertama, beban defisit APBN 2005 hingga semester dua terus menganga, sehingga subsidi BBM harus dipangkas. Kedua, APBN 2006 harus dilindungi dari pengaruh lonjakan harga minyak dunia, yang diperkirakan berkisar antara 60 sampai 70 dolar per barel (d/b) atau lebih.
Benarkah geliat BBM hanya terkait dengan defisit anggaran dan lonjakan harga minyak dunia? Sebaiknya kita uji dengan fakta-fakta berikut ini.
Fakta pertama: Subsidi BBM meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan lonjakan konsumsi di dalam negeri. Sepanjang pemerintahan Presiden Megawati, subsidi BBM bergerak antara Rp 15 triliun sampai Rp 19 triliun karena harga minyak dunia relatif stabil antara 24 sampai 30 d/b. Tetapi di ujung pemerintahan Mega, Oktober 2004, harga minyak dunia tiba-tiba menukik sampai menembus angka di atas 50 d/b.
Fakta kedua: Ketika SBY mulai memerintah (21 Oktober), harga minyak dunia terus menukik, pernah menyentuh angka 70 d/b, meskipun segera turun antara 62-65 d/b. Subsidi BBM melonjak, memperparah defisit APBN-2005, semester I menganga pada angka Rp 78 triliun. Pada semester II laju kenaikan defisit ingin distop pada angka Rp 89,2 triliun. Karena itu, harga BBM harus dinaikkan. Artinya, pemerintahan SBY menyerahkan beban defisit pada pundak rakyat.
Fakta ketiga: Kemampuan produksi minyak Indonesia terus merosot dari 1,5 juta kurang dari 1 juta b/h. Dalam APBN-2006, pemerintah mematok produksi 1,075 juta b/h. Ini tidak akan banyak berarti untuk memperbaiki kinerja ekspor sekitar 350.000 b/h. Artinya, pemerintah gagal menangkap windfall harga minyak dunia. Paling-paling yang bisa dilakukan, bertahan pada batas kuota ekspor terendah OPEC. Ironisnya, pemerintah harus mengimpor 29 juta barel minyak mentah dan olahan sebulan dengan harga pasar dunia.
Fakta keempat: Sektor industri dan rumah tangga sangat terpukul oleh kenaikan tersebut, karena semua harga, terutama bahan bakar, transportasi, dan barang-barang kebutuhan pokok, ikut naik. Bagi sektor industri, PHK tentu hal yang tak terhindarkan. Di sektor rumah tangga, puluhan juta keluarga berpenghasilan di batas kebutuhan fisik minimum, dan 15,6 juta RTM (rumah tangga miskin) akan sangat terhimpit dampak kenaikan, meskipun setiap RTM menerima dana kompensasi Rp 100.000.
Fakta kelima: Pemerintah belum melakukan apa-apa agar bisa melepaskan diri dari ketergantungan yang sangat tinggi pada BBM. Sedangkan penghematan BBM masih bergerak di lingkungan yang sangat terbatas. Sementara penyelundupan BBM terus berjalan.
Bertolak dari fakta-fakta tersebut, maka yang bisa disarankan adalah menyusun kebijakan energi jangka panjang yang mencakup peningkatan produksi minyak, penghematan konsumsi BBM, dan pengembangan bahan bakar alternatif (BBA) yang bisa diperbarui.
Indonesia harus kembali menjadi anggota yang disegani di OPEC dengan kemampuan produksi dan ekspor yang cukup tinggi. Tentu, hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan produksi, setidaknya kembali ke angka 1,5 juta barel per hari. Sementara itu, penghematan dapat dilakukan melalui tiga cara: mengalihkan transportasi umum jarak jauh dan sedang ke kereta api, mengurangi peran bus dan truk, membatasi kepemilikan kendaraan pribadi, serta secara bertahap mengalihkan kebutuhan bahan bakar untuk sektor transportasi, industri, dan rumah tangga ke bahan bakar alternatif (BBA).
Berbagai uji coba menunjukkan bahwa BBA, yang mirip dengan bensin dan solar, dapat diolah dari tetes tebu, singkong, jagung, jarak, dan kelapa sawit. Kegiatan ini akan menyerap jutaan petani dan pekerja. Dana sebesar Rp 15,6 triliun yang sebelumnya dibagikan ke rumah tangga miskin (RTM) dapat dialihkan untuk membiayai pembangunan pabrik dan kebun BBA. Selain itu, sumber bahan bakar fosil diperkirakan akan habis dalam 10-15 tahun ke depan.
Hanya dengan langkah-langkah tersebut, penghapusan subsidi BBM di masa depan tidak akan terlalu berdampak pada sektor transportasi, industri, bisnis, dan rumah tangga. Ketergantungan terhadap BBM juga tidak akan lagi terlalu erat dengan kepentingan politik. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 04
Salam Redaksi
- Majalah Berita Indonesia Edisi 04 – Halaman 4
Visi Berita
- Melepas Belenggu BBM – Halaman 7
Berita Utama
- SIMALAKAMA JALAN PINTAS – Halaman 8
- Mini Krisis Indonesia – Halaman 11
- Meretas Jalan BBA – Halaman 12
- Target Tercapai, Kursi Digoyang – Halaman 14
- Pukulan Telak bagi “Kuda Laut” – Halaman 15
- Sebuah Kejahatan Kemanusiaan – Halaman 18
- Sepotong Kupon, Segudang Prihatin – Halaman 20
- Kepak Maut, Virus Pilek – Halaman 22
- Mencari Asal Sang Pembawa – Halaman 23
Berita Opini
- Ekonomi Tumbuh Tetapi Rentan – Halaman 25
Berita Newsmaker
- Slamet Effendy Yusuf – Menanti Cahaya di Dark Tunnel – Halaman 26
Lentera
- Geliat Kota di Tengah Dusun – Halaman 34
- H. Mohammad Noer – Pamong Abdi Rakyat – Halaman 36
Berita Iptek
- Ulah Virus Lokal Makin Ganas – Halaman 40
Berita Kesehatan
- Menyusun Langkah di Lereng Slamet – Halaman 42
Berita Politik
- Gugatan dari “Seberang” DPR – Halaman 43
Lintas Media
- Musuh-musuh Negara? – Halaman 44
Berita Ekonomi
- Moda Transportasi Hemat Energi – Halaman 46
- PT. Angkasa Pura II – Menuju Pelayanan Prima dan Andal – Halaman 48
- 2010, Relokasi Polonia ke Kuala Namu – Halaman 50
Berita Olahraga
- Selamat, Persipura Juara – Halaman 54
Berita Pendidikan
- Membangun Kultur Bersaing – Halaman 56
Lintas Tajuk
- Teror Terus Mengintai – Halaman 58
Berita Hukum
- Menghukum Si Pencari Pengantin – Halaman 60
- Baru Mulyana dan Sussongko – Halaman 61
- Membongkar Dompet Polisi Nakal – Halaman 62
Berita Perempuan
- Inke Maris – Ikon Perempuan Total Professionalism – Halaman 64
Berita Feature
Anak-anak yang Tak Dikehendaki – Halaman 65