Gubernur Lemhannas Terlama

Muladi
 
0
658
Muladi
Muladi | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Empat tahun setelah mundur dari Hakim Agung (2001), mantan Menteri Kehakiman (1998-1999), Mensesneg (1999) dan Rektor Undip (1994-1998), Prof. Dr. Muladi, SH, memimpin Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, selama hampir enam tahun (2005-2011). Dia Gubernur Lemhannas terlama.

Di tengah derasnya arus perubahan setelah reformasi 2008, Muladi, penerima penghargaan Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI, 2006, itu berhasil memimpin Lemhannas, khususnya dalam mengembangkan kultur akademik dan kejujuran intelektual. Sehingga keberadaan Lemhannas, tidak hanya dikenal di dalam negeri tetapi juga sudah dikenal di berbagai negara, sebagai tempat penggemblengan dan pendidikan para (calon) pemimpin birokrat, militer dan nonmiliter.

Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini berhasil memantapkan Fungsi Lemhannas untuk: 1) Mendidik, menyiapkan kader dan memantapkan pimpinan tingkat nasional melalui segala usaha kegiatan dan pekerjaan meliputi program pendidikan, penyiapan materi pendidikan, operasional pendidikan dan pembinaan peserta dan alumni serta evaluasi;

2) Mengkaji berbagai permasalahan stretegis nasional, regional dan internasional, baik di bidang geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, hukukm dan keamanan, ekonimi, sosial budaya dan ilmu pengetahuan serta permasalahan internasional;

3) Memantapkan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara, semangat bela negara, transformasi nilai-nilai universal, sistem nasional serta pembudayaan nilai-nilai kebangsaan;

4) Kerjasama pendidikan pasca sarjana di bidang strategi ketahanan nasional dengan lembaga pendidikan nasional dan/atau internasional; dan 5) Kerjasama pengkajian strategis dan kerjasama pemantapan nilai-nilai kebangsaan dengan institusi di dalam dan di luar negeri.

Atas berbagai aktivitas dan pengabdiannya, Muladi telah memperoleh beberapa penghargaan. Di antaranya, Dwija Sista dari Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1991; Man of Year dari Harian Suara Merdeka, Semarang, 1995; Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden Republik Indonesia, 1995; Man of Year dari Asosiasi Jurnalis Jawa Tengah, 1995; DAN VI Karate (INKAI), 1998; Bintang Mahaputra Adi Pradana Kelas II dari Presiden Republik Indonesia, 1999; The Best Alumnni of Undip, 2003; dan Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI, 2006.

Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, disingkat Lemhannas. Sebelumnya bernama Lembaga Pertahanan Nasional. Sebuah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang antara lain bertugas membantu Presiden di bidang pendidikan penyiapan kader pemimpin dan pengkajian strategik ketahanan nasional. Berdiri pada tanggal 20 Mei 1965 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1964, dan berada langsung di bawah Presiden. Sejak tahun 1983, berubah nama menjadi Lembaga Ketahanan Nasional, yang berada di bawah Panglima ABRI. Lalu, pada 1994 berada langsung di bawah Menteri Pertahanan dan Keamanan. Kemudian, sejak 2001, bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sejak berdiri, Lemhannas telah dipimpin oleh 15 Gubernur Lemhannas (1965-2011).

Muladi adalah Gubernur Lemhannas ke-14 (30 Agustus 2005 – 17 Februari 2011). Dia digantikan Budi Susilo Soepandji, adik mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang sebelumnya menjabat Direktur Jenderal Potensi Pertahanan pada Kementerian Pertahanan RI. Budi dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, Kamis, 17 Februari 2011.

Gubernur Lemhannas sejak dibentuk 20 Mei 1965 sampai 2011, yakni: 1. Mayjen (TNI) Wiluyo Puspoyudo (1965-1967); 2. Mayjen (TNI) Suadi (1968-1970); 3. Letjen (TNI) A. Kosasih (1970-1974); 4. Letjen (TNI) Sayidiman Suryohadiprojo (1974-1978); 5. Letjen (TNI) Sutopo Yuwono (1978-1983); 6. Letjen (TNI) Soebijakto (1983-1989); 7. Letjen (TNI) Soekarto (1989-1993); 8. Mayjen (TNI) R. Hartono (1993-1994); 9. Letjen (TNI) Moetojib (1994-1996); 10. Letjen (TNI) Sofyan Effendi (1996-1998); 11. Letjen (TNI) Agum Gumelar, M.Sc. (1998-1999); 12. Letjen (TNI) Johny J. Lumintang (1999-2001); 13. Prof. Dr. Ermaya Suradinata, MH (2001-2005); 14. Prof. Dr. Muladi, SH (2005-2011); dan 15. Budi Susilo Soepandji (2011-sekarang).

Advertisement

Rektor Undip

Prof. Dr. H. Muladi, SH, lahir di Solo, 26 Mei 1943. Sebagai pegawai negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, dia berpangkat Guru Besar IVe di bidang Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Suami dari Nany Asmara dan ayah empat orang anak ini meraih gelar Sarjana Hukum (Hukum Pidana), dari Universitas Diponegoro, Semarang, 1968. Semasih mahasiswa, Muladi aktif sebagai Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), 1963-1968. Juga sebagai Komandan Batalyon IV, Resimen Mahasiwa Semarang, 1964-1967.

Selain itu, sambil kuliah, dia bekerja sebagai karyawan OPS Minyak dan Gas Bumi, Jawa Tengah, (1966-1969). Kemudian setelah mendapat gelar sarjana hukum, dia pindah kerja menjadi Sekretaris Eksekutif Bulogda Jawa Tengah (1969-1971).

Lalu pindah menjadi dosen di FH Universitas Diponegoro dan menjabat Kepala Biro Wajib Latih Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang (1971 -1974) sekaligus merangkap sebagai Staf Badan Konsultasi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, (1971 -1974).

Tahun 1974, dia mengikuti Kursus Dosen Kewiraan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas). Karirnya terus menanjak, hingga menjabat Pembantu Dekan III, Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, (1977-1978).

Tahun 1979, Muladi mengikuti Kursus Lengkap Hak Asasi Manusia pada International Institute of Human Rights Strasbourg, France. Kemudian, dia mengikuti Program Doktor (S3) Bidang Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, dan lulus dengan predikat Cumlaude tahun 1984.

Kurang dari dua tahun berikutnya, Muladi dipercaya menjabat Dekan Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, (1986-1992). Saat itu, Muladi juga berperan dalam dunia politik praktis sebagai Wakil Ketua DPD GOLKAR Jawa Tengah, 1986-1992. Selain itu, dia juga aktif sebagai Manager Program Kerjasama Hukum Pidana Indonesia – Belanda, Konsorsium Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, (1989-1992).

Sebagai Guru Besar, Muladi aktif mengajar di pelbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Jawa dan Luar Jawa (UNDIP, Ul. UBAYA, UNILA, UNSRI, Universitas Pancasila, UNPAD, PTHM, PTIK danlain-lain), sejak 1990. Dia juga menjadi Pembina/ Dosen Akademi Kepolisian RI, 1990-1995.

Sebagai seorang pakar hukum pidana, Muladi telah menulis sepuluh judul buku dalam bidang Hukum Pidana, Sistem Peradilan Pidana dan Hak Asasi Manusia. Juga telah menyampaikan ratusan Makalah Seminar di dalam dan luar negeri.

Muladi juga menjabat Ketua Delegasi Indonesia pada Konggres Crime on Prime Prevention and Criminal Justice (ECOSOC), 1991-1998 dan Ketua Tim Rancangan Undang-Undang Contempt of Court, Departemen Kehakiman, 1992. Saat itu, dia mengikuti Penataran P4 Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1992 dan berhasil meraih Ranking Pertama.

Dia pun dipercaya sebagai Penasihat Rektor Universitas Diponegoro, sejak 1992. Selain itu, dia juga menjabat Direktur Pascasarjana Program Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, (1992-1994) dan diangkat sebagai Anggota MPR – RI Fraksi Utusan Daerah, (1992-1994). Juga aktif di National Correspondent Republik Indonesia pada Commission on Crime Prevention and Criminal Justice, ECOSOC, United Nation, Vienna, Austria, 1992-1998. Serta sebagai Anggota ASEAN Law Association, sejak 1993. Bahkan dia pun aktif sebagai Anggota KOMNAS HAM, 1993-1998.

Di tengah kesibukannya yang demikian banyak, Muladi juga mengikuti KSA III Lemhannas RI, 1993. Setelah lulus Lemhannas, Muladi mencapai puncak karir di Universitas Diponegoro. Dia dipercaya menjabat Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, (1994-1998). Selain sebagai Rektor Undip, dia juga aktif sebagai Anggota International Association of Crminology (1994), Anggota International Association of Criminal Law (1994) dan Pembina AKPOL Semarang (1994-1998), dan Ketua Ikatan Keluarga Alumni UNDIP Ketua Dewan Pendiri Universitas Semarang, 1995-2001.

Juga menjabat Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminolgi Indonesia (1995 – sekarang); Ketua lkatan ALUMNI UNDIP, 1995-2001; Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, 1995 – sekarang; Penasihat Kapolri, 1995-1998; Wakil Ketua Asosiasi Kriminologi Indonesia, 1995 – sekarang; serta menjabat Koordinator Kerjasama Depdikbud – Tokyo University of Fisheries, dalam Pendidikan Perikanan, (1996-1998);

Wakil Presiders Association of the South East Asia Institue of High Learning (ASAHIL), 1996-1997; Anggota Tim Globalisasi, Dewan Riset Nasional, 1996-1997; Ketua Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, 1996-1998; Staff Ahli Konsorsium Ilmu Hukum, Depdikbud, 1996-1998; dan Staff Ahli Menteri Negara Peranan Wanita RI, 1996-1998.

Sejak 1997, Muladi pun menjabat Ketua DPD FKPPI Jawa Tengah. Bahkan dia aktif sebagai Anggota Dewan Penasihat DPP FKPPI, sejak 1998 – sekarang (2011). Juga aktif sebagai Staf Ahli Majalah Telstra, LEMHANAS, 1997-1998. Di samping itu dia juga menjabat Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang, (1998) dan Anggota MPR – RI, Fraksi Utusan Daerah dan Sekretaris Panitia Adhoc II Badan Pekerja MPR – RI, (1997-1999). Dia juga aktif sebagai Wakil Ketua Dewan Penegakan Hukum dan Sistem Keamanan Nasional, 1998-1999.

Menteri, Hakim Agung dan Gubernur Lemhannas

Karirnya mencapai puncak saat Presiden Soeharto mengangkatnya menjabat Menteri Kehakiman Republik Indonesia Kabinet Pembangunan VII, (Maret – Mei 1998). Setelah Presiden Soeharto lengser dan digantikan Presiden BJ Habibie, jabatan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Kabinet Reformasi Pembangunan, juga dipercayakan kepadanya (Mei 1998 – Oktober 1999). Dia pun memimpin Delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri tentang Mahkamah Pidana International (ICC) di Roma, 1998.

Bahkan setelah Akbar Tandjung mengundurkan diri sebagai Menteri Sekretariat Negara kareta terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, Muladi dipercaya merangkap jabatan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, (Mei – Oktober 1999). Juga sekaligus merangkap Sekretaris Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, 1999-2002.

Di tengah kesibukannya sebagai menteri, Muladi juga masih aktif sebagai Ketua Dewan Kehormatan Forum Komunikasi Akademisi dan Praktisi Hukum Indonesia, sejak 1998 – sekarang. Juga sebagai Manggala BP-7 Tingkat Nasional, 1998-1999. Di samping itu, dia juga sempat menjadi Anggota Dewan Komisaris PERTAMINA (1999) dan Ketua Badan Pengelola Gelora Senayan dan Kemayoran, (1999).

Kemudian setelah Presiden BJ Habibie digantikan Presiden Abdurrahman Wahid, Muladi beraktifitas selaku Direktur Institut Demokrasi dan Hak Asasi Manusia The Habibie Center, 1999-2002. Lembaga ini pun aktif sebagai tim pemebela Jenderal TNI Wiranto dan kawan-kawan dalam kasus pelanggaran HAM pasca jajak pendapat Timor Timur.

Dia juga aktif sebagai Anggota Dewan Penasihat Police Watch, sejak 2000; serta Anggota Association for The International Ethical, Political and Scientific Collegium Paris, Perancis, sejak 2001.

Di tengah aktivitasnya di The Habibie Center, sesepuh Departemen Kehakiman (Kementerian Hukum dan HAM) sejak 2000, itu pun mengikuti seleksi dan fit and proper test (uji kelayakan) di DPR sebagai calon hakim agung (2001). Muladi memperoleh suara tertinggi dalam proses fit and proper test (uji kelayakan) di DPR, itu satu tingkat di atas Prof. Dr. Bagir Manan.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan pengangkatan Ketua MA, DPR berhak dan wajib mengajukan dua nama calon untuk dipilih dan ditetapkan oleh presiden. Nama Muladi dan Bagir Manan pun diajukan. Keduanya sesungguhnya tak terlepas dari kekuatan politik Orde Baru. Namun, Muladi dinilai lebih dekat dengan kekuasaan Soeharto dan BJ Habibie. Sehingga kendati Muladi menduduki urutan pertama, tapi Presiden Abdurrahman Wahid memilih Bagir Manan menjadi Ketua Mahkamah Agung (2001-2008).

Latarbelakang politik Muladi sebagai kader Golkar yang sempat menjabat Menteri Kehakiman (Menkeh) di Kabinet Pembangunan VII (kabinet terakhir Soeharto sebelum mundur 21 Mei 1998), dan Kabinet Reformasi Pembangunan BJ Habibie, serta aktivitasnya sebagai Direktur Institut Demokrasi dan Hak Asasi Manusia The Habibie Center, 1999-2002 yang aktif sebagai tim pemebela Jenderal TNI Wiranto dan kawan-kawan dalam kasus pelanggaran HAM pascajajak pendapat Timor Timur, tampaknya juga menjadi penghambat baginya menduduki jabatan tertinggi yudikatif itu.

Semula dia bersedia menjadi hakim agung dengan harapan akan terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung. Muladi konsisten dalam pernyataan dan sikapnya. Dia memilih mundur dari jabatan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI (September 2000 – Juni 2001), karena dengan jabatan hakim agung saja dia tidak yakin dapat melakukan sesuatu demi penegakan hukum di negeri ini. Dia hanya merasa yakin bisa berbuat optimal jika menjabat Ketua MA.

Setelah itu, Muladi memusatkan kegiatan di The Habibie Center. Dia pun memegang posisi Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, sejak 2002. Di samping itu, dia juga aktif sebagai Anggota Senat Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, sejak 2002 dan Anggota Tim Proper (Industrial Performance Rating Program) KLH, sejak 2003. Juga sebagai Ketua Tim Perumus KUHP Nasional, sejak 2004 dan sebagai Anggota Dewan Pakar Departemen Pertahanan, sejak 2005.

Bintang Muladi kembali bersinar setelah pada tanggal 30 Agustus 2005, dilantik menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia ke-14. Selain itu, dia juga aktif sebagai Anggota Dewan Penyantun Universitas Padjadjaran, sejak 2008. Bahkan aktif di partai politik sebagai Ketua DPP Partai Golkar bidang Hukum dan HAM, 2009-2014.

Pada Kamis, 17 Februari 2011, Muladi mengakhir pengabdian sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Dia digantikan Budi Susilo Soepandji, adik mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang sebelumnya menjabat Direktur Jenderal Potensi Pertahanan pada Kementerian Pertahanan RI.

Ada kesan mendadak atas penggantian Muladi sebagai Gubernur Lemhannas tersebut. Sebagian pengamat mengaitkannya dengan politik sehubungan posisi Muladi sebagai Ketua DPP Partai Golkar bidang Hukum dan HAM. Sebagian lagi mengaitkannya dengan pernyataan Muladi soal Ahmadiyah.

Namun Muladi menepis kesan mendadak pergantian Gubernur Lemhannas tersebut. Menurutnya, pergantian itu telah dipersiapkan lama dan dia sudah diberi tahu sejak empat bulan lalu. Muladi memastikan pergantian itu tidak terkait hal yang bersifat politis, apalagi dikaitkan dengan posisinya sebagai Ketua Partai Golkar atau pernyataannya tentang Ahmadiyah.

Muladi menjelaskan dirinya sudah hampir enam tahun menjabat Gubernur Lemhannas, sejak 30 Agustus 2005, dan itu sudah cukup lama buatnya. Muladi menggantikan Ermaya Suradinata. Dia juga mengatakan bahwa dia sebagai Gubernur Lemhannas paling lama, sebelumnya paling lama 4 tahun. “Jadi tidak perlu didramatisasi atau dikait-kaitkan dengan partai atau reshuffle. Penggantian ini profesional,” kata Muladi.

Atas berbagai aktivitas dan pengabdiannya, Muladi telah memperoleh beberapa penghargaan. Di antaranya, Dwija Sista dari Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1991; Man of Year dari Harian Suara Merdeka, Semarang, 1995; Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden Republik Indonesia, 1995; Man of Year dari Asosiasi Jurnalis Jawa Tengah, 1995; DAN VI Karate (INKAI), 1998; Bintang Mahaputra Adi Pradana Kelas II dari Presiden Republik Indonesia, 1999; The Best Alumnni of Undip, 2003; dan Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI, 2006. Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com

Data Singkat
Muladi, Gubernur Lemhannas (2005-2011) / Gubernur Lemhannas Terlama | Ensiklopedi | golkar, Pertamina, ICMI, Mensesneg, MPR, Menteri, Rektor, pakar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini