Dr. Budhy Munawar Rachman di Al-Zaytun
Dr. Budhy Munawar Rachman saat memberikan kata sambutan pada perayaan ulang tahun ke-25 Ma'had Al-Zaytun

Dr. Budhy Munawar Rachman dalam sambutannya di perayaan 25 tahun Pesantren Al-Zaytun menyampaikan pandangan yang penuh kekaguman terhadap pesantren Al-Zaytun. Ia mengapresiasi Al-Zaytun sebagai pionir pendidikan Islam yang progresif, inklusif dan toleran, menekankan bahwa Al-Zaytun berhasil membangun lingkungan yang terbuka bagi semua kalangan, lintas agama dan etnis. Selain itu, Dr. Budhy Munawar Rachman memuji Al-Zaytun bukan hanya sebagai pesantren hijau, yang fokus pada pelestarian lingkungan dan pertanian berkelanjutan, tetapi juga sebagai pesantren biru, dengan perhatian pada kelestarian sumber daya laut dan perikanan. Menurut Dr. Budhy Munawar Rachman, pendekatan ini menjadikan Al-Zaytun sebagai model pesantren masa depan yang komprehensif, yang menggabungkan pendidikan agama dengan pelestarian alam, darat dan laut, serta mengusung semangat perdamaian dan keterbukaan lintas agama dan etnis.

Penulis: Mangatur L. Paniroy

Dr. Budhy Munawar Rachman, salah satu pendiri dan anggota Dewan Pembina Nurcholish Madjid Society, diberi kehormatan untuk menyampaikan pidato sambutan dalam acara puncak Perayaan Ulang Tahun ke-25 Pesantren Al-Zaytun yang diadakan pada Selasa, 27 Agustus 2024. Dalam acara yang berlangsung di masjid Rahmatan Lil Alamin tersebut, tema yang diangkat adalah “Gagasan 1.000 Tahun Indonesia Raya ke Depan dengan Semangat Remontada from Within”. Tema ini mencerminkan visi besar Al-Zaytun yang berorientasi pada pembangunan jangka panjang, tidak hanya untuk pendidikan, tetapi juga untuk masa depan bangsa Indonesia.

Daftar Artikel Terkait Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25

Dengan lebih dari 4.500 peserta yang hadir, termasuk santri, pengajar, wali santri, eksponen, serta tamu undangan, Dr. Budhy Munawar Rachman membuka pidatonya dengan penuh penghormatan dan kekaguman terhadap Al-Zaytun. Sebagai Pengajar Islamologi dan Filsafat Islam di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, ia memiliki kedekatan dengan isu-isu toleransi dan keberagaman, yang sangat selaras dengan semangat yang diusung oleh Pesantren Al-Zaytun.

Dalam pidatonya di perayaan 25 tahun Pesantren Al-Zaytun, Dr. Budhy Munawar Rachman menyampaikan pandangannya yang mendalam tentang pesantren Al-Zaytun, menyoroti peran Al-Zaytun sebagai pelopor pendidikan Islam yang inklusif, toleran, dan berkelanjutan. Menurut Dr. Budhy Munawar Rachman, Al-Zaytun adalah model ideal pesantren masa depan yang mampu mengintegrasikan pendidikan agama dengan nilai-nilai universal seperti perdamaian dan keberagaman. Ia menekankan bahwa Al-Zaytun sudah sejak lama mengusung prinsip toleransi lintas agama dan etnis, yang menjadikannya berbeda dari banyak pesantren lain di Indonesia.

Selain itu, Dr. Budhy Munawar Rachman juga sangat mengapresiasi Al-Zaytun sebagai pesantren hijau yang telah menerapkan konsep keberlanjutan lingkungan jauh sebelum tren ini muncul di kalangan pesantren lain. Ia mengungkapkan kekagumannya pada upaya Al-Zaytun dalam mengelola lingkungan, menanam pohon, dan memelihara ekosistem sekitarnya sebagai bagian dari filosofi hijau yang berkelanjutan. Dr. Budhy Munawar Rachman melihat Al-Zaytun bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pionir dalam membangun pesantren yang responsif terhadap tantangan zaman, baik dalam hal sosial, budaya, maupun lingkungan. Dalam pandangannya, pesantren yang seperti Al-Zaytun, yang mengutamakan keterbukaan, toleransi, dan keberlanjutan, akan menjadi fondasi penting bagi masa depan pendidikan Islam di Indonesia.

Dr. Budhy Munawar Rachman memulai pidatonya dengan salam pembuka yang penuh semangat, “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Merdeka! Merdeka! Merdeka!” Suaranya menggema di dalam masjid Rahmatan Lil Alamin yang megah. Ia kemudian melanjutkan, “Pertama-tama, kami dari Nurcholish Madjid Society ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Syaykh Panji Gumilang dan seluruh keluarga besar Al-Zaytun yang telah mencapai usia 25 tahun.”

Dengan nada yang hangat, Dr. Budhy Munawar Rachman juga menyampaikan salam dan ucapan selamat dari Ibu Omi Komaria Nurcholish Madjid, istri almarhum Nurcholish Madjid, yang sayangnya tidak bisa hadir karena alasan kesehatan. Kendati demikian, Ibu Omi tetap memberikan dukungan dan apresiasi yang mendalam kepada Al-Zaytun atas perjalanan panjangnya sebagai lembaga pendidikan.

Dalam sambutannya, Dr. Budhy Munawar Rachman membahas dua hal utama yang menurutnya sangat penting terkait perkembangan Al-Zaytun. Pertama, ia menyoroti pendidikan toleransi dan perdamaian yang dijalankan oleh pesantren Al-Zaytun, dan kedua, ia mengupas tentang konsep “green pesantren” atau pesantren hijau yang sudah lama diterapkan di Al-Zaytun.

Dr. Budhy Munawar Rachman mengawali dengan mengenang pertama kali ia menginjakkan kaki di Pesantren Al-Zaytun pada tahun 2010. Meskipun saat itu pesantren Al-Zaytun sudah beroperasi selama lebih dari satu dekade, ia melihat bahwa Al-Zaytun sudah berkembang menjadi sebuah institusi pendidikan yang sangat mengesankan.

Advertisement

“Saat pertama kali saya datang ke sini, saya benar-benar kagum,” ungkapnya dengan mata berbinar. “Saya yakin, semua tokoh dan para senior yang hadir di sini hari ini pasti merasakan hal yang sama.”

Pesantren Al-Zaytun, menurutnya, adalah salah satu pesantren terbesar dan terbaik di Indonesia. Bahkan saat itu, Al-Zaytun telah memiliki berbagai fasilitas yang jarang dimiliki oleh pesantren lain, seperti laboratorium pertanian dan peternakan dalam skala yang sangat besar.

“Hampir tidak ada pesantren lain yang punya laboratorium sebesar ini,” tegas Dr. Budhy Munawar Rachman, sembari mengingat kembali bagaimana saat pertama kali ia melihat perkembangan pesantren ini dalam bidang pertanian dan peternakan. Keberadaan laboratorium tersebut, tambahnya, bukan hanya menjadi kebanggaan bagi pesantren, tetapi juga menjadi sarana belajar yang sangat efektif bagi santri.

Namun, dari semua prestasi dan fasilitas yang dimiliki Al-Zaytun, ada satu hal yang paling membuat Dr. Budhy Munawar Rachman terkesan: komitmen pesantren ini terhadap toleransi dan perdamaian. Ia menekankan bahwa pada saat pesantren-pesantren lain di Indonesia masih enggan mengangkat isu toleransi, Al-Zaytun dengan berani mencanangkan diri sebagai pesantren yang inklusif dan terbuka bagi semua lapisan masyarakat, terlepas dari agama, etnis, atau latar belakang mereka.

“Di era ketika kata ‘toleransi’ masih dianggap tabu, Al-Zaytun sudah berani menegaskan dirinya sebagai pelopor budaya toleransi di Indonesia,” jelasnya. Pesantren Al-Zaytun menjadi perintis satu budaya baru, budaya yang melintasi segala macam perbedaan dan sekat-sekat yang ada.

Dr. Budhy Munawar Rachman juga tidak lupa mengangkat kisah perjuangan Syaykh Panji Gumilang yang menghadapi persekusi dan kriminalisasi karena visinya yang terbuka dan progresif. Ia mengungkapkan rasa sedihnya saat menyaksikan bagaimana seorang tokoh yang membangun toleransi justru dituduh melakukan penodaan agama dan penyesatan.

“Toleransi di Indonesia ini adalah sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dari kultur dari budaya Indonesia tapi semakin lama masyarakat kita semakin intoleran, masyarakat kita semakin kurang terbuka kepada perbedaan dan ketika saya menyaksikan Syaykh Panji Gumilang mendapatkan persekusi mendapatkan kriminalisasi karena telah menghidupkan perbedaan dalam budaya toleransi saya sangat sedih. Saya sedih sekali, saya sedih bagaimana seorang tokoh yang membangun toleransi ini tapi kemudian dianggap sebagai tokoh yang melakukan penodaan agama, tokoh yang melakukan penyesatan dan sebagainya, itu sesuatu yang kontradiksi yang memang masih menjadi kenyataan di Indonesia,” ujarnya dengan nada prihatin.

Namun, meski menghadapi berbagai tantangan, Syaykh Panji Gumilang tetap menjaga semangat dan optimisme. Syaykh Panji Gumilang tidak pernah menyerah, bahkan ketika harus menghadapi masa-masa sulit di penjara. Dalam beberapa pertemuan terakhir, Dr. Budhy Munawar Rachman merasa sangat terinspirasi oleh bagaimana Syaykh Panji Gumilang tetap memelihara api toleransi dalam dirinya, meskipun berada dalam situasi yang tidak mudah. “Tapi saya kagum sekali dua tiga minggu yang lalu bertemu dengan Syaykh di sini bersama Ibu Omi Komaria Madjid dan mendapatkan cerita bagaimana Syaykh mengisi hari-hari di penjara yang tadi juga Pak Dahlan sudah kemukakan dengan satu optimisme yang terus dijaga api toleransi yang ada di dalam batin yang sudah wujud dalam pesan dan Al-Zaytun ini terus dijaga kendatipun di dalam penjara. Itu sesuatu yang kami kagumi, mentalitas daya tahan yang luar biasa dari seorang Syaykh Panji Gumilang,” katanya. Syaykh Panji Gumilang adalah contoh nyata bahwa toleransi dan perdamaian bukan hanya kata-kata, tetapi nilai yang diperjuangkan dengan seluruh hati dan jiwa.

Dr. Budhy Munawar Rachman Menanam Pohon Jati_Emas di Al-Zaytun
Dr. Budhy Munawar Rachman Menanam Pohon Jati_Emas di Al-Zaytun

Dr. Budhy Munawar Rachman kemudian menekankan bahwa Al-Zaytun adalah model terbaik dari pesantren yang mengusung toleransi dan perdamaian di Indonesia. Ia yakin bahwa di masa mendatang, Al-Zaytun akan menjadi inspirasi bagi pesantren-pesantren lain di Indonesia, yang perlahan akan mengikuti jejaknya untuk menjadi lebih inklusif dan terbuka. “Saya selalu mengatakan di banyak pertemuan-pertemuan pesantren bahwa Al-Zaytun ini adalah contoh, adalah teladan yang terbaik kalau kita mau melihat toleransi perdamaian dan saya kira di masa yang akan datang ini akan menjadi contoh yang akan ditiru oleh pesantren-pesantren yang lain, karena tidak ada jalan lain, pesantren harus toleran, pesantren harus bersifat keindonesiaan dan pesantren tidak boleh kalau istilah yang beberapa waktu yang lalu radikal ya, atau tertutup, pesantren yang terbuka yang toleran itu adalah satu pesantren yang sangat cocok dengan keindonesiaan kita,” jelasnya.

“Jadi kesimpulannya, komentar saya yang pertama, dalam soal toleransi dan perdamaian, Ma’had Al-Zaytun adalah pelopor, perintis dan model pesantren toleransi dan perdamaian terbaik di Indonesia,” katanya mengakhiri poin pertama dari pidato sambutan.

Selanjutnya, Dr. Budhy Munawar Rachman membahas poin kedua yaitu konsep “green pesantren” yang kini menjadi topik hangat di kalangan pesantren di Indonesia. Meskipun banyak pesantren baru, mulai mengklaim diri sebagai pesantren hijau, Al-Zaytun sebenarnya telah menerapkan konsep ini sejak awal berdirinya.

“Saat pertama kali saya datang ke sini, saya sudah melihat begitu banyak pohon jati yang ditanam. Kini, setelah 25 tahun, pohon-pohon itu sudah besar dan kokoh,” kenang Dr. Budhy Munawar Rachman.

Ia menyoroti betapa pentingnya aspek “keberlanjutan” dalam pengelolaan lingkungan di Al-Zaytun. Pesantren ini tidak hanya menanam pohon, tetapi juga mempersiapkan regenerasi untuk menjaga kelestarian hutan di sekelilingnya. “Kemarin sore saya melihat ada pohon-pohon jati yang sudah ditebang ditaruh di jalan, di pinggir jalan mungkin belum diangkut ke tempat penampungan jati tapi yang saya kagumi, satu pohon ditebang, ada pohon lain yang sudah tumbuh dan sudah tinggi dan akan menjadi besar dalam beberapa tahun yang akan datang. Ini adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana sebuah pesantren bisa menjalankan konsep sustainability atau keberlanjutan,” ujar Dr. Budhy Munawar Rachman.

Tidak hanya fokus pada penghijauan, Al-Zaytun juga memperluas konsep hijau ini ke sektor kelautan dan perikanan, sebuah bidang yang menurut Dr. Budhy Munawar Rachman belum banyak disentuh oleh pesantren lain. Al-Zaytun tidak hanya hijau, tetapi juga biru, mencerminkan perhatian terhadap ekosistem laut dan sumber daya kelautan. “Nah saya sangat mengagumi tentang pesantren hijau di Al-Zaytun dan mungkin suatu hari ingin menulis tentang pesantren hijau dari Al-Zaytun tapi Al-Zaytun sebenarnya bukan hanya hijau, ada biru juga, yang itu belum banyak dieksplorasi, bagaimana konsen pesantren Al-Zaytun terhadap laut, kelautan, perikanan,” kata Dr. Budhy Munawar Rachman

Selain itu, Dr. Budhy Munawar Rachman juga mengaitkan konsep ini dengan gaya hidup sehat yang diterapkan di Al-Zaytun. Ia mencatat bahwa di pesantren ini, santri, pengajar, dan pengelola terbiasa berjalan kaki hingga 10.000 langkah per hari, sebuah kebiasaan yang ditemukan di komunitas-komunitas yang terkenal dengan umur panjang. “Pesantren ini akan menjadi pelopor dalam menciptakan komunitas centenarian, sebuah komunitas di mana anggotanya hidup sehat dan panjang umur, mungkin hingga lebih dari 100 tahun,” ujarnya penuh harap.

Sebagai penutup, Dr. Budhy Munawar Rachman menyampaikan kekagumannya terhadap Masjid Rahmatan Lil Alamin, yang menurutnya bukan sekadar bangunan fisik, tetapi simbol peradaban Islam di Indonesia. “Terakhir saya sangat kagum dengan pesantren ini dan betul-betul pesantren ini punya satu ikon, ikonnya adalah masjid ini, masjid Rahmatan Lil Alamin, penamaan masjid ini juga sangat tepat memberikan rahmat kepada semua, kepada alam, dan saya sangat yakin bahwa pesantren Al-Zaytun akan memberikan rahmat kepada semuanya,” kata Dr. Budhy Munawar Rachman.

Masjid Rahmatan Lil Alamin dibangun dengan visi besar oleh Syaykh Panji Gumilang dan komunitas pesantren, menjadikannya sebagai salah satu masjid terbesar dan paling megah di Indonesia. “Masjid ini adalah bukti nyata dari cita-cita besar Syaykh Panji Gumilang untuk membangun peradaban Islam yang kuat dan maju di Indonesia,” katanya dengan penuh rasa hormat. Dalam pandangannya, masjid selalu menjadi pusat peradaban Islam di masa lalu, dan Masjid Rahmatan Lil Alamin siap mengambil peran itu di Indonesia. Al-Zaytun, melalui masjid ini, akan menjadi pusat peradaban Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam.

Dengan semangat yang menggebu, Dr. Budhy Munawar Rachman mengakhiri pidatonya dengan menyampaikan apresiasi dan doa bagi keberlanjutan Pesantren Al-Zaytun. Pesantren ini bukan hanya contoh pesantren yang unggul dalam pendidikan, tetapi juga teladan dalam mengusung nilai-nilai toleransi, keberlanjutan, dan kesehatan.

Ia berharap, dengan semua prestasi dan komitmen yang telah ditunjukkan, Al-Zaytun akan terus menjadi mercusuar pendidikan Islam di Indonesia, membawa semangat toleransi dan perdamaian ke generasi mendatang, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan membangun peradaban yang lebih baik.

“Selamat ulang tahun yang ke-25, Al-Zaytun. Semoga terus maju dan menjadi rahmat bagi semesta alam, seperti namanya, Rahmatan Lil Alamin.”

Dengan senyuman penuh harapan, Dr. Budhy Munawar Rachman mengakhiri sambutannya di tengah tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin. (atur/TokohIndonesia.com)

Tim Reportase TokohIndonesia.com: Mangatur L. Paniroy (Koordinator), Yenita Tangdialla, Rigson Herianto, Rukmana, Wiratno

***

Profil Singkat Dr. Budhy Munawar Rachman

Dr. Budhy Munawar Rachman adalah seorang cendekiawan Islam progresif di Indonesia yang dikenal sebagai penerus pemikiran Nurcholish Madjid (Cak Nur). Lahir di Jakarta pada 22 Juni 1963, ia menempuh pendidikan filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, sebuah lembaga yang dikelola oleh Gereja Katolik, meskipun ia berasal dari keluarga kiai di Jawa Timur. Keputusannya ini tidak hanya memperdalam pemikirannya, tetapi juga memperluas perspektif lintas agama yang kemudian menjadi fondasi kuat dalam karyanya tentang pluralisme dan toleransi beragama.

Sepanjang kariernya, Dr. Budhy Munawar Rachman aktif mengajar Islamologi dan Filsafat Islam di STF Driyarkara serta Universitas Paramadina, di mana ia menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Islam selama 12 tahun (1992-2004). Ia juga mendirikan Nurcholish Madjid Society (NCMS), organisasi yang bertujuan melanjutkan dan mengembangkan gagasan-gagasan inklusif Cak Nur tentang Islam.

Sebagai penulis, Dr. Budhy Munawar telah menghasilkan lebih dari 50 buku, di antaranya Islam Pluralis (2003) dan Fiqih Lintas Agama (2003). Karyanya banyak membahas hubungan antaragama serta perannya dalam membangun dialog lintas iman di Indonesia. Salah satu konsep unik yang ia perkenalkan adalah passing over, sebuah praktik spiritual yang mendorong seseorang untuk menyelami tradisi agama lain demi pemahaman yang lebih mendalam, tanpa meninggalkan keyakinan asalnya.


Video Tiktok (VT) @tokoh.id

Berikut daftar Video Tiktok (VT) di akun @tokoh.id seputar Perayaan Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini