Ketika Elit Politik Menomorduakan Rakyat

 
0
133
Ketika Elit Politik Menomorduakan Rakyat
e-ti | dki

[WAWANCARA] – Ketua Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) Erros Djarot yakin partainya akan meraih suara yang cukup berarti dalam Pemilu 2004. Keyakinan itu didasari keberadaan partainya yang memahami persoalan dan penderitaan rakyat, sehingga dapat menyodorkan solusi yang benar-benar dibutuhkan rakyat.

Kepada Yayat Suryatna dan Mangatur Lorielcide Paniroy dari TokohIndonesia DotCom, Erros Djarot mengutarakan banyak hal, termasuk mengenai pendirian politiknya yang ingin selalu dekat dengan rakyat kecil. Juga mengenai kesiapannya menjadi presiden. Berikut petikannya:

Bagaimana Anda bisa berseberangan dengan Megawati, padahal dulu dikenal begitu dekat dan akrab?

Ah, itu masa lalu tidak usah dibicarakan, yang penting adalah ke depan.

Menurut pendapat Anda, apa yang menjadi persoalan penting sekarang ini?

Saya rasa seluruh warga bangsa merasakan adanya suatu situasi yang tidak sinkron antara apa yang dikerjakan dan apa dilakukan oleh para pendiri Republik dengan realita sekarang, yang seharusnya membangun Indonesia Raya yang benar-benar raya.

Apa yang dimaksud dengan Indonesia Raya yang benar-benar raya dan mengapa itu belum terwujud?

Salah satu penyebab kegagalan itu menurut saya, karena selama ini para elit politik yang menjadi pusat perhatian, sedangkan keberadaan rakyat ini dinomorduakan. Padahal fatsoen dari seluruh kinerja politik untuk mencapai Indonesia Raya yang benar raya harus didasari oleh pemahaman bahwa di kekuatan rakyat yang berdasarkan kesatuan dan kesadaran rakyatnyalah Indonesia bisa mencapai puncak.

Jika visinya adalah membawa Indonesia mencapai Indonesia Raya, maka misinya adalah bagaimana kita mengembangkan masyarakat Marhaenis dengan langkah awalnya membebaskan masyarakat kaum Marhaen dari statusnya yang sekarang terpinggirkan. Jadi perberdayaan masyarakat Marhaen atau dalam istilah lain adalah kaum dhuafa atau lapisan bawah untuk bisa keluar dari kehidupan dan meningkatkan kualitas hidup lebih kaum Marhaenis.

Jadi kaum marhaenis itu diasumsikan sebagai mereka yang sudah pisah dan membebaskan diri dari tekanan unsur apapun dan sudah tidak lagi berada dalam wilayah yang dihisap atau ditindas. Membebaskan orang-orang yang ditindas ini adalah salah satu misi yang diemban. Artinya pemberdayaan rakyat untuk menjadikan Indonesia Raya. Tujuan akhirnya adalah kemakmuran bagi rakyat Indonesia berdasarkan ajaran para pendiri republik ini, khususnya Bung Karno.

Siapa yang dimaksud sebagai kaum Marhaen itu?

Kaum Marhaen atau Marhaenisme adalah sebuah sebutan untuk rakyat kecil. Saya melihat bahwa bangsa kita adalah bangsa yang Marhaen, karena bangsa kita belum bisa berdiri sendiri dan masih terikat dengan ketergantungan global. Di dalam wilayah negara kita juga masih terdapat sejumlah besar kelompok masyarakat yang termarginalkan dan belum tersentuh dengan pembangunan. Walapun ada di antara mereka sebagai pelaku pembangunan namun hanya sebagai objek.

Marhaen itu tidak berdasarkan latar belakang suku, agama, ras, dan etnis. Marhaen sebagai istilah yang digunakan Bung Karno kepada masyarakat kecil. Jadi bukan sebuah segmentasi dalam masyarakat atau elemen masyarakat tertentu, tetapi bersifat umum. Dengan keadaan masyarakat dan bangsa yang seperti ini, maka masih bisa dikatakan bangsa kita adalah bangsa Marhaen.

Apakah dengan alasan tersebut Anda mendirikan partai baru?

Salah satu alasan saja. Sebab, partai lain yang mendapat suara memadai dan memiliki wakil di lembaga perwakilan ternyata tidak cukup peka mendengar suara rakyat. Harus ada perubahan di masa depan, dan yang paling memungkinkan serta paling demokratis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah dengan pembentukan partai.

Advertisement

Dalam pengamatan saya, rakyat Indonesia dewasa ini telah sadar untuk memiliki sebuah buku catatan kecil yang setiap hari dibawa dan disimpan dalam bajunya. Secara diam-diam, setiap hari mereka mencatat perilaku para pemimpin dengan pena yang berujung mata hati dan batinnya. Tinta yang digunakan adalah keringat dan darah penderitaan yang ditimbulkan oleh perilaku pejabat dan pemimpin yang korup. Sementara cara menulisnya dilakukan dengan iringan zikir dan doa keseharian dalam melaksanakan kerja mencari nafkah untuk menghidupi anak dan istri atau suaminya.

Secara tegas PNBK akan mengambil sikap sebagai lawan dari musuh-musuh rakyat. Dalam bentuk yang lebih abstrak, musuh utama bangsa ini adalah kebodohan dan kemiskinan struktural. Para pelaku pembodohan dan pemiskinan rakyat harus disingkirkan.

Apa alasan perubahan nama partai?

Alasan kenapa PNBK yang dahulu disebut Partai Nasionalis Bung Karno menjadi Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, karena menurut undang-undang kepartaian dilarang untuk setiap partai menggunakan nama orang dalam nama partainya. Undang-undang itu dibuat oleh orang-orang dari berbagai partai pemenang Pemilu yang berada di DPR. Saya tidak tahu, mungkin ada orang yang merasa terancam sehingga jika nama partai itu akan menjadi populer dan perolehan suara terhadap partai kami menjadi signifikan. Namun dalam kenyataannya nama Bung Karno masih populer. Tetapi justru kami tidak pernah menggunakan pendekatan itu untuk menarik massa.

Siapa yang menjadi anggota atau konstituen PNBK?

Yang menjadi konstituen dan masa potensial bagi PNBK adalah sangat terbuka bagi kami, terlebih dengan kedaaan saat ini. Akan banyak orang yang akan mengalihkan suaranya dari partai-partai pemenang Pemilu 1999. Penurunan suara itu akan sangat signifikan terhadap penerimaan suara partai-partai besar. Tetapi itu semua tergantung juga dari dinamika politik. Tetapi kecenderungan itu akan terlihat di dalam Pemilu mendatang.

Dari istilah nama terkesan PNBK sebagai partai kaum nasionalis?

Kalau dikatakan PNBK adalah untuk kaum nasionalis, itu yang mau saya luruskan di sini. Kalau tidak, kita akan jatuh ke sebuah dikotomi tentang siapa yang nasionalis dan siapa yang agamais. Sedangkan Bung Karno sudah mengingatkan agar waspada terhadap pemikiran yang salah tersebut. Bagi saya orang yang beragama itu pasti ia adalah nasionalis.

Contohnya seperi tokoh-tokoh bangsa kita seperti Kiai Wahid Hasyim, Agus Salim, dan Sjahrir mereka adalah orang yang beragama tetapi nasionalis. Namun dalam konteks politiknya memiliki perbedaan. Bung Karno ia adalah nasionalis Marhaen.

Jadi nasionalis yang diajarkan oleh para pendiri Republik kita ini, khususnya Bung Karno yaitu bahwa nasionalisme adalah perekat Bangsa Indonesia. Bukan seperti pengertian nasionalisme yang telah direduksi oleh orang-orang yang tidak mengerti sekarang ini yang seolah-olah jika disebutkan kaum nasionalis sudah pasti tidak agamais, kemudian juga sebaliknya jika disebut kaum agamais berarti tidak nasionalis. Jadi, saat ini ada anggapan nasionalis itu berhadapan dan berseberangan dengan agama, dalam hal ini agama Islam. Itu berarti nasionalis yang kabur dan aneh sehingga disamakan nasionalis itu sebagai sekuler.

Pemahaman ini terjadi dikarenakan kurang mengerti akan sejarah bangsa. Bung Karno sendiri belajar banyak di “pesantren”. HOS Cokroaminoto yang membuat ukiran baru dalam sejarah politik di Indonesia yang sangat nasionalis. Gerakan kebangsaan dimulai dari beliau yang adalah orang Muslim. Jadi mereka yang sekarang melakukan dikotomi itu, pasti mereka tidak tahu terhadap sejarah perjuangan bangsa dan sejarah kebangsaan Indonesia.

Bagaimana pendapat Anda terhadap pencalonan presiden yang sedang marak saat ini?

Sementara rakyat masih dalam kondisi yang serba sulit dan gamang dalam menghadapi masa depan, harga-harga melambung naik, biaya pendidikan menjadi selangit, bukannya para pemimpin itu memberikan arahan yang jelas atau sebuah enlightment kepada rakyat, malah hanya sibuk untuk memperebutkan bangku nomor satu negara ini. Apakah kelakuan yang seperti ini secara moral dibenarkan? Partai politik seharusnya berperan sebagai wadah pemberi motivasi kepada masyarakat.

Politik itu sebenaranya sebagai kanal alat penerjemahan kehendak kebudayaan bangsa. Politik adalah salah satu komponen demokrasi, tetapi bukan sebagai segala-galanya. Tetapi kalau kita sendiri tidak bisa mengidentifikasi kehendak kebudayaan bangsa, maka bangsa ini tidak akan pernah sampai pada tujuannnya. Itulah kesalahan para politisi kita yang gagal dalam membawa bangsa ini, karena tidak mengerti kehendak kebudayaan bangsa kita, yang sesungguhnya sudah tercermin di dalam Pembukaan UUD 45. Itulah kehendak kebudayaan bangsa.

Strategi apa yang Anda lakukan dalam upaya perberdayaan publik, tertutama menjelang Pemilu?

Pemilu itu adalah satu momentum di mana suara rakyat diarahkan ke sebuah pilihan titik. Selama ini kita berorientasi kepada titik itu, bukan kepada prosesnya, pengutannya, dan pasca Pemilu yang tidak pernah dipikirkan. Ini berarti kemenangan partai tidak diimbangi dengan pemberdayaan konstituennya. Partai yang seperti ini hanya akan menjadi partai bagi pengurusnya saja. Artinya, fungsi partai sebagai wadah aspirasi politik rakyat, sebagai lembaga pendidikan politik rakyat terbentur oleh kepentingan pengurusnya.

Langkah kongkrit apa yang dilakukan PNBK dalam pemberdayaan publik?

Pertama menata infrastruktur partai sebagai sebuah instrumen partai politik. Kemudian menata sistem, karena sistem yang memungkinkan partai itu dibangun dengan sebuah kerangka dasar yang kuat.

Di PNBK setiap oarang yang ingin masuk menjadi anggota DPRD harus membuat kontrak dalam bentuk tertulis di atas materai. Kontrak politik itu berisi tentang perjanjian bahwa setiap anggota DPRD dari PNBK wajib untuk setiap bulan memberikan laporan pertaggungjawaban tertulis kepada publik atau konstituennya.

Jika dalam 2 kali kesempatan tidak melakukan hal tersebut, anggota DPRD yang bersangkutan akan menadapat teguran keras. Dan jika dilakukan untuk ketiga kali maka ia akan di-recall. Sistem yang seperti itu membuat rakyat selalu terlibat, karena akan ditanyakan, “Uang Bapak dari mana, baru setahun sudah punya mobil tiga dan rumah di situ atau di sini?”. Maka masyarakat dapat mengamati kinerja wakilnya, dan rakyat itu terberdayakan bukan terperdayakan.

Bagaimana dengan akses politik yang selama ini diabaikan?

Karena PNBK adalah partainya rakyat, sehingga harus ada jalan bagaimana rakyat mempunyai akses ke partai, baik secara formal maupun informal. Yang formal kita lakukan kaderisasi dari institusi ke bawah. Sedangkan yang informal melalui pemberian pemahaman kepada seluruh fungsionaris untuk melakukan sosialisasi ke tingkat bawah. Contohnya, jika di sebuah rumah susun PNBK membentuk majelis taklim, bila ada yang ikut serta, tidak harus berasal dari PNBK, dari mana saja dapat diterima.

Saat ini seluruh partai bicara dengan pemahaman chauvinisme, dan ini adalah pembodohon rakyat. Seluruh kekacaaun ini terjadi oleh karena ketidakpahaman batin bangsa Indonesia itu yang seperti apa? Wadahnya itu seperti apa? Contohnya, dalam memahami demokrasi yang seringkali begitu sempit. Setiap pendekatan-pendekatan yang kita lakukan dikatakan hasilnya lama, tetapi kata saya daripada tidak sama sekali, berarti tidak akan pernah ada hasil sama sekali. Karena waktu 10 tahun itu sebentar kalau kita melakukan pendidikan secara intensif dan jika seluruh partai politik menjadi kompak.

Sekarang ini sederhana saja. Katakan untuk bisa masuk 5 besar itu semua partai memiliki kesempatan yang sama. Ada istilah partai baru adalah partai kecil. Dalam kasus ini, saya katakan tidak. Sebab yang baru belum tentu kecil dan yang besar tidak akan selamanya besar. Itu dalam pengertian aksiomatif. Tapi kalau yang baru tidak tambah kecil itu kondisional-situasional. Tetapi kalau berlaku terus-menerus dan umum, yang besar tidak selamanya besar. Jadi jika ada partai penguasa saat ini yang masih menarget 45 persen penerimaan suara, itu tidak realistis dan tidak memahami struktur batin masyarakat dan stuktur politik.

Pada masa lalu 90 persen dikendalikan dan ditekan oleh penguasa, karena yang punya uang hanya Golkar. Sekarang semua partai-partai punya uang, saya sih tenang-tenang saja. Saya hanya menggunakan hati nurani.

Apa yang membuat Anda begitu percaya diri?

Saya tidak percaya diri, tetapi saya diyakinkan oleh keadaan untuk hanya berpikir seperti itu, tidak yang lain. Sekarang coba tanyakan kepada para supir-supir bis, pedagang-pedagang dan atau siapa sajalah yang ada di jalan. Jika ada di antara mereka yang masih memilih partai yang sekarang berkuasa, saya berhenti menjadi ketua partai. Kalau partai yang baru sulit untuk menjadi besar, tetapi bukan berarti tidak mungkin, sedangkan yang besar untuk menjadi besar lagi itu baru tidak mungkin. Sekarang tinggal siapa yang paling bisa memberi hati kepada rakyat.

Orang bisa berkata, “Pak Erros, bagaimana bikin partai kan Bapak tidak punya uang?” Siapa yang punya uang? Itu bukan uang saya. Itu adalah titipan kepada orang banyak. Di belakang saya ada masyarakat yang masih memiliki nurani. Seperti perayaan HUT PNBK di Semarang yang begitu besar. Saya sama sekali tidak membayar apa pun. Saya memilih Semarang bukan Jakarta karena saya tidak mau bermain di politik opini, seolah-olah hebat dan besar tetapi sehari kemudian menghilang.

Saya buat HUT tersebut selama 4 hari di Semarang, di tenda-tenda dengan suasana kerakyatan yang tinggi. Kalau di Jakarta diadakan di Stadion Senayan atau di hotel-hotel, sehari langsung selesai. PNBK mau lebih membumi. Jika menggunakan politik opini melalui koran yang hebat, itu kan pembacanya hanya 10%-15%, tetapi jika menggunakan koran-koran seperti Lampu Merah, Rakyat Merdeka, dan yang lain-lain, itu adalah koran-koran yang dibaca 80% rakyat. Kemudian di Jakarta itu pengaruh kepada masyarakat kurang signifikan, karena Jakarta itu pasarnya abu-abu dan masyarakatnya tidak punya ruang kotemplasi.

PNBK kini sudah ada di 27 propinsi tanpa mengunakan iming-iming uang atau tawaran apa pun. Yang kami tawarkan hanya metodologi. Saya percaya 1/3 dari partai besar belum tentu menang dari PNBK. Saya seorang ketua umum yang sering berkunjung ke kecamatan-kecamatan bukan ke hotel-hotel. Saya sering berjalan-jalan di malam hari berbicara dengan rakyat. Pagi-pagi sering mengobrol dengan ibu-ibu di pasar, dan bagi saya itu tidak menjadi masalah.

Pemimpin partai yang seperti apa yang ada dalam benak Anda yang mampu menjadi pemimpin bagi bangsa ini?

Terlebih dahulu ia harus memahami visi dan misi bangsa ini. Seperti apakah yang diinginkan oleh para pendiri republik ini? Dan seharusnya seorang pemimpin itu harus mampu menerjemahkan hal itu ke dalam visi dan misi partainya, serta harus memahami betul konteks hari ini adalah “National Character Building” yang seperti apa karakter bangsa ini atau sifat jiwa, roh dan tubuh bangsa ini.

Ini harus bisa diterjemahkan. Kalau tidak, akan seperti yang terjadi sekarang ini. Kita berlomba belajar dari luar negeri, dari sini dan sana, kemudian yang ditemukan adalah voting, kemudian sekan-akan dijadikan kebanggaan demokrasi, tetapi yang terjadi apa? Karena tidak adanya kritik politik yang subtansif. Contohnya, setiap pemilihan gubernur dan bupati, siapa yang mampu membayar 50% plus 1 dari anggota DPRD pasti bisa menang.

Sedangkan yang ada dalam pikiran Bung Karno adalah kita bangsa Indonesia dapat mengalami suatu proses sehingga memahami dan menemukan demokrasinya. Dalam hal ini Bung Karno menyebutnya sosio-demokrasi dan sosio-nasionalis yang lahir dari proses empirik dan perjuangan.

Jika seorang pemimpin tidak memahami suasasa batin rakyat dan bangsanya, mana bisa ia memimpin rakyat dan bangsanya, sebab ia tidak mengenal bahasa rakyatnya, tidak mengenal mimpi bangsanya. Mana bisa memimpin.

Apakah itu pula alasan Anda hengkang dari PDIP?

Masa lalu bagi saya hanya sebuah kecelakan sejarah, dan pertanggungjawabannya saya buktikan dengan mendirikan PNBK. Bukan untuk motivasi apa, tetapi saya melakukan dengan pendekatan idiologi bukan semata-mata kekuasaan. Karena bagi saya kekuasaan itu adalah sebuah akibat.

Saya mau berpikir sebagai seorang politisi yang memperjuangkan kerakyatan dan tidak mengenal karir dalam politik. Jadi kekuasaan atau jabatan yang dibebankan hanya adalah sebuah amanah. Kalau kita bekerja dengan baik pasti rakyat akan melihat. Untuk apa menggunakan “konvensi-ria”. Itu hanya alat kampanye dan hanya menghabiskan uang saja. Apakah itu pembelajaran ataukah pembusukan kepada rakyat?

Pandangan Anda tentang Konvensi seperti dilakukan Partai Golkar?

Menurut saya, mulailah jujur pada diri sendiri, bahwa ini adalah kampanye terselubung, bilang saja begitu, untuk menjalin legitimasi partai yang dahulu sebagai representasi Orde Baru dengan segala kejahatan politik dan ekonominya. Kita memaafkan dalam kaitan hubungan sosial, hubungan antarmanusia. Tetapi pertanggungjawaban politik dan hukum tidak mungkin hanya sekadar memaafkan begitu saja, harus ada mekanisme pertanggungjawaban yang diatur.

Bangsa ini tidak mengenal pertanggungjawaban dan akhirnya seperti ini. “Yang korupsi ya sudahlah, nggak enak dia sudah begini dan begitu”. Sehingga setiap kali pejabat korupsi dimaafkan dan terus dimaafkan, dan tidak pernah berakhir. Saya sih tidak ingin menjadi ketua umum seperti itu. Saya bilang, janganlah berdoa saya jadi presiden, kasihan kalian teman-teman dekat saya ini. Jangan-jangan nanti ada orang yang berusaha menyogok saya, saya suruh untuk ditangkap. Itu baru mencoba menyogok saja sudah harus ditangkap masuk penjara, apalagi kalau sudah menyuap.

Itu juga saya buktikan ketika saya berada di wilayah kekuasaan, di mana saya ikut serta dalam pengawasan BPPN bekerja, ikut juga aktif di BUMN. Kalau ditanya kepada mereka sekarang apakah pernah Erros Djarot menerima uang? Kenapa saya bisa bersuara lantang seperti ini, orang ‘kan bersuara lantang karena dasarnya dia tidak kotor.

Bagaimana pendapat Anda tentang agenda reformasi?

Bagi saya reformasi tidak pernah terjadi, masih tersembunyi. Sekarang yang terjadi adalah kebangkitan Orde Baru menggantikan yang namanya kematian reformasi.

Intinya satu. Apakah Anda percaya dengan demokrasi? Itu saja. Sebab saya percaya hanya dengan bendera demokrasilah bahwa negara –secara empirik dibuktikan juga– menghasilkan kemakmuran yang lebih merata. Dan ada check dan balance, atau keseimbangan equabelirium, hanya jika melalui demokrasi. Kemudian apa sih yang menjadi subtansinya? Yaitu kedaulatan rakyat.

Tampaknya sekarang apatisme rakyat mulai meninggi, bagaimana pendapat Anda?

Itu sih terlalu didramatisir. Coba jika Anda seorang tokoh partai. Saya juga orang partai kadang-kadang ngga suka dengan partai, dalam pengertian yang hari ini. PNBK partai baru kan? Saya dipanggil politisi, aduh itu rasanya rendah sekali ya, lebih bagus disebut budayawan, itu saya bisa lebih bangga. Tetapi ini tugas yang harus saya jalankan. Karena politisi kelakuannya rusak, siapa yang tidak malu jadi politisi? Kita harus mengubah itu. Bagaimana caranya? Yaitu ketika seorang politisi mendapat tugas dari negara, ia harus berubah dari seorang politisi menjadi seorang negarawan. Jangan lembaga kenegaraan direduksi oleh orang-orang politik dengan bersikap sempit dan membangun oligargi partai. Itu berbahaya.

Jika keadaan bangsa terus seperti ini, akankah kita mengalami kebangkrutan?

Kita memang sudah bangkrut secara nilai dan secara fisik. Membangun Indonesia kembali tidak semudah orang membuat pidato. Tetapi ada tahapan yang harus dijalani. Misalnya saja saat ini kita berada pada posisi minus untuk mencapai zero saja sudah prestasi, sedangkan negara lain dari tingkat zero ke atas itu kan menyedihkan sekali.

Kalau kita minum kopi di Jepang itu tidak mungkin masuk tenggorokan karena harganya secangkir saja 50 ribu rupiah, sedangkan jika kita menikmatinya di Yogya, dengan uang sebesar 500 rupiah sudah dapat menikmati kopi yang sama. Jadi jangan terpaku kepada pola-pola yang mengatakan “pertumbuhan ekonomi kita sekian, tingkat per kapitanya meningkat”. Tetapi apakah sudah lihat kualitas kehidupan bangsa sebagai tolak-ukur yang perlu dilakukan. Jadi bukan hanya ekonomi saja, sosio-ekonomi juga harus diperhatikan.

Sekarang ada fundamental ekonomi yang mulai membaik yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar menguat, indeks saham gabungan meningkat, bunga bank terkendali dan baik, candangan kita membaik. Itu kan di tingkat makro, dan kita tahu uang-uang siapa yang beredar di situ. Hanya sekelompok orang yang dapat menikmati kesejahteraan itu. Uangnya hanya berputar di situ-situ saja.

Apakah angka-angka ini ada relevansinya dengan realita kesejahteraan ekonomi rakyat? Nggak ada. Apa sebabnya? Nah itu yang kita harus cari. Sebelum para pemimpin bersih dari orang-orang yang bermasalah, Indonesia tidak akan pernah mendapat jawabannya. Sebab tidak mungkin bagi orang bermasalah dapat menyelesaikan sebuah masalah besar yang dihadapi bangsa ini.

Setelah Anda memasuki politik, bagaimana dengan kebudayaan?

Masuk politik seolah-olah meninggalkan yang lain, tentu tidak justru malah semakin aktif di kebudayaan. Aspek kesenian dan kebudayaan membantu kita memahami makna kehidupan. Para politisi tidak tahu tentang hal itu sebab tidak pernah tahu bagimana menikmati sebuah lukisan, merdunya musik dan pertunjukan konser. Yang ada dalam pikiran mereka hanya kursi, kursi, dan kursi saja.

Kegiatan saya sebagai seniman dan budayawan masih terus berjalan. Saya masih mengarang lagu, menulis cerpen, menulis skenario. Itu yang membuat saya tidak pernah merasa sepi. Sampai rasanya seminggu itu kurang bagi saya. Sehingga ada perasaan yang menyenangkan yaitu menjadi berguna bagi orang lain.

Bagi saya kebudayaan itulah yang membuat seorang manusia lebih mengenali dirinya, mengenal apa yang di luar dirinya untuk semakin memperkuat jati diri. Itu yang namanya kebudayaan. Saya akan terus melakukan ini sampai saya mati, karena itu saya rasakan sebagai anugerah yang luar bisa dari Tuhan.

Kalau toh suatu hari, entah kenapa semua orang memilih PNBK dan saya harus menjadi presiden Indonesia, saya pikir hanya sekali saja. Setelah itu membuat film lagi, membuat musik dan konser.

Kegiatan apa yang Anda kerjakan selain sibuk dalam PNBK?

Kebetulan saya orang yang suka bergaul dengan banyak LSM. Selain itu saya suka merancang bisnis, tetapi saya tidak bisa untuk menjadi direktur utama, mungkin jabatan yang mendekati tepat menjadi komisaris. Tetapi memang saya melihat diri saya itu tidak berbakat. Karena saya orangnya tidak bisa menipu, karena seorang bisnis harus bisa menjilat pejabat, bisa berbohong, bisa membohongi pajak dan menutupi banyak hal. Banyak teman yang datang kepada saya meminta untuk konsultasi bisnis, ya saya berikan tanpa biaya dan tarif, hikmanya saya bisa buat partai.

Tidak ada pemaksaan teman-teman itu memberikan bantuan kepada PNBK. Tetapi jika waktu itu saya dibayar, ya selesai sudah. Karena saya membantu dengan sepenuh hati. Banyak dari mereka yang dahulu saya bantu menjadi sukses, sekarang banyak yang datang. Banyak partai baru yang lahir kesulitan mengurusi uangnya, karena selama ini belum pernah membantu orang lain.

Obsesi Anda yang belum tercapai?

Masih banyak impian yang belum tercapai. Terlalu banyak yang belum saya capai dalam merampungkan mimpi-mimpi saya.

Kegiatan sosial apa yang Anda kerjakan selain di kesenian dan kebudayaan?

Saya bertemu para Kiai dan mengobrol, tiba-tiba saya diminta menjadi sesepuh pesantren di Kuningan. Saya tidak mengerti padahal menyumbang uang pun tidak. Tetapi karena ia senang saja dengan karya-karya tulisan saya. Dari situ hubungan saya menjadi dekat. Selain itu juga masih menjalin komunikasi dengan rekan-rekan perfilman nasional.

Pendekatan apa yang Anda lakukan dalam menjalin hubungan dengan kalangan yang demikian luas itu?

Pendekatan saya adalah mencoba menyelami keadaan batin bangsa kita. Sikap ini bukan sebuah sikap sok-sokan, sikap ambisi, bukan itu. Tetapi kondisi masyarakat kita saat ini bukan sedang mencari seorang presiden. Bangsa ini sedang memikirkan “bagaimana aku besok hidup? Masa depan anak-anakku nanti seperti apa?” Itu yang sekarang sedang dipikirkan.

Setiap pemuda yang ada di bangsa ini, saya yakin tidak akan memilih lagi orang-orang yang ada saat ini. Kalau masih ada orang yang sehat di bangsa ini pasti tidak akan memilih orang-orang yang saat ini begitu dikenal. Sebagai pimpinan partai saya juga harus siap, jika partai saya menang untuk menjadi presiden, jangan pernah tidak siap menjadi presiden, tetapi jangan juga menjadi berambisi. Hanya tinggal diberi us semua bisa jadi hancur yaitu ambisius, makanya yang aman saja.

Apakah ada rencana untuk PNBK mengadakan koalisi?

Pertama, istilah koalisi hanya ada dikenal pada sistem parlementer. Mungkin yang lebih tepat disebut aliansi strategi untuk kepentingan penguasa di DPR. Kalau untuk urusan pilih-memilih presiden, penggabungan dua partai pun tidak menjamin apakah konstituen kita di bawah akan memilih figur yang sama. Belum tentu. Karena tidak ada partai yang dari atas mampu memandu konstituennya di bawah.

Contohnya, pimpinannya menyuruh DPD untuk tidak memilih orang tertentu saja tidak mau, apalagi konstituennya. Dari situ terbukti bahwa lobby yang ada di atas tidak sampai ke level bawah. Seperti ada analis yang berharap Golkar dan PDIP bisa berkolaisi, akan saya tantang. Kalau mereka berkoalisi saya akan tantang, saya pasti menang. Saya mau berkompetisi dan saya yakin menang. Analisa saya berbeda. Memang koalisi itu akan kuat tapi hanya di DPR, tetapi untuk presiden belum tentu. saya lawan dan tantang, bergabunglah dan saya yakin saya menang.

Seorang presiden harus didukung para menteri. Jika Anda terpilih jadi presiden, apakah sudah punya gambaran tentang figur para menteri (kabinet). Apakah Anda cukup mengandalkan orang PNBK?

Kalau saya menjadi presiden apakah saya masih orang PNBK, tentu tidak. Saya jadi bapaknya orang Indonesia. Dan saya harus keluar dari partai ini, kalau tidak akan menjadi penyakit lagi. Apakah kalau PNBK menang saya akan menarik semua orang PNBK? Akan hancur negeri ini! Memangnya kualitas PNBK sejauh itu, kan tidak juga, jujur saja. Ambillah yang terbaik.

Tetapi jika saya memilih menteri saya katakan “Jika kamu memasuki pintu ini, tinggalkan baju kelompokmu, kalau tidak bisa jangan, sebab jika aku tahu kamu begitu, anak-isterimu aku tanggung, sedangkan kamu ke Nusa Kambangan.” Harus keras seperti itu, kalau tidak tidak bakalan jalan republik ini.

Menjadi presiden itu tidak mudah. Tidak bisa macam-macam.

Menjadi seorang persiden harus mau bekerja sosial berbaur dengan rakyat kecil. Contohnya membantu anak-anak berprestasi jalan-jalan ke Eropa, lalu dekat dengan anak-anak yatim piatu, ajak bersama-sama makan dengan mereka. Soal dana pasti ada. Mengunjungi pesantren-pesantren yang perlu dibangun. Untuk uang pasti ada, yang penting tidak korupsi.

Saya menjadi presiden mau ditipu untuk harga? Oh jangan sampai! Saya tahu harga terasi sampai harga sebuah pesawat terbang dan bagaimana liku-likunya, saya juga tahu.

Saat ini ada teknologi canggih kenapa tidak digunakan? Itu baru namanya presiden. Tapi kalau hanya presiden-presidenan lain. Tetapi kalau saya menjadi presiden “I want to be a real presiden in a real nation“. Bukan seorang presiden yang takutnya sama mahasiswa. Kenapa takut untuk dikiritik.

Masa mahasiswa dianggap musuh? Jangan beraninya dengan mahasiswa, tetapi untuk menangkapi konglomerat yang bermasalah, para pejahat politik, penjahat ekonomi, tidak pernah ada solusi. Begitu mahasiswa yang bersalah, ditangkapnya cepat sekali dan cepat diadili.

Saya hanya mau menjadi presiden rakyat, bukan menjadi presiden yang kerjanya hanya hanya duduk di istana.

Bagaimana persiapan Anda menjadi presiden

Sebenarnya saya agak malas jika ditanya punya keinginan menjadi presiden, sebab orang yang punya keinginan untuk menjadi presiden RI itu pasti mengidap suatu penyakit. Coba bayangkan dengan 42 juta pengangguran, percepatan lapangan kerja dibandingkan dengan pertumbuhan, pengangguran lebih cepat. Ini masalah yang sangat kompleks.

Belum lagi institusi-institusi negara yang tidak karuan. Jadi kalau ada orang yang masih mau jadi presiden berarti kan orang sakit atau tidak mengerti masalah. Makanya saya katakan jika ini amanah saya akan jalankan. Orang tidak pernah mengerti juga. Karena kalau sudah ambisius dan punya keinginan yang besar mau jadi presiden pasti kan melakukan segala cara. Itulah yang saya hindarkan.

Saya dibilang orang terlalu idealis. Sama saja ketika dulu saya mempunyai rencana membuat film Cut Nyak Dien, banyak yang katakan terlalu idealis, tetapi nyatanya jadi juga filmnya. Begitu juga ketika saya membangun Detik. Katanya perlu puluhan miliar rupiah tetapi saya buat hanya dengan ratusan juta saja dan berjalan. Apa kuncinya? Strong will, komitmen, keteguhan, dan kejujuran. Apapun yang terjadi tidak apa-apa, yang penting saya sudah berbuat daripada saya mati namun tidak mempunyai arti, lebih baik mati namun berarti. Apalagi mati berkali-kali namun tetap tidak berarti juga, lebih baik mati sekali tapi berarti.

Karena bagi saya tidak pentinglah jabatan-jabatan ini semua. Pada saatnya ketika sebelum mati, tidak mau saya membayangkan dosa-dosa saya kepada rakyat. Kalau saya mati, saya telah mengerjakan pekerjaan saya yang belum selesai. Saya tak mau meninggalkan hutang, apalagi hutang kepada rakyat. Kalau saya dipanggil saya mau istirahat dengan damai. Tetapi selama saya hidup saya akan bekerja. Karena sejak umur 16 tahun saya sudah tidak dibiayai oleh orangtua saya. Apa pekerjaan yang belum pernah saya kerjakan? Dari kuli bangunan, pedagang jalanan, bahkan jadi kondektur juga pernah. Jadi kalau saya seperti ini, itu karena bekerja. Saya bukan dari keluarga orang koruptor.

Tampaknya hidup Anda begitu berwarna?

Itulah proses untuk menjadi seorang pemimpin. Sebab orang yang tidak pernah mengalami penderitaan tidak akan pernah empati terhadap penderitaan. Kita bisa maklumi kalau sekarang ini, banyak orang yang tidak mempunyai empati karena dulunya berasal dari status keluarga yang terhormat, sehingga tidak sempat berinteraksi langsung dengan rakyat. Dan, tidak sempat mengadopsi penderitaan rakyat. Kecuali pendekatan yang sifatnya agak romantis.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Tokoh Terkait: Eros Djarot, | Kategori: Wawancara | Tags: Partai, banteng, kemerdekaan nasional

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini