Bentuk Pasukan Katak, ke Trikora

Urip Santoso
 
0
1367
Urip Santoso
Urip Santoso | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] BIO 07 | Urip Santoso adalah orang yang ikut berperan penting dalam proses pembentukan Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut (1961). Dialah orang yang ditugaskan membentuk dan melatih prajurit pasukan katak dalam rangka perjuangan Trikora (Tri Komando Rakyat)[1] untuk membebaskan Irian Barat dari tangan kolonial Belanda.

Penunjukan Urip Santoso adalah karena dia satu-satunya perwira yang mempunyai spesialisasi UDT (Under Water Demolition Team). Pada tahun 1958, Urip telah mengikuti spesialisasi pendidikan di USNAV Deep Sea Diving & Salvage Officer Course, Washington DC – USA. Suatu pendidikan yang sebetulnya merupakan spesialisasi pelaut dan marinir. Setelah itu, tahun 1959, dia juga mengikuti latihan renang bawah air untuk persiapan UDT (underwater demolition team) di USNAVSCOL u/w Swimmer School, Key West, Fa, USA; langsung dilanjutkan Under Water Demolition Team – UDT (SEAL), Virginia, Little Creek, USA. (Kemudian UDT inilah berganti nama menjadi Navy Seal, korps elit AL terkenal di Amerika Serikat atas perintah Presiden Kennedy di tahun 1962).

Dengan latar belakang pendidikan ditambah pengalaman bertugas dalam proyek pembersihan pelabuhan dan alur pelayaran kapal-kapal tenggelam di perairan nusantara, Urip pun diminta membentuk Pasukan Katak tersebut, yang kemudian dikenal dengan sebutan Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut.

Secara resmi Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI-AL, didirikan pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Soekarno untuk mendukung kampanye dan operasi militer merebut Irian Barat (Irian Jaya) dari tangan kolonial Belanda.

Saat itu, Kopaska mendapat tugas khusus, yakni: Pertama, melaksanakan intai pantai Biak (combat reconnai-sance) dan pada hari-H, melaksanakan penghancuran halang-rintang alam maupun buatan (Belanda) di pantai pendaratan; Kedua, melaksanakan serangan komando (commando raid) terhadap sasaran-sasaran di laut dan di pantai pendaratan, termasuk melaksanakan penculikan Laksamana Reeser, Panglima Tentara Belanda di Irian Barat; Ketiga, melaksanakan penghancuran Kapal Induk HMS Karel Doorman dengan serangan Torpedo Berjiwa (human torpedo).[2]

Urip pun segera membentuk dan melatih Pasukan Katak dalam rangka Trikora itu. Waktu itu, dia diperintahkan melatih pasukan yang sebagian dari TNI AL (40 persen) dan sebagian lagi (satu kompi) dari RPKAD (60 persen). Komandan RPKAD kala itu adalah Kolonel Mung Parhadimulyo. Perawakannya kecil tapi dari body language-nya ternyata orangnya keras. Urip kala itu menilai, Kolonel Mung Parhadimulyo orangnya keras tapi correct dan cukup sopan. Urip menyamakannya seperti rata-rata sikap perwira Inggris.
Kepala Stafnya adalah Mayor Sarwo Edhie Wibowo[3], karakternya tidak beda jauh seperti komandannya.

Di kemudian hari, Urip bertemu Sarwo Edi di Departemen Luar Negeri sebagai Irjen dengan pangkat bintang tiga. Tetapi dari sorot matanya, Urip menilai dia tidak terlalu happy dengan lingkungannya. Urip berfilosofi, lebih baik saya satu bintang, tapi happy.
Urip hanya bertugas melatih, bukan untuk kompetensi komandonya, tetapi untuk unsur laut dan kompetensi demolisi.

Kenapa dia bukan komandan? Ini bisa dibaca di buku KIM. Waktu itu masih ada aturan tidak tertulis. Yang boleh jadi kepala itu anggota lama. Nah, saya dianggap termasuk orang baru,” ungkap Urip. Padahal dialah yang pertama membentuk dan melatih pasukan katak itu. Tapi Urip tidak mempersoalkan hal itu, karena yang terpenting adalah perjuangan Trikora. Apalagi saat itu adalah suasana perang dan jika menolak berarti insubordinasi. Di masa perang, hal itu merupakan pelanggaran serius.

Setelah selesai latihan, mereka berangkat ke basis perjuangan Trikora. Kala itu, Urip memerintahkan pasukannya mencopot semua uniform dan tanda pangkat. Semua jadi satu, pakaian tentara tapi tidak ada tanda-tandanya. Yang pakai tanda pangkat, cuma dia.
Mereka pun siap melaksanakan misi antara lain mengintai pantai Biak (combat reconnai-sance) dan penghancuran halang-rintang alam maupun buatan (Belanda) di pantai pendaratan. Juga merintis serangan komando (commando raid) terhadap sasaran-sasaran di laut dan di pantai pendaratan, termasuk melaksanakan penculikan Laksamana Reeser, Panglima Tentara Belanda di Irian Barat serta penghancuran Kapal Induk HMS Karel Doorman.

Semua pasukan waktu itu berada di bawah kendali Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat Mayor Jenderal Soeharto[4]. Dia dibantu Wakil I Panglima Kolonel (Laut) Subono, Wakil II Panglima Kolonel (Udara) Leo Wattimena[5] dan Kepala Staf Gabungan Kolonel Achmad Tahir[6].

Advertisement

Sejak Maret sampai Agustus 1962, Komando Mandala telah melakukan serangkaian operasi pendaratan, baik melalui laut maupun udara di daerah Irian Barat. Angkatan Laut Mandala di bawah pimpinan Kolonel Sudomo telah membentuk Angkatan Tugas Amphibi 17, terdiri atas tujuh gugus tugas. Sedangkan Angkatan Udara membentuk enam kesatuan tempur baru.

Komando Pasukan Katak pun sudah siap menunggu komando. Mereka siap melaksanakan tugas sampai titik darah penghabisan. Urip sendiri sangat menyadari konsekuensi dari tugas Komando Pasukan Katak itu: Siap, hidup atau mati!

Sementara, di tengah semangat juang para prajurit sejati yang telah dimobilisasi dalam rangka perjuangan Trikora itu, perundingan terus berlangsung. Hingga tercapai persetujuan antara Pemerintah Repblik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Agustus 1962. Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Sehingga, tiga hari kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1962, dikeluarkan perintah penghentian operasi dan tembak-menembak.

Menurut Urip Santoso, untung operasi itu tidak jadi. Kalau jadi, sangat kecil kemungkinan dia dan Pasukan Kataknya akan selamat. Hal itu sudah mereka perhitungkan. Tetapi secara satria mereka siap mengorbankan jiwa raga demi bangsa dan negaranya. Maka, Urip pernah bilang sama Sudomo, ini mustinya ditulis dalam sejarah.

Bahwa kesiapan mengorbankan jiwa dan raga armada AL Mandala TNI, termasuk Pasukan Katak, telah mendorong terjadinya perundingan yang berbuah Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Menurut Urip, karena waktu itu Presiden AS Kennedy pasti mendapat laporan bahwa pasukan Indonesia, termasuk TNI AL nekad dengan armada dan pasukannya. Maka kalau terjadi perang, kedua-duanya akan babak belur.

Setelah kembali dari perjuangan Trikora itu, tepatnya setahun setelah Trikora, dia merasakan tetap tidak ada kecocokan soal komando di Kopaska. Padahal, dia merasa yang tahu soal kopaskha adalah dirinya dan bintara-bintaranya. Lalu, dia mengemukakan perasaan ketidakcocokan itu dan mengundurkan diri. Hal itu dikemukakannya kepada Bang Ali (Ali Sadikin)[7] yang waktu itu masih berpangkat kolonel. Urip sendiri masih berpangkat Mayor.

Saat itu, dia pun melihat Ali Sadikin bersikap tegas dan terus terang, kenapa Urip tidak menjadi komandan. “Ini bukan apa-apa. Saya tahu anda itu tahu ini, tahu itu dan banyak baca, tapi ini policy. Ya, kalau mengundurkan diri, sayang, tapi apa boleh buat,” kata Ali Sadikin kepada Urip kala itu, dalam bahasa Belanda. Dalam hati, Urip merasa heran kenapa Ali Sadikin ngomong dalam bahasa Belanda. , saya juga heran, dalam hati saya, Lu kenapa ngomong bahasa Belanda. Padahal ini soal dinas. Apalagi Ali Sadikin itu masih saudara dengan istri Urip.

Ali Sadikin bicara terus terang apa sebabnya Urip tidak jadi komandan. Akhirnya, Urip mengundurkan diri karena policy dia rasa tidak cocok, dan diijinkan. Kala itu, Urip menghendaki, semua anggota Kopaskha, dari matros sampai perwira, ditambah training dan pendidikannya. Terutama yang disebut Urip waktu itu civic afect. Supaya ada civic efeknya. Karena apa? Prajurit di Kopaskha itu teorinya berkarya di situ tidak lebih dari 10 tahun. Sudah tua, sudah pensiun. Nah untuk itu, pendidikan dan trainingnya harus ada yang punya civic efek. Karena di Amerika, kalau ada orang dari Navy SEAL mau keluar, itu jauh-jauh hari, beberapa perusahaan sudah punya catatan, langsung diambil.

Setelah itu, Urip kembali lagi melaksanakan tugas pembersihan pelabuhan dan alur pelayaran kapal-kapal tenggelam di perairan nusantara, sampai 1969. Termasuk bertugas sebagai Dive Supervisor Operasi Bersama Indonesia – Jepang, Ekspedisi Laut Baruna I, 1964. Ekspedisi dipimpin oleh Ltk. Sugeng untuk flotillanya dan oleh Ir. Dody ZTisnaamijaya, Rektor ITB. Selesai tugas operasi Baruna, Urip kembali bertugas di bawah komando Kol. John Lie[8], dalam rangka pembersihan alur-alur pelayaran dan pelabuhan (port and shippinglanes clerencve). Orang bilang John Lie itu orang aneh, tapi Urip mengatakan tidak. Menurut Urip, John Lie itu orang berpendirian dan berbudaya. Di mata Urip, John Lie itu adalah orang yang suka diajak berdialog. John Lie itu mau mendengar pendapat orang lain. Sebagai contoh, jika Urip memberikan saran, John Lie tidak pernah menolak tetapi selalu memelajari lebih dulu. Bio TokohIndonesia.com | crs-ms

Footnote:
[1] Trikora (Tri Komando Rakyat) sebuah komando dari Presiden/ Panglima Tetinggi Angkatan Perang RI Soekarno yang dinyatakan dalam pidato di muka rapat raksasa di Alun-alun Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961, dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat. Tri Komando Rakyat (Trikora) tersebut adalah: 1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial; 2) Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia; 3) Bersiaplah untuk memobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
[2] KOPASKA hingga saat ini telah menjadi unit Pasukan Kebanggaan TNI AL. Hal mana untuk bisa mengenakan brevet Kopaska seorang anggota TNI AL harus mampu mengikuti dan melampaui semua tes yang menuntut kekuatan dan kemampuan secara total (kuat segalanya). Sebagai sebuah Satuan Khusus (Special Warfare) TNI AL, Kopaska secara kuantitatif bukanlah salah satu unsur dalam jajaran TNI AL, tetapi cuma salah satu Unit, bahkan lebih kecil dari unit-unit dalam jajaran TNI AL secara keseluruhan. Tetapi secara kualitatif, Kopaska adalah Satuan Pemukul Strategis (Setara US Navy SEAL, SBS AL Inggris, dan pasukan elit sejenis di sejumlah negara lain, khususnya Pasukan Katak Italia yang berhasil menghancurkan sekitar 75 Armada AL Inggris di Malta pada Perang Dunia ke-II).
[3] Sarwo Edhie Wibowo (1925-1989), Jenderal Brilian dan Jujur. Lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925, dan meninggal di Jakarta, 9 November 1989. Dia mempunyai peran yang paling gemilang dalam mengatasi peristiwa G-30-S/PKI. Kala itu, sebagai Komandan RPKAD – kini Kopasus – Sarwo Edhie Wibowo langsung turun ke lapangan menaklukkan pemberontak dan menenangkan massa. Setelah itu berbagai jabatan militer dan sipil ia jalani, namun tidak sampai menjabat menteri. Bapak mertua dari Presiden SBY ini terakhir berpangkat Letnan Jenderal dan hanya menjabat Kepala BP7 (1984 1990). (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sarwo-edhie-wibowo/)
[4] Soeharto, bernama lengkap H. Muhammad Soeharto dan akrab dipanggil Pak Harto. Mantan Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat ini menjabat Presiden Republik Indonesia selama 32 tahun (1966-1998). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1983 memberinya penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Nasional. Jenderal besar ini meletakkan jabatan presiden dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie, Kamis 21 Mei 1998. Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Godean, 1 Juni 1921 dan wafat di Jakarta, Minggu, 27 Januari 2008 serta dikebumikan di Astana Giribangun, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah, Senin, 28 Januari 2008. (www.tokohindonesia.com/rumah/ soeharto/)
[5] Leo Wattimena, bernama lengkap Leonardus Willem Johanes Wattimena. Lahir di Jakarta, 3 Juli 1927 dan meninggal di Jakarta, 18 April 1976. Dia seorang perwira dan penerbang AURI yang terkenal di era 1950-1960-an. Anak ke empat dari enam bersaudara pasangan dari HL Wattimena dan UR Wattimena. Dia alumni Pendidikan Terbang Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TALOA), California, Amerika Serikat (1950) dan Pendidikan Instruktur di Royal Air Force (RAF), Inggris (1955). Setelah menjabat Wakil II Panglima Komando Mandala/Panglima AU Mandala (1962), dia menjabat Panglima Komando Operasi AURI (1963), Panglima Komando Pertahanan Udara (1966), Anggota MPRS (1966), Deputi Operasi Menteri/Panglima AU, Duta besar RI di Italia (1969) dan Staf Ahli KSAU. (Pusat Data Tokoh Indonesia)
[6] Achmad Tahir (1924-2002), Prajurit Pejuang Sampai Akhir. Jenderal (Purn) TNI-AD ini lahir di Kisaran, Sumut, 27 Juni 1924 dan meninggal di Jakarta, 17 Agustus 2002, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Mantan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) 1982-1987, itu telah menunaikan tugas sebagai seorang prajurit pejuang hingga akhir hayatnya. Setelah menjabat Kastaf Gabungan Komando Mandala (1962-1963), dia menjabat Kastaf Gubernur Militer Indonesia Bagian Timur(1962-1963), Gubernur Akabri Umum Darat (1966-1968) dan Pangkowilhan I Sumatera (1969-1973). Kemudian menjadi Dubes di beberapa negara. (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/achmad-tahir/)
[7] Ali Sadikin (1927-2008), Paling Berjasa Membangun Jakarta. Letnan Jenderal TNI KKO yang akrab dipanggil Bang Ali, ini menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana karena dinilai berjasa luar biasa terhadap negara dan bangsa, khususnya mengembangkan Kota Jakarta sebagai Kota Metropolitan. Presiden Soekarno mengangkat putera bangsa kelahiran Sumedang, 7 Juli 1927 ini sebagai Gubernur Jakarta lantaran dianggap kopig alias keras kepala. Dia berhasil sebagai pemimpin justru karena pembawaannya yang keras itu. Meninggal di RS Gleneagles, Singapura, 20 Mei 2008 dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-sadikin/)
[8] John Lie (1911-1998), bernama lengkap Jahja Daniel Dharma. Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) ini lahir di Manado, Sulawesi Utara, 9 Maret 1911 dan meninggal 27 Agustus 1998 pada umur 87 tahun. Dia salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan dianugerahi penghormatan Pahlawan Nasional Indonesia. putera dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio, ini awalnya bekerja sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik Belanda KPM. Dia lalu bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang kemudian diterima di Angkatan Laut RI. Pernah bertugas di Cilacap dengan pangkat Kapten dan berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis. Untuk keperluan operasi, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/j/john-lie/)

Data Singkat
Urip Santoso, Pembentuk Kopaska dan Pionir Wisata Bahari / Bentuk Pasukan Katak, ke Trikora | Ensiklopedi | Trikora, Pasukan Katak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini