
[OPINI] – Oleh Ch. Robin Simanullang | SIB 17 07 1990: Perubahan di berbagai belahan dunia, beberapa tahun terakhir ini, berlangsung demikian pesat. Bahkan banyak di luar dugaan. Seperti perubahan politik dan sistem ekonomi di Eropa Timur.
Beberapa dimensi dari perubahan itu, memperlihatkan mengalirnya keinginan untuk menjadikan sistem perekonomian dan perdagangan lebih lancar, lebih terbuka, dan lebih bebas. Keinginan demikian itu pula tercermin pada perundingan-perundingan perdagangan multilateral, seperti dalam rangka GATT yang dikenal dengan Putaran Uruguay.
Tetapi dalam waktu yang bersamaan pula, kita menyaksikan langkah-langkah yang tampaknya justru bertentangan dengan keinginan di atas. Beberapa negara membentuk dan memperkuat blok ekonomi, seperti makin menguatnya blok ekonomi MEE dengan pembentukan Pasar Tunggal Eropa, juga pembentukan Asosiasi Perdagangan Bebas Amerika Serikat-Kanada-Mexico, serta Australia New Zeland Closer Economic Relation and Arrangement (Anzcerta).
Perubahan yang juga mempermesra hubungan negara-negara adikuasa, disambut dunia dengan tepuk tangan pengharapan bahwa ketegangan dunia akan berkurang. Pengharapan yang beranjak dari makna peribahasa, atau yang dapat juga kita sebut sebagai analogi diplomasi internasional: Gajah begajah-gajah, pelanduk mati terjepit, atau bila gajah sama gajah berkelahi, pelanduk-pelanduk mati di sekitarnya. Bila negara-negara adikuasa bertikai, negara-negara kecil yang hancur menderita. Maka patutlah semua dunia berpengharapan akan terciptanya ketenangan bila negara-negara adikuasa bermesraan.
Namun kemesraan negara adikuasa itu boleh berdampak lain pula. Yakni kemesraan itu ‘disalahgunakan’ untuk bersama-sama mengeksploitasi negara yang masih lemah. Gejala kecenderungan tentang hal ini patut diwaspadai tanpa berprasangka berlebihan. Maka peribahasa lain untuk kewaspadaan ini pula: Gajah bermesra-mesraaan, pelanduk mati terjepit.
Maka, Asean harus melek, melihat, berbagai kenyataan. Kemudian harus berpacu bekerjasama yang justru tidak untuk sekadar melepas ketergantungan melainkan akan menjadi sumber vitalitas ekonomi terutama di kawasan Asia-Pasifik. Dan, Asean punya potensi untuk itu.
Lihat pula derap langkah pemimpin-pemimpin negara ekonomi maju yang baru saja melangsungkan KTT Ekonomi Houston. Mereka sedang memperkuat diri. Tujuh negara industri itu (G7) berunding untuk memproteksi ekonomi mereka dengan mengatur strategi perekonomian, perdagangan dan pemberian bantuan.
Suatu hal penting yang perlu kita camkan dari gerak perubahan dunia dewasa ini menunjukkan arah bahwa kepentingan ekonomi lebih daripada kepentingan ideologi dan sistem politik. Negara komunis yang sebelumnya menutup diri karena kepentingan ideologi dan politiknya, kini berubah ke arah orientasi kepentingan ekonomi, mereka membuka diri.
Maka, kita amat tertarik atas pembahasan dalam Indonesia Forum yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi di Jakarta, Rabu (11/7/1990), yang antara lain menampilkan pembicara Lee Hsien Loong (Menteri Perdagangan dan Industri Singapura), LB Moerdani (Menhankam RI), Jenderal Alexander Haig (Mantan Panglima NATO). Mereka itu mengingatkan perlunya ditingkatkan kerjasama ekonomi antarsesama anggota Asean.
Lee Hsian Loong dalam arahannya mengatakan, kelangsungan hidup Asean, cenderung akan ditentukan oleh sejauh mana dimensi dan keberhasilan kerjasama ekonomi antarsesama negara anggotanya. Karena itu, ia mengingatkan, kendati pun semula dasar pendirian Asean lebih berdimensi politik, tapi kini kerjasama ekonomi sudah amat vital dan harus segera ditingkatkan.
Peluang untuk meningkatkan kerjasama ini amat terbuka. Sebab kemajuan yang dicapai masing-masing negara masih belum berjarak jauh. Dan, masing-masing negara kini telah mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Maka menurut Lee, inilah momentumnya peningkatan kerjasama ekonomi intra-Asean.
Urgensi peningkatan kerjasama ekonomi intra-Asean ini adalah dalam rangka memperkukuh kekuatan Asean dalam menghadapi dan mengantisipasi berbagai gerak perubahan, globalisasi yang sekaligus regionalisasi, perdagangan bebas yang sekaligus diwarnai proteksionisme.
Negara-negara sedang berkembang di berbagai kawasan telah banyak menelan pahit-manisnya pengalaman dengan ketergantungan (bantuan) ekonomi kepada (dari) negara-negara maju yang ‘berbaik hati’. Pepatah mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Dan, seekor rusa tidak mau terperosok kembali ke dalam lubang yang sama.
Beberapa negara berkembang di kawasan-kawasan lain telah menjadi sangat tergantung kepada negara-negara maju dari kawasan lainnya yang telah/akan memperkuat blok perekonomiannya. Ini adalah pelajaran berharga. Maka, Asean harus melek, melihat, berbagai kenyataan. Kemudian harus berpacu bekerjasama yang justru tidak untuk sekadar melepas ketergantungan melainkan akan menjadi sumber vitalitas ekonomi terutama di kawasan Asia-Pasifik. Dan, Asean punya potensi untuk itu.
Ditulis di Jakarta, Senin 16 Juli 1990 dan diterbitkan sebagai Tajuk Rencana Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), Medan, Selasa 17 Juli 1990. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Arsip Opini TokohIndonesia.com
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA