Ada Orang Ambisius Inginkan Chaos

 
0
259
Ada Orang Ambisius Inginkan Chaos
Sudi Silalahi | TokohIndonesia.com | Bantu Hotsan

[WAWANCARA] Wawancara Mensesneg Sudi Silalahi (2) – Ada orang-orang yang ambisius, dia tidak punya partai, tapi ingin berkuasa. Kalau SBY tidak jatuh di tengah jalan, orang-orang itu tidak punya kesempatan. Sebab tahun 2014 adalah kesempatan bagi orang-orang yang punya Parpol, punya dukungan. Sedangkan dia itu tidak punya. Tapi bagaimana supaya Presiden SBY jatuh, supaya chaos, berharap dia bisa masuk.

Menteri Sekretaris Negara Letnan Jenderal TNI (Purn) Sudi Silalahi dalam wawancara dengan wartawan TokohIndonesia.com Ch. Robin Simanullang, Muchlas Santoso dan Bantu Hotsan di Kantor Menteri Sekretaris Negara, Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta. Wawancara TokohIndonesia.com dengan Mensesneg Sudi Silalahi berlangsung dalam tiga sesi, yakni dua sesi wawancara langsung dan satu sesi wawancara tertulis.

Namun, Sudi Silalahi tidak merasa tepat bila mengatakan siapa-siapa orang-orang ambisius yang selalu merongrong wibawa pemerintah itu untuk menjatuhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tengah jalan agar mereka punya kesempatan merebut kekuasaan tersebut. “Tidak selalu tepat untuk saya kemukakan walaupun saya tahu,” katanya.

“… langsung kita lakukan penataan organisasi. Kami tidak tanggung-tanggung, 50 jabatan kami pangkas. Itu tidak sedikit. Satu jabatan eselon I, kami bubarkan, lima eselon II, 11 eselon III, dan 33 eselon IV, kami hapuskan. Dan kita juga bisa menghemat dalam tahun 2011 itu lebih dari Rp.200 miliar dan ini oleh presiden pun, dijadikan contoh oleh kementerian-kementerian yang lain. Bahwa kita bisa mengorting 10,47 persen anggaran dengan mereformasi birokrasi, mengefetifkan, merampingkan struktur, dan membesarkan fungsi dan lain-lain.”

Sudi Silalahi juga menanggapi anggapan (issu) seolah-olah kita punya presiden tapi tidak punya pemimpin atau autopilot? “Kalau kita kembali ke disiplin terminologinya, autopilot itu sebetulnya tidak selalu negatif. Kalau autopilot itu dilakukan oleh seorang pilot yang berpengalaman dan mempunyai wawasan teknologi yang canggih sehingga ketika di take of, kemudian dia program, bahwa nanti pada ketinggian sekian, kecepatan pada jarak sekian akan berbelok arah, akan naik, turun dan sebagainya, itu dia control. Selama dalam penerbangan itu sesuai dengan program, dia mengawasi saja. Begitu ada penyimpangan wah, ini tidak tepat, perbaiki. Tidak berkoar-koar terus. Kemudian begitu mau landing, biarin lagi,” jelas Sudi Silalahi.

Menurutnya, begitu jugalah beliau (SBY) sebagai presiden. “Ketika, beliau jadi presiden, program sudah ditetapkan, bahwa program ini harus begini dan begini, time frame, waktunya begini dan begini. Kalau itu berjalan sesuai dengan waktunya, ya lepaskan. Tidak perlu dicampuri, tapi begitu nanti ini sudah bulan April (misalnya), kenapa ini belum selesai. Beliau tegur, marah, kasih peringatan-peringatan, arahkan lagi. Begitu juga menjelang nanti, kok tidak sesuai dengan capaian, pacu lagi. Itulah mengapa adanya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I). Jadi autopilot itu, tidak selalu negatif. Tapi apapun itu, ya kita terimalah,” ungkap Sudi Silalahi.

Berikut petikan wawancara dengan Mensesneg Sudi Silalahi:

Ketika kemudian Pak SBY jadi presiden. Para calon menterinya di fit and proper test. Tapi Pak Sudi tidak pernah dilakukan uji kelayakan ya. Bagaimana prosesnya pembicaraan antara Pak Sudi dan Pak SBY?

Saya sudah diuji kelayakan sejak di Akademi Militer (ha-ha-ha).

Atau justru ikut membicarakan calon menteri yang lain, mana yang layak?Iya, tentu itu sebetulnya, beliau yah. Saya kira tidak ada salahnya, kalau beliau berdiskusi, melihat dari apa namanya, seseorang itu juga kita pelajari. Juga kita tidak sembarang, jadi kita kumpulkan curriculum vitae yang laik dan kemudian kita pelajari. Beliau ingin menteri-menteri yang membantu beliau itu yang utama adalah integritas pribadinya, kejujurannya, komitmennya untuk membasmi korupsi dan membenahi negara ini. Itu sebetulnya. Jadi kita memilih orang-orang yang seperti itu.

Sebagai Sekretaris Kabinet yang kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara, tugas utamanya memberi dukungan kepada tugas-tugas presiden. Apa yang Pak Sudi lihat pada pertama kali masuk sebagai Menteri Sekretaris Kabinet itu yang perlu diperbaiki waktu itu?

Banyak hal, utamanya masalah birokrasi itu, kita ketika itu melihat banyak yang tumpang tindih, juga kekurangterbukaan. Juga banyak sekali yang tidak the right man on the right place. Itu kita tata semua, singkat cerita dalam waktu yang singkat kita bisa mengonsolidasikan sekretariat kabinet itu dan buahnya, ya lumayan. Belum pernah ada seumur-umur sekretariat kabinet itu, memperoleh audit BPK wajar tanpa pengecualian, itu baru pertama kali didapatkan oleh sekretariat kabinet ketika itu.

Kemudian setelah itu, banyak juga memproses persetejuan presiden untuk memeriksa para pejabat-pejabat. Apakah itu bupati walikota, gubernur, anggota gubernur, anggota DPR/MPR yang terlibat kasus korupsi untuk diperiksa.

Advertisement

Jadi selama saya sekretaris kabinet tidak kurang dari 143 izin yang kita keluarkan untuk pemeriksaan. Ada yang terbukti masuk bui, ada satu dua yang memang tidak terbukti dibebaskan. Tapi umumnya masuk bui yang terlibat kasus-kasus korupsi.

Kemudian, Menteri Sekretaris Negara, yang lebih strategis lagi. Apa kira-kira satu karya yang bisa kita anggap agak lebih menonjol dari yang sebelumnya?

Begitu juga di sekretariat negara yang sebelumnya, belum pernah memperoleh hasil audit dari BPK, wajar tanpa pengecualian (WTP). Baru sekali ini sekretariat negara mendapatkan audit wajar tanpa pengecualiaan. Itupun karena setiap dimana saya masuk yang paling saya benahi adalah administrasi keuangan, jangan ada penyimpangan satu rupiahpun uang negara, harus kita pertanggungjawabkan. Dan saya selalu, itu penekanan saya yang pertama, jangan nanti kita sudah pensiun kita jadi saksi apalagi tersangka kasus-kasus penyimpangan. Jadi betul-betul itu yang saya tekankan di mana pun saya bertugas. Tidak boleh ada penyimpangan, tidak boleh ada korupsi. Itu yang paling pertama.

Yang kedua, reformasi birokrasi. Dan baru kali ini, kita juga menjadi contoh bagaimana kita mereformasi birokrasi di lingkungan Setneg, ketika itu setelah sekian puluh tahun tumpang tindih fungsi, tugas dan sebagainya. Itu tanpa banyak seminar, diskusi, langsung kita lakukan penataan organisasi. Kami tidak tanggung-tanggung, 50 jabatan kami pangkas. Itu tidak sedikit. Satu jabatan eselon I, kami bubarkan, lima eselon II, 11 eselon III, dan 33 eselon IV, kami hapuskan. Dan kita juga bisa menghemat dalam tahun 2011 itu lebih dari Rp.200 miliar dan ini oleh presiden pun, dijadikan contoh oleh kementerian-kementerian yang lain. Bahwa kita bisa mengorting 10,47 persen anggaran dengan mereformasi birokrasi, mengefetifkan, merampingkan struktur, dan membesarkan fungsi dan lain-lain.

Kemudian juga penataan aset-aset negara yang banyak sempat lepas, kami persoalkan (gugat) melalui hukum, kami juga melakukan peninjauan kembali, dan mudah-mudahan kita juga bisa memenangkan itu.

Kemudian ketika Pak Sudi sebagai Menseskab, Pak Yusril Mensegneg, kalau menurut pandangan kita, ada ketidaksesuaian?

Sebetulnya bukan begitu, bukannya ketidaksesuaian. Mungkin, barangkali ada misunderstanding saja. Saya selalu back up beliau, saya sebagai Seskab beliau sebagai Mensesneg, apa yang menjadi tugas beliau, selalu juga saya back up. Tapi tidak tahu bagaimana beliau melihat saya, “Apakah saya dianggap sebagai kompetitor atau apapun, saya tidak tahu. Tapi yang jelas, saya tidak ada niat apapun dan selalu memelihara hubungan yang baik. Sampai akhir beliau tetap menghantam saya. Tapi saya tidak pernah dendam dan apa sebagainya. Jadi itu saya kira masalah lebih kepada misunderstanding, kesalahpahaman saja.

Kemudian, dalam pemerintahan Presiden SBY masuk periode kedua. Pada saat masuk periode kedua itu mendapat tantangan terutama banyak kritik lebih dari sebelumnya disebut lamban, kurang berani. Masuk periode kedua ini bertambah keras itu serangan, sampai ada pihak yang menyebut janji-janji itu semacam kebohongan dan Pak Sudi sendiri menjadi bumper. Kira-kira bagaimana tanggapannya?

Jadi sebetulnya kalau kritik itu yang konstuktif kita jadikan pijakan untuk instrospeksi. Kritik-kritik yang sifatnya membangun, kita respon dengan positif. Tapi kalau kritik-kritik tidak berdasar, itu tidak perlu kita tanggapi. Tapi kalau ada orang mengkritik sangat pedas apa dan sebagainya, sebetulnya itu segelintir.

Terbesar justru sebaliknya, dunia pun menilai. Sekarang kita bicara output saja. Pada waktu awal pemerintahan beliau (SBY), rasio utang negeri terhadap GDP itu tinggi luar biasa, 56 persen. Tiap tahun kita turunkan sampai sekarang itu tinggal 23 persen. Artinya apa, baru era beliau melunasi utang itu. Malah masalah besarnya, dibanding dengan GDP, kita turun sangat signifikan. Ekonomi kita di dunia termasuk tiga besar. Kita lihat negara Amerika, Eropa, berantakan sekarang ekonominya, minus. Kita (Indonesia) positif. Di era krisis yang luar biasa pada 2008, krisis global. Negara-negara lain hampir minus semua, kita masih 4.5%, sekarang sudah 6.5% pertumbuhan ekonomi kita.

Tetapi oleh para pengkritik, itu ‘kan katanya hanya macro saja. Yang micronya tidak?

Oh tidak. Saya kasih contoh yang sangat nyata, dulu orang punya sepeda motor sangat langka. Sekarang tiap orang punya sepeda motor. Dulu yang namanya handphone itu barang hebat, sekarang anak sekolah, tukang sayur, becak, ojek pun pakai handphone. Kalau saya mendampingi beliau kunjungan ke daerah atau apa, itu sepanjang jalan, itu hampir separoh pakai handphone. Sekarang yang paling nyata itu orang yang mau naik haji, itu sekarang antriannya sampai 12 tahun. Artinya yang tadinya tidak mampu sekarang sudah mampu. Yang antri naik haji sampai 12 tahun. Bayangin kuota kita sudah ditambah bolak-balik. Tambah kuota, tetap kurang.

Saya tidak tahu, mungkin bapak di gereja kalau diumumkan barangkali ‘durung-durung’ dan apa sebagainya, tiap tahun pasti naik. Kalau kita dengar di masjid, itu setiap di Idul Fitri, Idul Adha diumumkan bahwa tahun lalu sumbangan zakat sekian, naik 100% ada yang lebih dari 100 persen.

Dulu yang nyumbang zakat sapi dua tiga ekor, sekarang sudah 30-50 ekor. Artinya ekonomi mereka meningkat. Dulu masyarakat, tidak bisa pinjam uang tanpa agunan. Sekarang, dengan KUR, kita bisa pinjam 5-10 juta, untuk usaha pisang goreng pun, sekarang bisa pinjam uang. Dulu hal semacam ini mana bisa? Ini nyata. (Angka-angkanya, termasuk PNPN sudah saya jawab tertulis).

Itu belum yang lain-lain. Kalau kita melihat, arus penumpang pesawat meningkatnya luar biasa, penumpang kereta api itu naik ke atas dan sebagainya. Banyak lagi, gaji pegawai negeri (PNS) dulu paling rendah tahun 2004, itu sekitar 700 ribu. Sekarang PNS, TNI/Polri paling rendah 2.4 juta. Berapa persen kenaikannya itu.

Makanya kalau ada orang mengkritik tidak mensyukuri apa yang kita capai sekarang, itu adalah lebih kepada orang-orang yang ambisius yang ingin jadi presiden tapi dia tidak sabar menunggu tahun 2014, karena dia tidak punya parpol.

Secara pribadi Pak SBY itu, dedikasi, loyalitas dan intelektualitasnya, tidak diragukan. Dan sepintas beberapa sudah Pak Sudi kemukakan. Tentu banyak Pak Sudi bisa berikan satu dua contoh. Lalu, saran apa yang pernah Pak Sudi berikan sama Pak SBY, dan tentang masalah apa?

Jadi begini, beliau itu bekerja dengan sistem. Jadi kita itu, tidak pada tata krama kalau kita misalnya menyarankan itu, meskipun ada itu, tidak layak untuk ditanyakan. Tapi beliau memegang sistem. Misalnya, ada persoalan-persoalan apa dan sebagainya, beliau melibatkan stafnya. Beliau meminta pertimbangan. Bila persoalan begini, bagaimana pandangan, kita memberikan pandangan-pandangan. Ada pandangan yang tepat beliau terima. Kalau tidak tepat, memang karena kita kurang tepat menganalisanya, beliau yang tepat. Ketika keputusan sudah diambil, tidak ada alternatif lain, kecuali kita loyal untuk melaksanakannya.

Tapi yang jelas, sedikit, banyak orang menilai beliau itu lamban dan tidak cepat mengambil keputusan, itu salah besar hampir tiap hari beliau itu mengambil keputusan. Apalagi dalam sidang kabinet, kalau terhadap persoalan-persoalan yang instan, yang tidak memerlukan pertimbangan-pertimbangan dari lembaga negara, asal tidak bertabrakan dengan hukum, beliau saat itu juga memutuskan. Misalnya ada status apa, cepat mengambil keputusan.

Ketika misalnya keputusan yang akan diambil menyangkut hajat hidup orang banyak. Beliau menganalisa dengan cermat, sistem beliau gunakan. Misalnya, mau menaikkan BBM, beliau terus melihat, kalau saya naikkan walaupun banyak yang mendorong untuk menaikkan. Beliau coba, siapa yang paling berdampak terhadap kenaikan BBM ini, rakyat. Apa yang harus kita lakukan, misalnya dulu, dilakukan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kebijakan sudah dikeluarkan, di cek, sudah sampai belum. Ternyata belum, tunggu dulu jangan naik. Pastikan, bantuan sudah sampai kepada rakyat yang terdampak (kena kenaikan BBM) baru beliau naikkan.

Ada sesuatu hal, misalnya, masalah hukum, itu bukan wewenang beliau. Emangnya kalau presiden bisa menghukum, itu masukkan bui. Hukum juga berjalan dan beliau itu tidak pernah mengintervensi hukum, jadi kalau minta koruptor supaya digantung, presiden tidak mungkin menyuruh menggantung. Ketika pengadilan bilang bebas, iya bebas. Tidak mungkin mengatakan, itu harus masuk bui.

Begitu juga dengan UU, ada hal-hal yang ditabrak UU, tidak mungkin karena UU itu dibuat bersama dengan DPR. Dan itu proses, bagaimana undang-undang itu diciptakan dulu, kemudian kebijakan itu baru dilaksanakan. Karena kalau tidak, bisa melanggar undang-undang, seperti itu.

Jadi beliau itu sebetulnya, setiap ada masalah beliau selalu cermat untuk mengkajinya, sistem dia gunakan. Jadi kalau tidak mengambil keputusan, itu salah besar. Hampir tiap hari beliau mengambil keputusan.

Dulu ada soerang mantan menteri, sahabatnya Pak Sudi juga, kita wawancara. Dia kritik juga sering rapatnya Pak SBY, yang katanya, untuk mengambil satu keputusan itu bisa berulang-ulang rapat?

Itu memang betul. Kalau itu (yang dikatakan) memang, ketika mau menaikkan BBM. Tahun berapa itu ya? Itu memang begitu, karena memang beliau mau menaikkan dan dorongan (begitu banyak). Tapi rakyat belum menerima bantuan, belum sampai bagaimana (mau diputuskan). Kita ini ‘kan (harus mempertimbangkan). Jadi itu tetap. Beliau melihat itu.

Jadi tidak benar kalau ada menteri yang mengatakan seperti itu, sebetulnya saya juga agak heran karena justru-justru menteri itu sebetulnya….

Beliau (mantan menteri tersebut), nggak menteri lagi dia sekarang!

Iya. Mungkin dia kecewa karena tidak dipakai lagi. Tetapi yang jelas bahwa presiden dalam setiap sidang kabinet, sebetulnya belum pernah yang menurut kawan-kawan seperti seminar-seminar, di kabinet (beliau) memberikan arahan yang sangat lengkap dan mendetail. Sehingga sebetulnya menteri itu tinggal menjalankan saja, tidak perlu menganalisis lagi.

Kemarin baru ada semacam sarasehan di tivi mengkritisi mengenai energi, antara lain BLT katanya, itu sekedar pesanan asing untuk membuat rakyat tidak ribut supaya menghilangkan subsidi?

Fitnah itu. Kalau itu pesanan asing, itu fitnah. Itu murni dari nurani beliau. Kalau bantuan langsung, bantuan operasi sekolah dan segala macam bantuan termasuk bagaimana rakyat yang tidak mampu berobat, itu pun dijamin bahkan opname di rumah sakit kelas tiga pun gratis. Belum pernah terjadi.

Apa kira-kira dalam benak Pak SBY waktu pengucuran BLT-nya?

Iyah, tentu begini. Waktu itu, misalnya BBM dinaikkan, orang yang biasa masak pakai minyak tanah apalagi dengan harga itu tidak mampu lagi beli minyak tanah. Bagaimana itu? Itulah makanya dikasih tiap bulan 100 ribu, itu justru gunanya agar mereka bisa, begitu bahan bakar dinaikkan, masyarakat masih mampu membeli keperluan-keperluannya sehari-hari, kira-kira begitu.

Ada pengkritik bilang, Presiden SBY ini presidennya mayoritas. Artinya dia mengambil keputusan itu ketika publik (mayoritas) didengar dulu tanpa memperhitungkan taat azas atau tidak. Bagaimana sebenarnya?

Kalau mendengar kritik orang banyak itu, iya. Tapi kalau tidak taat azas, walaupun itu masukan darimana pun melanggar azas beliau tidak pernah. Mana? Saya minta contoh apa yang beliau langgar dari satu masukan atau kebijakan yang diambil beliau, tidak ada, beliau sangat taat azas, taat hukum.

Bagi seorang presiden azas utama, tentu Pancasila dan UUD 1945. Mereka memberi contoh GKI Yasmin yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Agung, koq presiden tidak mau mengambil keputusan?

Bukan tidak mengambil keputusan. Presiden telah mengarahkan untuk menyelesaikan Yasmin itu dan ternyata putusan MA memenangkan Yasmin dan itu sudah dilaksanakan oleh Walikota Bogor. Dan ternyata setelah dilaksanakan terjadi ekses, terjadi gangguan keamanan dicabut lagi. Ini yang menjadi pesoalan lagi.

Tapi sebetulnya, tadi pagi (di Istana, Senin, 13/2/2012) kita juga membahas itu, cukup dalam. Sebetulnya dari pemerintah dari gubernur dari walikota sudah menyediakan lahan, bahkan bantuan dari gubernur Rp.8 miliar, walikota untuk di bangun (gereja) di tengah kota dan sebagainya. Tapi ini, karena ada orang yang mengesek-gesek ini menjadi komoditas politik. Ini sebetulnya. Jadi solusi itu, Presiden bolak-balik (bertanya) bagaimana?

Pokoknya solusi-solusi itu, selalu dijalankan. Kita juga konsultasi dengan MA, tapi kalau itu sudah diselesaikan kenapa tidak (dilaksanakan). Iya kemarin sudah dilaksanakan oleh walikota, tapi setelah dilaksanakan terjadi ekses, terjadi gangguan keamana dan ketertiban, dicabut lagi itu, makanya perkara jalan lagi.

Nah, sekarang dicari solusi yang lebih baik lagi. Turun tangan gubernur, walikota memberikan solusi yang terbaik. Karena memang kenapa dicabut lagi, karena memang ada laporan, bahwa ternyata ada laporan terjadi pemalsuan ini dan sebagainya. Dan ternyata diputuskan oleh pengadilan di sana, memang seperti itu. Oleh sebab itu menjadi persoalan baru.

Ada isu terbaru lagi, seolah-olah kita punya presiden tapi tidak punya pemimpin begitu. Jadi autopilot?

Jadi begini ya, kalau kita kembali ke disiplin terminologinya dulu ya. Autopilot itu sebetulnya tidak selalu negatif. Kalau autopilot itu dilakukan oleh seorang pilot yang berpengalaman dan mempunyai wawasan teknologi yang canggih sehingga ketika di take of, kemudian dia program, bahwa nanti pada ketinggian sekian, kecepatan pada jarak sekian akan berbelok arah, akan naik, turun dan sebagainya, itu dia control. Selama dalam penerbangan itu sesuai dengan program, dia mengawasi saja. Begitu ada penyimpangan wah, ini tidak tepat, perbaiki. Tidak berkoar-koar terus. Kemudian begitu mau landing, biarin lagi.

Begitu jugalah beliau sebagai presiden. Ketika, beliau jadi presiden, program sudah ditetapkan, bahwa program ini harus begini dan begini, time frame, waktunya begini dan begini. Kalau itu berjalan sesuai dengan waktunya, ya lepaskan. Tidak perlu dicampuri, tapi begitu nanti ini sudah bulan April (misalnya), kenapa ini belum selesai. Beliau tegur, marah, kasih peringatan-peringatan, arahkan lagi. Begitu juga menjelang nanti, kok tidak sesuai dengan capaian, pacu lagi. Itulah mengapa adanya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I). Jadi autopilot itu, tidak selalu negatif. Tapi apapun itu, ya kita terimalah.

Jadi itu seolah-olah apa yang dilakukan pengkritik, bahwa apa yang dilakukan Pak SBY itu selalu salah?

Karena itu tadi, ada orang-orang yang ambisius, dia tidak punya partai. Kalau SBY tidak jatuh di tengah jalan, tidak punya kesempatan. Sebab tahun 2012 adalah kesempatan bagi orang-orang yang punya Parpol, punya dukungan. Sedangkan dia itu tidak punya. Tapi bagaimana supaya jatuh, supaya chaos, mungkin saya bisa masuk, kira-kira begitu.

Jadi kira-kira kekuatan mana kalau dari penglihatan Pak Sudi yang ingin merongrong wibawa pemerintah itu?

Tidak selalu tepat untuk saya kemukakan walaupun saya tahu.

Ini soal teknis tugas Mensesneg, itu ada gugatan ke MK mengenai Wamen. Bagaimana itu?

Tidak ada yang salah. Wamen itu jabatan karir dan kalau dikatakan, itu pemborosan, apanya yang boros? Orang dia sudah dapat gaji (sebelumnya) dan fasilitasnya juga, tidak ada yang istimewa dan sebagainya. Yang kedua, undang-undangnya juga membolehkan, jadi yang mana yang ditabrak. Dan sekarang itu dalam proses di judicial review. Nah kita ikuti, kita taat hukum.

Ada pengalaman kemarin seperti Anggito Abimanyu?

Oh, iya mengenai Anggito begini ceritanya. Ketika itu terjaring nama Anggito untuk jadi wakil menteri keuangan, ketika menterinya Sri Mulyani. Nah, ketika itu setelah terjaring yang memproses administrasinya adalah kami. Begitu kita lihat persyaratan tidak terpenuhi. Kalau ini tidak dipenuhi ‘kan berbahaya. Ini bisa nanti (dipermasalahkan orang), karena Wamen itu adalah harus eselon I paling tidak eselon IB kalau tidak salah.

Nah itu (Anggito), ternyata belum pada waktu itu, ya tidak bisa kita proses. Nah berdasarkan pengalaman itulah supaya tidak terulang, kita perbaiki aturan itu. Dan setelah peraturan itu diperbaiki, Wamen-wamen sekarang sudah sesuai dengan peraturan.

Tentang keberhasilan pemerintah itu, sudah cukup banyak, masih ada tambahan lain?

Masih banyak, ini hanya sebagian kecil. Belum lagi bagaimana dunia mengapresiasi kita, belum lagi dunia mengapresiasi kepemimpinan SBY. Belum lagi dunia pemimpin-pemimpin Eropa, Amerika, Timur Tengah, berguru kepada SBY tentang soft power. Belum lagi pengakuan dunia Indonesia yang sangat heterogen tetapi dengan segala macam kemajemukan itu bisa (rukun). Belum lagi dunia mengakui negara besar umat Islamnya di Indonesia tetapi tidak radikalis. Dulu melihat negara-negara Islam sebagai yang ektrimis, radikalis, kekerasan, teroris. Kita lihat, bagaimana keberhasilan membasmi terorisme di Indonesia ini tanpa gembor-gembor. Amerika sendiri tidak sanggup membasmi terorisme di negerinya. Kita, itu justru dijadikan guru oleh George Bush dan semua pemimpin-pemimpin dunia bagaimana Presiden SBY membasmi teroris di negara kita.

Bagaimana tentang demo yang sehubungan dengan agraria yang terjadi di beberapa daerah?

Kita dengar, itu sudah pada tingkat saya. Pejabat yang alpa antara lain, kita ambil tindakan. Bukan tidak mungkin, tunggu saja sebentar lagi, mungkin akan mendengarkan apa yang akan dilakukan beliau, penggantian-penggantian yang memang diperlukan.

Bagaimana agenda politiknya?

Oh, kita tidak akan bermain-main dengan politik. Kita betul-betul taat hukum, taat azas. Ini profesional.

Kemudian mengenai Partai Demokrat?

Jangan tanya partai. Tapi mungkin sebagai back main, boleh….

Tapi kita melihat Pak Sudi akan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat?

Oh tidak. Saya anggota saja tidak, bagaimana jadi ketua.

Kan Pak Sudi ‘suhunya’ Partai Demokrat?

Anggota saja tidak!

Wawancara TokohIndonesia.com | rbh

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Tokoh Terkait: Sudi Silalahi, Susilo Bambang Yudhoyono, | Kategori: Wawancara | Tags: wawancara, Mensesneg, chaos

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini