Menimang Capres 2014

[OPINI] – CATATAN KILAS – Perbincangan tentang calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) sudah makin hangat. Publik dan partai-partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU, telah mulai menimang-nimang siapa gerangan Capres – Cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2014. Ch. Robin Simanullang | TokohIndonesia.com
Beberapa pengamat politik juga telah melontarkan pengamatannya. Demikian juga beberapa media telah merilis berbagai versi daftar nama tokoh yang potensial ikut bertarung dalam Pilpres 2014. Tak ketinggalan lembaga-lembaga survei, baik yang independen ataupun pesanan sponsor, juga telah merilis hasil surveinya.
Sangat beragam nama-nama tokoh yang dimunculkan. Namun ada beberapa nama yang selalu dirilis lebih menonjol, di antaranya Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla, serta meroket belakangan Joko Widodo (Jokowi). Sementara tokoh yang sudah gencar mengiklankan diri antara lain Abrurizal Bakrie, Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Hary Tanoesoedibjo dan Irman Gusman. Serta beberapa tokoh yang terkesan menebar pesona, antara lain Abrurizal Bakrie, Dahlan Iskan, Chairul Tanjung, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, Mahfud MD dan Abraham Samad.
Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah bercucuran keringat mengurus partai, tapi langsung menjadi Capres? Hal itu, bagaikan pungguk merindukan bulan. Kecuali partai tersebut sama sekali tidak punya tokoh (Ini partai gagal). Hanya ‘keajaiban’ kegagalan partai ini yang memungkinkan tokoh-tokoh ini jadi Capres-Cawapres.
Sedangkan tokoh-tokoh yang telah menyatakan diri siap maju sebagai Capres dan telah mendapat dukungan dari partai antara lain Aburizal Bakrie (telah didukung resmi Golkar), Prabowo Subianto (didukung resmi Gerindra), Hatta Rajasa (telah didukung resmi PAN), Sutiyoso (didukung resmi PKPI, tapi tidak lolos), Wiranto (didukung resmi Hanura), dan Sri Mulyani (didukung Partai SRI, tidak lolos). Sedangkan tokoh yang menyatakan siap jadi capres tapi tidak mendapat dukungan partainya adalah Jusuf Kalla (Golkar). Tokoh yang telah giat mencari-cari dukungan partai antara lain Rhoma Irama (temui PKB).
Sementara, tokoh yang terkesan amat berobsesi menjadi presiden sejak awal era reformasi 1998 tapi belum kesampaian antara lain Amien Rais, Prabowo Subianto, Rizal Ramli, Wiranto, Yusril Ihza Mahendra dan Din Syamsuddin.
Sedangkan nama tokoh yang sering dilontarkan partai sebagai Capres tapi terkesan hanya sebagai ‘mikrofon’ atau penggembira antara lain Sri Sultan Hamengku Buwono X, Dahlan Iskan, Mahfud Md, Djoko Suyanto dan Endriartono Sutarto (belakangan sudah masuk Partai Nasdem). Yang paling ria, ada pula nama tokoh yang dianggap publik dimunculkan hanya sebagai hiburan (untuk tidak disebut dagelan) politik Capres, antara lain artis dangdut Rhoma Irama.
Redaksi Majalah Berita Indonesia (Berindo) bekerjasama dengan TokohIndonesia.com mengelompokkan nama-nama tokoh yang telah ditimang-timang publik dan partai politik sebagai tokoh yang berpotensi jadi Capres-Cawapres 2014, dalam tiga kelompok, yakni: 1) Capres yang potensial diusung Parpol; 2) Capres Alternatif Potensial; 3) Capres Alternatif Penggembira.
Capres Potensial Diusung Parpol
Kemungkinan Partai Golkar atau Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menjadi pemenang Pemilu Legislatif 2014. Kedua partai ini diperkirakan akan menjadi pemenang nomor satu dan nomor dua. Jika Golkar nomor satu, maka PDIP nomor dua, dan sebaliknya. Dengan demikian kedua partai ini diperkirakan masing-masing akan memimpin koalisi Capres-Cawapres yang berbeda (bersaing). Walau juga mungkin akan membangun koalisi bersama.
Sementara, Partai Demokrat (Pemenang Pemilu 2009) masih berpeluang menduduki urutan ketiga (jika kemelut internal dan negatifnya persepsi publik akibat beberapa elitnya terlibat korupsi bisa segera diatasi), dan akan memimpin satu koalisi Capres-Cawapres dengan mengusung Capres sendiri, bersaing dengan koalisi yang dipimpin PDIP dan Golkar. Namun, sangat terbuka kemungkinan Demokrat akan bergabung dengan PDIP atau Golkar dengan hanya mengusung Cawapres. Apalagi jika Demokrat hanya berada di bawah urutan ketiga.
Sebab Partai Gerindra, Nasdem atau Hanura, bisa melonjak ke urutan tiga, empat dan lima. Ketiga partai ini bisa membangun koalisi Capres-Cawapres dengan partai-partai menengah dan kecil lainnya. Ketiga partai ini tampaknya sangat berambisi untuk bisa menembus urutan lima besar. Partai Gerindra mungkin akan menduduki urutan ketiga, walaupun upaya ini tentu tidak terlalu mudah dan juga sangat dipengaruhi pula posisi Demokrat. Sementara Partai Hanura dan Partai Nasdem setidaknya sama-sama berpeluang lolos parliamentary threshold (ambang batas parlemen) sehingga punya posisi tawar dalam peta politik Capres-Cawapres.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sebelumnya berharap dapat mengusung Capres sendiri, tampaknya harus lebih bekerja keras setelah ‘presidennya’ menjadi tersangka korupsi impor daging sapi. Partai Amanat Nasional (PAN tampaknya sangat berharap bisa mengusung Capres sendiri pada Pilpres 2014. Sementara beberapa partai lainnya tampaknya cukup realistis bila hanya menargetkan punya posisi tawar (lolos PT) ikut bergabung dengan koalisi Capres-Cawapres yang lain.
Dengan demikian, peta politik Capres-Cawapres 2014 diperkirakan sebagai berikut:
Koalisi Capres PDIP
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sampai saat ini belum menetapkan Capres 2014. Ada tiga nama yang potensial diusung partai ini menjadi Capres dan Cawapres, yakni: 1) Megawati Soekarnoputri (mantan Presiden/Ketua Umum PDIP); 2) Puan Maharani, sebagai Cawapres bukan Capres (Putri Megawati Soekarnoputri/kader PDIP); 3. Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta/kader PDIP).
Partai ini diprediksi akan memimpin satu koalisi dalam pencapresan 2014. Peluang Megawati sebagai Capres dari PDIP masih lebih terbuka lebar ketimbang Puan dan Jokowi. Megawati kemungkinan akan menggandeng Pramono Edhie Wibowo (Demokrat), Sutiyoso (PKPI jika lolos), atau Jusuf Kalla (atas dukungan partai lain), Akbar Tandjung (Golkar), Surya Paloh (Nasdem), Suryadharma Ali (PPP), atau Hatta Rajasa (PAN).
Sedangkan Puan Maharani lebih terbuka sebagai Cawapres yang berpasangan dengan Prabowo Subianto (Capres Gerindra), Pramono Edhie Wibowo (Capres Demokrat), Aburizal Bakrie (Capres Golkar), Surya Paloh (Nasdem) atau Sutiyoso (atas dukungan aliansi parpol).
Sementara Jokowi, kendati berpotensi mendulang suara, tapi kemungkinan PDIP tidak akan mengambil risiko melepas jabatan Gubernur DKI. Jokowi lebih dipersiapkan (idealnya) menjadi Capres 2019. Kecuali ada suatu kondisi, terutama desakan dan dukungan publik membesar dan terukur, Jokowi akan diusung sebagai Capres bukan Cawapres. Kemungkinan Jokowi akan berpasangan dengan Cawapres: Puan Maharani (PDIP), atau Pramono Edhie Wibowo (Demokrat), Surya Paloh (Nasdem), Hatta Rajasa (PAN), Suryadharma Ali (PPP), atau Yenny Wahid atau Muhaimin Iskandar (NU-PKB).
Koalisi Capres Golkar
Partai Golkar juga diprediksi akan memimpin satu koalisi sebagai pesaing bagi koalisi lain. Golkar telah menetapkan Ketua Umumnya Aburizal Bakrie sebagai Capres, kendati elektabilitasnya masih lebih rendah dari Jusuf Kalla (mantan Ketua Umum Golkar) yang berpotensi sebagai gangguan pencapresannya. Aburizal kemungkinan akan menggandeng Pramono Edhie Wibowo (Demokrat), Hidayat Nurwahid atau Anis Matta (PKS), Puan Maharani (PDIP), Suryadharma Ali (PPP), Hatta Rajasa (PAN), Muhaimin Iskandar (PKB), atau Din Syamsuddin (Muhammadiyah).
Namun, masih terbuka kemungkinan Aburizal Bakrie tak jadi diusung Golkar sebagai Capres. Maka dia akan menjadi Cawapres dari Capres Partai Demokrat yakni Kristiani Herawati (Istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), jika perolehan suara Demokrat lebih besar dari Golkar atau jika Golkar bukan urutan pertama (hanya urutan dua) dan Demokrat urutan tiga. Tapi melihat kondisi Demokrat saat ini, kemungkinan ini sangat sulit. Di sisi lain, suara Golkar kemungkinan akan terpecah apabila Jusuf Kalla diusung partai lain sebagai Capres atau Cawapres. Sementara, Akbar Tanjung (politisi kawakan selaku Ketua Dewan Pembina Golkar) akan lebih berperan sebagai king maker yang memainkan pencapresan Aburizal Bakrie. Tak tertutup kemungkinan Aburizal Bakrie ‘dikondisikan’ mundur dan akan digantikan oleh Akbar sendiri menjadi Capres atau lebih berpeluang sebagai Cawapres (koalisi PDIP atau Demokrat).
Koalisi Capres Demokrat
Masih terbuka peluang Partai Demokrat memimpin satu koalisi Capres-Cawapres jika masih meraih suara urutan tiga pada Pemilu Legislatif. Kemungkinan Demokrat akan mengusung: 1) Kristiani Herawati (Istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono); 2) Pramono Edhie Wibowo (Kepala Staf TNI Angkatan Darat); 3) Sudi Silalahi (Mensesneg); dan 4) Hatta Rajasa (Ketua Umum PAN/Besan SBY).
Kristiani Herawati mempunyai peluang lebih besar diusung sebagai Capres ketimbang nama lain sesuai urutan. Tampaknya, Ibu Ani tidak disiapkan sebagai Cawapres. Namun tiga nama lainnya, selain sebagai Capres bisa mungkin sebagai Cawapres. Sebagaimana disebut di atas, Pramono Edhie Wibowo sangat berpeluang sebagai Cawapres mendampingi Hatta Rajasa, atau Megawati atau Aburizal Bakrie. Sementara peluang Anas sebenarnya cukup besar seandainya kasus Wisma Atlit dan Hambalang tidak terungkap. Sedangkan Sudi Silalahi lebih berpeluang (diposisikan) menjadi Ketua Umum Demokrat dengan misi kebangkitan kembali.
Koalisi Capres Gerindra
Partai Gerindra sejak didirikan telah mendeklarasikan pencapresan Prabowo Subianto, yang juga menempati posisi Ketua Dewan Pembina dengan kekuasaan melebihi Ketua Umum, mirip seperti Soeharto di Golkar dulu dan SBY di Partai Demokrat. Jadi partai ini tengah berjuang keras untuk mewujudkan mimpi mengusung Prabowo jadi Capres, bukan Cawapres seperti Pilpres 2009 lalu.
Gerindra berpeluang membangun dan memimpin koalisi Capres-Cawapres dengan partai-partai menengah dan kecil yang akan mengusung Cawapres, antara lain: 1) Surya Paloh (Nasdem); 2) Muhaimin Iskandar (PKB); 3) Yenny Wahid (NU); 4) Suryadharma Ali (PPP); atau 5) Hidayat Nurwahid (PKS).
Namun, hal tersebut tampaknya adalah alternatif kedua bagi Gerindra. Petinggi partai ini tampaknya lebih bergairah jika bisa membangun koalisi bersama partai besar, seperti PDIP, Golkar dan Demokrat. Sinyal politik yang terasa kuat adalah menggaet Puan Maharani (PDIP) sebagai Cawapres. Atau sangat mungkin Hatta Rajasa sebagai Cawapres atas dukungan PAN dan Demokrat. Akbar Tandjung (Golkar) juga mungkin sebagai Cawapres, tergantung bagaimana dinamika politik di Golkar.
Koalisi Capres PAN
Partai Amanat Nasional (PAN) diperkirakan akan berpeluang memimpin koalisi Capres-Cawapres kendati perolehan suaranya di bawah 10% atau bukan yang terbesar di antara partai koalisi. Keunikan koalisi PAN ini memungkinkan karena faktor Hatta Rajasa pribadi. Sebagai orang dekat dan besan Presiden SBY, sangat memungkinkan Demokrat akan memberi dukungan (berkoalisi) dengan PAN untuk mengusung Hatta Rajasa sebagai Capres. Jika ini terjadi, Cawapresnya adalah adik ipar SBY, Pramono Edhie Wibowo. Dengan demikian pula, PAN akan lebih mudah mengajak PKS, PPP, PKB, dan partai-partai kecil lainnya untuk bergabung. Dengan demikian, Hatta Rajasa akan menjadi kuda hitam yang berpeluang terpilih menjadi presiden.
Secara internal di PAN, Hatta Rajasa terlihat piawai mengelola politik. Dia selalu bisa menundukkan Amien Rais sebagai tokoh yang tampak merasa ‘pemilik’ atau orang berpengaruh di partai tersebut. Dalam realitas, sejak PAN didirikan, Hatta Rajasa-lah ‘pemilik’ atau yang paling menikmati kekuasaan dari pengaruh politik PAN. Dia telah menjadi menteri dari PAN dalam tiga periode kabinet dan kini menduduki jabatan Ketua Umum.
Kepiawaian politiknya makin terlihat ketika dia bisa meraih Ketua Umum PAN dan kemudian berhasil pula dengan sempurna menundukkan ambisi kekuasaan politik Amien Rais menjadi Capres. Suatu hal yang gagal dilakoni Sutrisno Bachir ketika memimpin PAN. Kini, PAN sepenuhnya di bawah kendali Hatta Rajasa.
Secara eksternal, Hatta Rajasa juga terlihat piawai menjalin komunikasi politik dengan petinggi partai manapun, kendati di antara petinggi partai-partai lain itu saling berseteru. Sebagai contoh, ketika Megawati (PDIP) dan SBY (Demokrat) tidak saling sapa, Hatta Rajasa bisa menjalin komunikasi akrab dengan keduanya.
Koalisi Capres PKS
Pada Pilpres 2014, PKS menargetkan akan mengusung Capres sendiri. Jika keinginan ini dapat diwujudkan, PKS akan mengusung Hidayat Nurwahid atau Anis Matta. Tapi belajar dari Pilgub DKI Jakarta, kemungkinan nyali mereka sedikit surut. Apalagi setelah Presiden PKS Lutfi Hasan sendiri sudah jadi tersangka korupsi impor daging sapi. Masalah lainnya, dengan partai mana PKS akan membangun koalisi Cawapres? Dari segi kedekatan ideologis, dengan PAN atau PBB. Tapi PAN telah mendeklarasikan Hatta Rajasa sebagai Capres. Sementara, PBB sudah tak lolos menapaki perjuangan terjal untuk bisa ikut Pemilu, apalagi mereka punya Yusril Ihza Mahendra yang lebih progresif sebagai Capres.
Atau bisakah mereka meyakinkan Demokrat, Nasdem, PKB, dan PPP? Mungkin juga dengan Hanura, jika Wiranto mengurungkan niat jadi Capres jika perolehan suara Hanura tak meningkat atau malah surut.
Koalisi Capres Partai Lainnya
Beberapa partai, seperti Nasdem dan Hanura, juga terlihat berupaya mengusung Capres sendiri. Seperti: Surya Paloh (Nasdem) dan Wiranto (Hanura). Kedua partai ini bersaing keras dan membutuhkan turunnya hujan keajaiban untuk bisa meraih kemenangan dalam Pemilu Legislatif untuk kemudian berpeluang membangun koalisi Capres-Cawapres.
Partai Hanura yang sebelumnya terancam sangat sulit lolos parliamentary threshold, mendapat suntikan darah baru dengan bergabungnya Hary Tanoesoedibjo dkk setelah keluar dari Nasdem. Secara khusus, tampaknya agak aneh Hary Tanoesoedibjo keluar dari Nasdem dan malah masuk ke Hanura, partai yang didirikan dan dipimpin oleh Wiranto. Apalagi bila semangat gerakan perubahan disebut sebagai alasan. Di Hanura, posisi Hary tidak lebih strategis dibanding ketika di Nasdem. Hary ke Hanura dalam posisi ‘kecewa’ akibat nalar politiknya sendiri yang belum punya jam terbang. Dalam kondisi ‘terluka’ dia ditampung di Hanura sebagai darah baru (ATM) dengan posisi tawar yang bunyinya saja nyaring tapi nyaris tanpa bobot. Apalagi sangat diragukan, secara ideologis, visi dan semangat perjuangan, Wiranto dan Hary, memiliki kesamaan yang lebih dekat dibanding sebelumnya Hary dengan Surya Paloh (Nasdem). Jika sebelumnya ketika di Nasdem masih berharap bisa menjadi Capres atau Cawapres, di Hanura hal itu menjadi mimpi di siang bolong.
Capres Alternatif Potensial
Selain nama-nama tokoh yang potensial diusung partai, ada juga beberapa nama tokoh yang sering disebut-sebut bisa dikelompokkan sebagai Capres Alternatif Potensial. Mereka ini sebenarnya punya potensi untuk ikut bersaing sebagai Capres-Cawapres. Tetapi mereka akan sulit mencapainya karena tidak mudah untuk mendapat dukungan dari partai. Kendati nama-nama mereka sering disebut-sebut oleh partai, belum tentu partai tersebut sungguh-sungguh mau mengusungnya.
Hal itu, tentu, sangat lumrah! Dalam politik, tidak ada makan siang gratis. Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah bercucuran keringat mengurus partai, tapi langsung menjadi Capres? Hal itu, bagaikan pungguk merindukan bulan. Kecuali partai tersebut sama sekali tidak punya tokoh (Ini partai gagal). Hanya ‘keajaiban’ kegagalan partai ini yang memungkinkan tokoh-tokoh ini jadi Capres-Cawapres.
Ada beberapa nama yang sering ditimang-timang sebagai Capres-Cawapres alternatif potensial. Di antaranya, Agus Suhartono (Panglima TNI), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Dahlan Iskan (Menteri Negara BUMN), Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Djoko Suyanto (Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan), Endriartono Sutarto (mantan Panglima TNI, belakangan masuk Nasdem), Jimly Asshiddiqie (mantan Ketua MK), Mahfud Md (Ketua Mahkamah Konstitusi), dan Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU).
Selain nama-nama ini masih ada juga nama tokoh yang sering disebut-sebut yang dapat dikelompokkan sebagai Capres Alternatif Penggembira, atau Capres-Cawapres mikrofon (pengeras suara). Di antaranya, Abraham Samad (Ketua KPK), Agum Gumelar (mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan), Agus DW Martowardojo (Menteri Keuangan), Chairul Tanjung (Pengusaha), Dipo Alam (Menteri Sekretaris Kabinet), Gita Irawan Wirjawan (Menteri Perdagangan), Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah), Marwah Daud Ibrahim (ICMI), Marzuki Alie (Ketua DPR, kendati elit Demokrat), Priyo Budi Santoso (Wakil Ketua DPR, kendati elit Golkar), Rhoma Irama (Artis), Rizal Ramli (mantan Menteri Koordinator Perekonomian), Sri Sultan Hamengku Buwono X (Gubernur Yogyakarta), Sukarwo (Gubernur Jatim), Tomy Soeharto dan lain-lain. (Majalah Berita Indonesia • BERINDO, Edisi 86, Februari 2013). Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA