Bangsa Indonesia yang Sebenarnya
Johanna Masdani
[ENSIKLOPEDI] Saya menjadi bangsa Indonesia dalam arti kata yang sebenarnya,” kata Jos, panggilan akrab Johanna Masdani, saat ikut aktif dan terlibat dalam perkumpulan pemuda Indonesia di Gedung Indonesisch Clubhuis. Puteri bangsa kelahiran Amurang, Sulawesi Utara, 29 November 1910, ini berpulang Sabtu, 13 Mei 2006, dalam usianya yang 95 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Jalan Menteng Raya 25, Jakarta. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Senin (15/5).
Gedung Indonesisch Clubhuis tersebut saat ini dikenal sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Sebagaimana ditulis dalam buku Apa dan Siapa 1985-1986, yang diterbitkan majalah TEMPO pada 1986, berawal di gedung itulah siswa Christelijke MULO di Jakarta itu memulai keterlibatannya pada pergerakan Indonesia.
Di sana ia bertemu dengan tokoh-tokoh kala itu, seperti Moh Yamin, Dr Rusmali, Mr Asaat juga dengan Masdani—mahasiswa kedokteran Stovia—yang kemudian mempersuntingnya.
Dari Masdani, yang wafat pada Oktober 1967, itu Jos banyak belajar tentang keberpihakan kepada rakyat dan Indonesia. Jos yang lahir pada 29 November 1910 di Amurang, Sulawesi Utara, dan berasal dari keluarga yang berada memutuskan menjadi guru di Perguruan Rakyat, Gang Kenari, Jakarta setelah semua bantuan dari orangtuanya diputus hanya karena ia memulai perjuangannya.
Dalam buku Apa dan Siapa tersebut disebutkan, Jos pernah menjadi stenotypist pada Departemen van Financien sambil terus aktif dalam Jong Indonesia. Lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada 1961, ia kemudian mengajar di almamaternya itu.
Semasa pergerakan, ia aktif dalam Palang Merah Indonesia, menjadi pembimbing Pandu Rakyat Indonesia serta menjadi aktivis sosial Pemuda Puteri Indonesia. Ia dikenal juga sebagai salah satu pelaku sejarah rapat Sumpah Pemuda dan menjadi saksi sejarah detik-detik proklamasi. Ia pun menjadi Pelopor Pejuang Puteri dengan pangkat Letnan I non-NRP.
Dari Menteri Pertahanan Keamanan Ali Sastroamidjojo, ia memperoleh Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia. Itu adalah satu dari delapan penghargaan yang diperolehnya dari Pemerintah Indonesia. Terakhir ia memperoleh Bintang Mahaputra Utama dari Presiden BJ Habibie tahun 1998. Semasa Soekarno, ia memperoleh Bintang Gerilya dan Satya Lencana Penegak dari Presiden Soeharto. (Kompas, 14 Mei 2006). e-ti/crs