Pemimpin Bijak dan Bersahaja

Fauzi Bowo
 
0
468
Fauzi Bowo
Fauzi Bowo | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Dia pemimpin yang bijak dan bersahaja. Wakil Gubernur DKI Jakarta ini didukung Koalisi Rakyat Jakarta yang dimotori Partai Demokrat, PDIP, PPP, Partai Golkar dan beberapa partai dan Ormas lainnya untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta 2008-2003. Arsitektur putra bangsa asli Betawi ini diyakini akan memenangkan Pilkada Gubernur DKI Jakarta, Agustus 2007 untuk menjamin kelanjutan pembangunan dan kerukunan warga Jakarta yang heterogen.

Saat masih menjabat Sekretaris Wilayah Daerah Propinsi DKI, putra daerah Betawi ini dijagokan beberapa partai dan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi sebagai salah satu calon gubernur DKI. Namun, dia memilih tetap berpasangan dengan Sutiyoso, dan terpilih sebagai Wakil Gubernur. Diperkirakan, Fauzi Bowo akan menggantikan Sutiyoso melalui Pilkada langsung 2007.

Pada awalnya, mantan dosen Universitas Indonesia (1977-1984), ini sempat didaulat pendukungnya menjadi calon gubernur 2002. Namun, kebersahajaan dan kebijaksanaannya dalam mengikuti proses yang bergulir, akhirnya dia memilih berpasangan dengan Sutiyoso, dicalonkan Fraksi PDI-P dan Golkar. Fraksi PAN dan beberapa partai kecil yang ingin mengajukannya sebagai calon gubernur, tampaknya sempat kecewa.

Doktor Ingenieur dari Fachbereich Architektur/Raum Und Umweltplanung-Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautern Republik Federasi Jerman, 2000, ini seorang pekerja keras dan berdisiplin. Banyak bekerja sedikit bicara. Dalam posisi sebagai Sekwilda bahkan sebagai Wakil Gubernur, Fauzi tidak banyak bicara. Dia sangat bersahaja dalam menempatkan diri sesuai dengan posisinya. Pria kelahiran Jakarta, 10 April 1948 ini, lebih memilih berkarya daripada baanyak bicara.

Lahir dan dibesarkan di ibukota Jakarta dari keluarga Betawi yang mapan dan berpendidikan. Sempat masuk Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/1967, sebelum kemudian melanjutkannya di Technische Universitat Brunschweig, Jerman. Dari universitas ini dia meraih gelar Sarjana Arsitektur, bidang Perencanaan Kota dan Wilayah.

Beberapa tahun kemudian, dia melanjutkan pendidikan arsitekturnya pada Universitat Kaiserlautern, Jerman, dan memperoleh gelar Doktor Ingenieur (Ing) dengan predikat Cum Laude, dengan tesis tentang pola tata ruang kota Jakarta.

Suami dari Hj. Sri Hartati dan ayah dari tiga orang anak, kemudian mendalami pendidikan pemerintahan dan kepemimpinan dengan mengikuti Sespanas (1989) dan Lemhanas (2000).

Putra bangsa asli Betawi ini memiliki hobi membaca dan fotografi. Sejak mahasiswa dia juga sudah aktif dalam berbagai organisasi. Ketika di UI dia salah seorang aktivis KAMI Fakultas Teknik UI (1966/1967). Saat kuliah di Jerman, dia juga aktif dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman Barat.

Selain organisasi kemahasiswaan, dia juga aktif sebagai anggota Dewan Pertimbangan Pemuda KNPI Pusat 1982-1984. Juga aktif di Kosgoro dan Golkar. Bahkan dia sempat menjabat bendahara DPD Golkar DKI selama 10 tahun (1983-1993).

Karirnya di Pemda DKI cukup panjang. Tahun 1979-1982 sudah menjabat Pelaksana tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI. Kemudian menjadi Pejabat sementara (Pjs) Kabiro Kepala Daerah DKI (1982-1986), Pejabat Kabiro Kepala Daerah DKI (1986-1988). Setelah itu dipercaya menjabat Kepala Dinas Pariwisata DKI (1993-98) sebelum diangkat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) DKI Jakarta (1998-2002). Terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta (2002-2007) berpasangan dengan Suyiyoso.

Advertisement

Arsitektur
Wagub DKI Fauzi Bowo mengatakan di Balaikota, Jumat (24/12/2004), kawasan Kota Tua yang meliputi sebagian wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara harus ditata menjadi daerah tujuan bukan lagi daerah perlintasan.

Hal itu dikemukakan sejalan dengan pencanangan revitalisasi Kota Tua oleh Perkumpulan Jakarta Oldtown Kotaku, pimpinan Miranda S Goeltom pada 12 Desember 2004. Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah arsitek, pemilik bangunan dan pecinta Kota Tua.

“Kita akan review tata ruang pada tahun 2005. Kawasan itu akan dijadikan destinasi atau daerah tujuan. Angkutan dan truk barang nanti diatur (tidak masuk ke kawasan itu),” ujar Fauzi.

Dalam rangka penataan itu, Stasiun Kota akan dijadikan stasiun regional yang hanya melayani daerah Jakarta dan sekitarnya dan tidak lagi menjadi stasiun antar-kota.

Sementara untuk membuka kawasan tersebut lebih menarik yang dikembangkan tidak hanya potensi historis, tetapi juga potensi komersial. Menurutnya, daerah sekitar Kota Tua harus ikut ditata. Kawasan itu punya potensi untuk dikembangkan hingga menjadi potensi baru yang punya nilai komersial tinggi. e-ti/tsl

***

IDEALISME FAUZI BOWO

“Untuk membangun Jakarta, serahkanlah kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran hanya tinggal menunggu waktunya.”

Kalimat itu diucapkan berulang-ulang dan seakan menjadi salah satu slogan utama dalam masa-masa kampanye calon gubernur Fauzi Bowo.

Di antara keempat calon gubernur dan wakil gubernur yang maju dalam pilkada DKI Jakarta, Fauzi merupakan satu-satunya calon gubernur yang paling berpengalaman di birokrasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia sudah masuk dalam jajaran birokrasi sejak 30 tahun lalu dan tahun depan akan menjadi tahun terakhirnya sebagai pegawai negeri sipil.

Karier Fauzi di birokrasi terhitung cepat. Latar belakang pendidikannya yang tinggi membuat pria campuran Jawa-Betawi ini hampir tidak pernah menjadi staf di suatu instansi. Sejak zaman Gubernur Tjokropranolo sampai Soerjadi Soedirja, Fauzi selalu menjadi kepala biro atau kepala dinas.

Fauzi mengawali pendidikannya di Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Indonesia pada 1966-1967. Karena memperoleh beasiswa, Fauzi melanjutkan studinya di Jurusan Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universitat Braunschweig Republik Federasi Jerman pada 1968 dan lulus pada 1976.

Selama menjadi mahasiswa, Fauzi aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, mulai dari KAMI sampai organisasi pelajar Indonesia di Jerman Barat. Keaktifan itu yang membuat Fauzi matang dalam pengelolaan organisasi dan membangun jaringan.

Pada 1979 atau dua tahun setelah lulus dari Jerman, Fauzi langsung dipercaya sebagai pejabat sementara Kepala Biro Kepala Daerah DKI Jakarta. Kariernya terus meningkat sampai menjadi Sekretaris Daerah pada 1998.

Pada 2002, Fauzi sempat mengajukan diri sebagai gubernur dalam pemilihan gubernur yang masih dilakukan DPRD. Namun, setelah dibujuk beberapa tokoh, Fauzi akhirnya memilih mendampingi Sutiyoso sebagai wakil gubernur dan bukan menjadi pesaingnya.

Oleh rekan dan anak buahnya, Fauzi dikenal sebagai pribadi yang serius. Semua pekerjaan harus dipastikan beres secara detail. Semua itu buah pendidikan sejak kecil sampai dewasa.

Latar belakang
Fauzi Bowo merupakan anak Djohari Bowo bin Adipoetro dari Malang, Jawa Timur, dan Nuraini binti Abdul Manaf yang asli Betawi. Fauzi yang lahir di kalangan masyarakat Betawi mendapat pendidikan agama Islam yang ketat di bawah bimbingan kakeknya, Abdul Manaf, dan beberapa ulama besar Nahdlatul Ulama (NU) saat itu. Ketaatan beribadah dan penguasaan ilmu agama yang unggul membuatnya mudah bergaul di kalangan NU. Fauzi bahkan dipercaya menjadi Ketua Pengurus Wilayah NU Jakarta.

Meskipun berdarah setengah Jawa setengah Betawi, Fauzi lebih banyak mendapat pembelajaran budaya Betawi. Kecintaan terhadap budaya Betawi dan kedekatan dengan berbagai kelompok dan tokoh Betawi membuatnya diangkat menjadi Ketua Badan Musyawarah Betawi.

Untuk pendidikan formal, Fauzi justru mendapat pendidikan formal di sekolah Katolik, SD St Belarminus, sampai SMP-SMA Kanisius. Prestasi akademiknya tergolong sangat baik. Fauzi bahkan dapat berbicara bahasa Belanda dan Inggris dengan fasih.

Keluarga besar Fauzi merupakan keluarga tuan tanah yang kaya. Itulah yang membuat ia bisa bersekolah di sekolah elite dan kuliah ke luar negeri. Kekayaan keluarganya juga sangat mendukung hobinya membaca berbagai buku dan fotografi.

Saat remaja, Fauzi gemar berkeliling sampai ke pelosok Jakarta sehingga mengerti persis perkembangan kawasan sejak masa lalu sampai saat ini. Di sisi lain, Fauzi juga mempunyai kegemaran membaca semua jenis surat kabar dan buku.

Dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya, Fauzi menyusun berbagai program untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Jakarta. Salah satu programnya yang masih berjalan sampai saat ini adalah program pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK) yang memadukan partisipasi masyarakat untuk memperbaiki perekonomian mikro.

Pada masa pemerintahan Sutiyoso, Fauzi juga merintis proyek transportasi massal, seperti bus Transjakarta dan mass rapid transit (MRT) atau angkutan massal cepat. Fauzi memang sering menangani proyek infrastruktur berskala besar karena dinilai mampu mengatur perencanaan sampai implementasi proyek raksasa.

Keseriusan Fauzi untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta kali ini ditunjukkan dengan penggalangan massa sejak 2004. Dengan berbagai pendekatan, Fauzi merangkul berbagai elemen massa, baik yang berbasis keagamaan maupun kesukuan.

Berdasarkan data Fauzi Bowo Center, terdapat 20 partai politik yang berhasil digalang untuk mendukung Fauzi. Dukungan juga datang dari 42 organisasi kemasyarakatan dan 47 kelompok masyarakat lainnya.

Fauzi yang sejak kecil dididik ajaran Islam yang ketat, tetapi juga disekolahkan di sekolah Katolik dan mengenyam pendidikan tinggi di Jerman, berhasil menyatukan kelompok yang berbeda aliran politik. Pluralitas tampaknya sudah menjadi jiwa dalam dirinya. “Saya sangat mudah bergaul dan bekerja sama dengan semua kalangan karena sejak dulu komunitas saya sudah beragam. Keberagaman justru merupakan modal yang kuat untuk percepatan pembangunan,” kata Fauzi.

Rekan-rekannya semasa sekolah dan kuliah di Jerman ataupun di Jakarta dia galang untuk mendukungnya. Untuk memperkuat pengaruhnya dan karena kepercayaan publik, Fauzi juga masuk ke dalam struktur beberapa organisasi, baik sebagai ketua maupun sebagai pengurus lainnya.

Keseriusan Fauzi mencalonkan diri juga ditunjukkan dengan menjual rumah pribadinya senilai sekitar Rp 9 miliar sebagai modal awal kampanye dan penggalangan organisasi pendukung. Paling tidak itulah pengakuannya. “Saya bukan orang yang terlalu kaya, tetapi juga tidak miskin-miskin amat. Saya dapat menyediakan modal awal kampanye tanpa minta bantuan siapa pun meskipun harus menjual rumah. Namun, untuk selanjutnya, jika ada donasi untuk kampanye, kami akan menerimanya,” kata Fauzi, sebelum masa pilkada dimulai.

Fauzi mengaku meneladani mantan gubernur Ali Sadikin yang sering turun ke tengah masyarakat untuk melihat langsung keadaan dan masalah serta mencari solusi yang paling tepat. Untuk pilkada ini, Ali Sadikin juga mendukung Fauzi sebagai calon gubernur.

Fauzi mempunyai gambaran ideal mengenai kota Jakarta. Ia mempunyai obsesi: mewujudkan Jakarta untuk semua! Sebuah Jakarta tanpa diskriminasi! (neli triana/radhi kusumaputra) Sumber: Kompas, 2 Agustus 2007

Data Singkat
Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta (2007-2012) / Pemimpin Bijak dan Bersahaja | Ensiklopedi | Pejabat, Pemda, Gubernur, birokrat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini