BIOGRAFI TERBARU

Continue to the category
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
24.4 C
Jakarta
Populer Hari Ini
Populer Minggu Ini
Populer (All Time)

Akal dan Nurani: Fondasi Keadilan dalam Penegakan Hukum

Pemikiran Hukum Romli Atmasasmita

Guru Besar Hukum Pidana dan Arsitek KPK

Opini Lainnya

Keseimbangan antara akal dan nurani adalah kunci untuk mencapai keadilan dalam sistem hukum, baik Civil Law maupun Common Law. Tanpa keseimbangan ini, hukum dapat menjadi alat kekuasaan yang menindas atau menyebabkan anarki. Di Indonesia, dengan filosofi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, tantangan untuk mewujudkan hukum yang adil dan bermartabat semakin kompleks di tengah pengaruh pola hukum kolonialisme dan perkembangan teknologi modern. Akal dan nurani harus menjadi pemandu dalam penegakan hukum untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat.

Pemikiran Hukum Romli Atmasasmita

Berhukum dalam sistem hukum apapun, baik Civil Law maupun Common Law, pada dasarnya sama; yang membedakan hanyalah perspektif orang-orangnya, baik masyarakat awam maupun pemegang kekuasaan hukum, serta si kaya maupun si miskin. Selama manusia diberi akal dan budi oleh Allah SWT Tuhan YME, dan selama dua kunci kehidupan itu dipelihara, dijaga, serta digunakan secara seimbang, maka setiap langkah hukum yang ditegakkan oleh aparat penegak hukum akan membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi semua orang, termasuk mereka yang terlibat dalam kejahatan. Hasil ini hanya dapat dicapai oleh manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun, dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput dari kesalahan, baik disengaja maupun tidak. Introspeksi diri dengan keyakinan bahwa Allah SWT Maha Adil dan Bijaksana, pengasih dan penyayang terhadap manusia, niscaya akan membawa kebaikan dan keberuntungan kepada mereka yang beriman dan benar, serta menjalani kehidupan yang lurus.

Bagaimana relevansinya antara akal dan budi dengan hukum? Hukum yang kita ketahui berasal dari perbuatan manusia yang didasari itikad baik untuk mengatur kehidupan sesama manusia dengan tertib dan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya, termasuk lingkungan hidup yang pada akhirnya berdampak pada masa depan dan nasib manusia. Namun, hukum selalu bergerak dinamis jika dalam genggaman kekuasaan. Hukum tanpa kekuasaan hanyalah angan-angan, tetapi jika kekuasaan dijalankan tanpa hukum maka akan timbul anarki. Hukum dan kekuasaan selalu berkelindan layaknya dua sisi dari satu mata uang.

Karakter hukum dan kekuasaan itulah yang seharusnya diiringi oleh keseimbangan antara akal dan budi. Hukum harus selalu dijaga dan diawasi oleh keduanya, karena tanpa pengawasan dan pengendalian, akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kezaliman oleh manusia terhadap sesamanya. Hukum bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pemilik kepentingan (law as a tools of the powerful), melawan yang lemah. Dalam praktik hukum sehari-hari, sering kali terjadi ketidakadilan, bukan hanya karena hukum dikendalikan oleh kekuasaan, tetapi juga karena kurangnya keseimbangan antara akal dan budi/nurani.

Mengapa terjadi ketidakseimbangan antara akal dan nurani dalam mengelola hukum? Jawabannya kembali kepada sejarah kolonialisme di negeri ini selama 350 tahun. Kolonialisme mempengaruhi cara pandang kita tentang hakikat dan tujuan hukum, serta bagaimana menormakan hukum yang dapat menjamin terciptanya kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi individu, keluarga, maupun masyarakat luas. Pola hukum kolonialisme selalu bersifat otoritarian, di mana kepatuhan dan disiplin dituntut maksimal tanpa ada kesempatan untuk mewujudkan hak sebagai warga merdeka.

Pengaruh otoritarianisme ini masih melekat dalam tata pemerintahan negara yang telah merdeka selama 78 tahun. Namun, bangsa ini memiliki landasan filosofi Pancasila yang menjunjung tinggi kelima sila dengan kandungan moral, etika, dan jiwa kemerdekaan baik dalam kehidupan spiritual maupun sosial. Dalam pencarian bentuk dan warna hukum yang benar dan utuh sesuai filosofi Pancasila, kehidupan sosial, ekonomi, dan hukum telah digempur habis oleh perkembangan teknologi modern yang belum dapat dijangkau oleh kaum teknokrat pribumi, apalagi kaum awam dan tuna pendidikan. BPIP yang dibentuk pemerintah diharapkan dapat menjadi lembaga penjaga dan pemelihara kelanggengan dan kelangsungan kehidupan jati diri bangsa.

Sebagus apa pun hukum yang diundangkan melalui pembahasan yang intens antara pemerintah dan DPR RI, undang-undang tersebut tidak akan tampak jernih atau memiliki aura yang memberikan kenyamanan, ketentraman, kepastian, dan keadilan –apalagi kemanfaatan — jika para pemegang kekuasaan yang menjalankan hukum lebih dikuasai oleh nafsu otoritarian daripada menjaga dan memelihara keseimbangan antara akal dan nurani dalam pelaksanaannya. (red/TI)

Penulis: Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana dan Arsitek KPK

Beli Buku Hita Batak A Cultural Strategy

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Beli Buku The Story of Simplicity Mayjen TNI Dr Suyanto

Terbaru

Ninik Rahayu

Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S., adalah akademisi, aktivis, dan pakar hukum yang dikenal atas perjuangannya dalam hak perempuan, keadilan...
26,568FansSuka
50,400PengikutMengikuti
645PengikutMengikuti
1,720PelangganBerlangganan
Majalah Tokoh Indonesia Edisi 48 PABU

Artikel Lainnya

Beli Buku Hita Batak A Cultural Strategy