Pemimpin Nan Pelayan Rakyat

[ Tri Rismaharini ]
 
0
364
Tri Rismaharini
Tri Rismaharini | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Ir. Tri Rismaharini, MT, akrab dipanggil Risma, seorang walikota, pemimpin perempuan, yang egaliter, transformasional, informal dan proaktif. Pemimpin nan pelayan rakyat. Perempuan pertama yang menjabat Walikota Surabaya (2010-2015, 2016-2021) ini bekerja sepenuh hati dengan berorientasi pada kepentingan publik.

Siapa yang tidak mengenal Tri Rismaharini? Pemimpin perempuan Wali Kota Surabaya ini berhasil memikat hati rakyat Indonesia. Bukan karena wajah cantik. Bukan pula karena asal-usul keturunan karena ia hanya anak seorang PNS. Dia seorang pemimpin yang perkataan dan perbuatannya sejalan. Ia tampil ada adanya, teguh memegang prinsip, tegas, pekerja keras, tidak mengejar kekayaan, dan selalu memperhatikan kepentingan rakyatnya dengan rajin turun ke bawah. Ia tidak menunjukkan karakter sebagai priyayi yang minta dihormati, tapi justru merendahkan diri sebagai pelayan rakyat.

Walikota terbaik nomor tiga dunia tahun 2014 ini memiliki visi yang kuat menjadikan Surabaya kota yang modern, bersih dan asri. Tatkala prinsip yang diyakininya dinafikan, ia lebih memilih bergesekan dengan berbagai pihak, termasuk dengan kader PDI-P, partainya sendiri. Ia tidak segan-segan untuk menolak proyek-proyek yang diajukan pemerintah pusat bila dianggapnya tidak sesuai dengan kebutuhan dan hanya akan membebani daerah saja. Apalagi bila proyek-proyek tersebut untuk menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.

Tri Rismaharini datang ke dunia pada 20 November 1961 di Kediri, Jawa Timur. Anak ketiga dari lima bersaudara ini besar di tengah keluarga yang disiplin dan ulet. Kakeknya, Kiai Yasin Syamsuddin adalah salah satu kiai besar di Surabaya yang pernah memimpin Lazkar Hizbullah Surabaya saat peristiwa 10 November 1945 meletus. Ayahnya, M. Chuzaini bekerja sebagai PNS di kantor pajak. Sedangkan ibunya, Siti Mudjiatun adalah seorang ibu rumah tangga yang lembut dan sabar mendidik kelima anaknya.

Sang ayah memiliki pekerjaan sampingan sebagai wiraswasta karena gaji PNS tidak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ayahnya mempunyai beragam usaha di antaranya menjadi pemasok bahan-bahan pokok seperti beras, gula, dan sebagainya. Usaha sampingan ini membuat Risma sekeluarga hidup berkecukupan bahkan masing-masing anak diurus oleh satu pembantu.

Hidup mapan tidak membuat Risma menjadi manja. Sang ayah malah memberikan Risma tanggung jawab untuk mengelola usaha keluarga. Seperti membuat pembukuan, mengantar barang ke pelanggan dan sebagainya. Risma pun digaji layaknya seorang karyawan. Perlahan-lahan tabungan Risma pun semakin banyak. Risma bisa membeli barang-barang keperluan pribadi sesukanya. Risma yang gemar bersepeda sering gonta-ganti sepeda setiap kali ada model baru dijual di pasaran.

Karakter ayahnya yang keras dan berdisiplin tinggi rupanya turun juga kepada Risma. Risma mengenang, betapa ayahnya juga mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Ayahnya membangun satu rumah khusus untuk tempat tinggal sekitar 50 anak yatim tidak mampu. Anak-anak itu di bawah pengasuhan ayahnya dan Risma sering bermain bersama mereka. Pengalaman masa kecil inilah yang mungkin membuat Risma mudah tersentuh hatinya setiap kali melihat anak-anak terlantar.

Di tengah hidupnya yang tergolong berkecukupan, Risma tidak bisa menjalani kesehariannya sebebas anak-anak lainnya. Kalau Risma capek sedikit, penyakit asmanya langsung kambuh. Hal ini membuat orang tuanya membatasi kegiatan Risma dan membuat Risma lebih banyak di rumah. Setiap pulang sekolah, ia tidak boleh pergi bermain, mesti langsung pulang agar bisa tidur siang. Didera penyakit asma bertahun-tahun, membuat Risma ingin menjadi dokter agar bisa mengobati dirinya sendiri.

Tidak tahan terus-terusan dibatasi kegiatannya, Risma kecil punya ide nakal dan mengajak kakaknya untuk membantunya. Jadi, saat jam tidur siang tiba, Risma pura-pura tidur. Setelah keadaan aman dan pintu kamar tertutup rapat, Risma akan keluar lewat jendela yang sudah dibukakan kakaknya. Risma kemudian bermain sepuas-puasnya dengan teman-teman di kampung. Sorenya, dia kembali ke kamar lewat jendela agar ibunya tidak tahu kalau ia sudah pergi menyelinap.

Penyakit asma tidak membuat Risma tenggelam dalam kesedihan. Risma menyibukkan diri dengan belajar menari di sekolah. Keseriusannya berlatih menari membuahkan hasil. Bahkan saat masih duduk di bangku kelas 3 SD, dia sudah bisa melatih kakak-kakak kelasnya menari. Risma juga sering menerima undangan menari pada acara-acara tertentu, misalnya, mengisi acara 17 Agustusan.

Advertisement

Seiring dengan pertambahan usia dan kegiatan menari yang rutin dilakukan, kondisi fisik Risma semakin kuat dan ia tidak lagi mudah terserang asma. Kegiatan menari ditekuni Risma sejak kelas 3 SD hingga kelas 2 SMP.

Saat pindah sekolah ke SMPN 10 Surabaya, Risma meninggalkan kegiatan menarinya karena mengikuti kegiatan olahraga atletik. Risma berlatih keras hingga menjadi pelari andalan Surabaya. Tidak tanggung-tanggung, Risma berhasil menduduki peringkat kedua di bawah Heny Maspaitella, seorang pelari yang sedang naik daun hingga tingkat nasional saat itu. Bahkan saat bersekolah di SMAN 5 Surabaya, Risma diperbolehkan oleh pihak sekolah untuk masuk kelas jam 10 pagi karena harus mengikuti latihan lari terlebih dahulu.

Memasuki bangku kelas 2 SMA, Risma berhenti dari kegiatan olahraga lari karena merasa jenuh dan merasa prestasinya sudah mentok. Risma kembali serius menekuni pelajaran-pelajaran yang sebelumnya ia korbankan karena mengikuti olahraga lari.

Sebagai siswa, Risma berusaha untuk jujur dan tidak mencontek. Walaupun teman-temannya sudah mendapat bocoran soal ulangan dan menyiapkan jawaban untuk dicontek, Risma tetap pada pendiriannya untuk tetap jujur. Alhasil, Risma mendapat nilai jeblok sementara teman-temannya mendapat nilai bagus. Bagi Risma, kejujuran jauh lebih penting daripada nilai yang bagus. “Prinsip itu tetap aku pegang kuat-kuat hingga sekarang bahkan aku ajarkan kepada kedua anakku,” kata Tri Rismaharini.1)

Setamat dari SMA 5 Surabaya, Risma mesti menentukan pilihan dalam melanjutkan pendidikan. Ia sempat berpikir untuk menjadi dokter sebagaimana pernah ia impikan saat masih kecil. Namun ayahnya yang sudah lanjut usia saat itu menyarankan Risma untuk mengambil jurusan arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Ayahnya berharap, setamat dari kuliah, Risma bisa mudah mendapatkan pekerjaan. Apa yang diharapkan oleh ayahnya itu bisa terwujud bahkan sebelum Risma lulus kuliah. Risma bisa mendapat penghasilan dengan membantu mengerjakan proyek-proyek Pemkot Surabaya. Pada saat kuliah pulalah, Risma bertemu dengan pasangan hidupnya, Djoko Saptoadji, seorang mahasiswa ITS  yang mengambil jurusan Teknik Elektro.

Lulus kuliah, Risma mendaftar sebagai PNS dan diterima. Ia ditempatkan di Bojonegoro selama lima tahun lalu dipindahkan ke Surabaya. Karier Risma sebagai PNS naik perlahan-lahan. Mulai dari Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Bapekko, Kepala Seksi Pendataan dan Penyuluhan Dinas Bangunan, Kepala Cabang Pertamanan, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, hingga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.

Selama mengemban tugas, Risma bekerja dengan tulus sepenuh hati sambil mencoba membuat terobosan-terobosan. Misalnya, saat menjadi Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan, Risma membuat lelang melalui internet yang merupakan sistem baru dan pertama di Indonesia. Sistem baru ini membuat praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) menjadi sulit dilakukan. Begitu pula saat menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Risma berusaha keras membuat wajah kota Surabaya menjadi lebih indah, asri dan bersih. Sebagai sarjana teknik arsitektur, Risma bisa merancang taman sendiri.

Saat menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan inilah, Risma seperti menemukan ruang untuk bisa memberikan yang terbaik. Sebelum masuk kantor, Risma bangun pagi-pagi sekali agar bisa keliling kota mengawasi langsung petugas kebersihan kota (pasukan kuning) menyapu jalanan. Pulang dari kantor, Risma tidak langsung pulang ke rumah melainkan keliling kota Surabaya untuk memeriksa apakah ada lampu penerangan jalan yang mati atau memeriksa apakah ada kawasan tertentu yang perlu dipasang penerangan. Tidaklah mengherankan bila Risma sampai ke rumah di atas jam 20.00 dan tidak jarang sampai larut malam.

Kesibukan pekerjaan membuat Risma jarang berada di rumah. Oleh karena itu, Risma berusaha memberikan pengertian kepada suami dan dua anaknya, Fuad Nenardi dan Tantri Gunarni. Agar komunikasi tetap berjalan, Risma rajin menelepon mereka di sela-sela tugas. Dalam mendidik anak, Risma mengajarkan kejujuran dan kedisiplinan. Salah satunya dengan cara mengajarkan anaknya untuk mengelola keuangan dengan baik. Setiap pemasukan dan pengeluaran mesti dicatat dengan baik dan sebisa mungkin setiap pengeluaran disertakan kuitansi. Bila ada pencatatan pengeluaran yang tidak jelas, Risma tidak akan mengganti uang pengeluaran tersebut. Dengan cara ini, Risma berharap anak-anaknya tidak boros dan menghargai jerih payah orang tua.

Dedikasi dan kerja keras Risma saat menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya rupanya sampai juga ke telinga Wali Kota Surabaya yang juga pentolan PDIP Surabaya, Bambang DH. Prestasi Risma dalam menata dan menghijaukan Surabaya ikut mendongkrak nama Wali Kota. Hubungan atasan dan bawahan di antara mereka pun terjalin dengan baik. Suatu kali, Risma membantu seorang kerabat yang kebetulan menjadi Ketua Muslimat NU Cabang Surabaya, Lily Syafa’atun yang ingin mengajukan proposal bantuan gedung untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) kepada Pemkot Surabaya. Proposal itu kemudian diteruskan Risma ke Wali Kota Bambang DH. Proposal dikabulkan dan gedung PAUD yang diberi nama Yasin Al-Munawaroh diresmikan oleh Wali Kota Bambang DH.

Pinangan PDI Perjuangan

Kedekatan Risma dengan Bambang DH dan prestasi-prestasi Risma membuat PDI Perjuangan tertarik untuk mencalonkan Risma sebagai Wali Kota. Tawaran sebagai calon wali kota juga datang dari partai lain pemenang Pemilu 2004 tapi dengan syarat Risma harus menyetor uang dalam jumlah besar.

Awalnya, Risma menolak mentah-mentah tawaran PDI Perjuangan itu. Ia sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjadi wali kota. Dorongan terus menerus dari teman-teman akhirnya membuat Risma luluh juga tapi dengan catatan, survei harus menunjukkan kalau dia mempunyai elektabilitas di atas 20%. Kenyataannya, pada awal-awal survei, Risma malah sudah mempunyai elektabilitas 22%. Akhirnya Risma menerima pinangan PDI Perjuangan sebagai Cawali disandingkan dengan Bambang DH sebagai Cawawali. Buat Risma, nothing to loose, kalah juga tidak apa-apa.

Saingan terberat Risma saat itu adalah Arif Affandi dan Adies Kadir. Sedangkan tiga calon lain kekuatannya kurang diperhitungkan yakni Fitra Djaja-Naen Soeryono, Fandi Utomo-Kolonel Yulius Bustomi, dan B.F.Sutadi-Mazlan Mansur.

Sejak awal Risma tidak mau dipusingkan dengan kampanye dan urusan-urusan yang terkait dengan partai politik. Risma melakukan kampanye hanya di luar jam kerja sehingga ia tidak perlu mengajukan cuti. Saat kampanye, Risma minta dijemput oleh tim kampanye karena ia tidak mau menggunakan mobil kantor.

Suatu kali saat berkampanye, seorang warga bertanya bila mereka memilih Risma sebagai wali kota, apa imbalan yang akan Risma berikan. Pertanyaan itu membuat telinga Risma memerah. “Tolong catat, jika tujuannya memilih saya hanya karena ingin mendapatkan materi, saya minta Bapak dan Ibu sekalian tidak usah memilih saya. Saya tidak jadi walikota pun tidak apa-apa karena saya jadi wali kota bukan keinginan pribadi saya, tetapi partai yang meminta (menugaskan),” kata Risma dengan nada tinggi. Jawaban Risma itu membuat suasana menjadi hening. Semua orang terdiam.

Selama kampanye, Risma masuk dari satu kampung ke kampung yang lain. Di sini dia melihat lebih dekat lagi bagaimana kehidupan masyarakat Surabaya. Ia menyaksikan sendiri kondisi buruk yang dialami warga karena banjir. Ia mendapati masih banyak anak-anak kurang gizi, anak-anak terbelakang dan orang tua yang tidak mampu berobat. Diam-diam Risma mulai berpikir, betapa ia akan punya kesempatan yang besar untuk membantu mereka seandainya ia menjadi wali kota.

Hari penghitungan suara pilkada pun tiba. Tidak seperti calon-calon pada umumnya yang tegang menunggu hasil penghitungan suara, Risma malah tidur di rumah. Hasilnya, Risma ditetapkan sebagai wali kota terpilih dengan meraih kemenangan mutlak yakni sebesar 893.087 suara atau 86,34 persen dari jumlah suara keseluruhan. Risma pun bernafas lega sebab menempuh pertandingan dengan jujur dan apa adanya, tanpa tekanan dari siapa pun.

Risma resmi menjabat sebagai Wali Kota Surabaya untuk periode 28 September 2010-28 September 2015. Sepanjang sejarah kota Surabaya, Risma menjadi wanita pertama yang terpilih sebagai wali kota. Ia juga menjadi wanita pertama yang dipilih langsung menjadi wali kota melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi Indonesia di era reformasi dan merupakan kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia.

Selama periode 2010-2015, prestasi Risma sebagai Wali Kota Surabaya tersiar ke mana-mana bahkan hingga ke mancanegara. Risma membuat banyak terobosan sehingga kota Surabaya berubah menjadi kota yang modern, bersih, teratur dan asri. Lulusan Arsitektur dan Pasca sarjana Managemen Pembangunan Kota dari Institut Teknologi Sepuluh November ini membuat banyak taman dan mengubah lahan gersang/kosong menjadi lahan hijau. Risma juga membangun jalur pedestrian dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.

Dia juga berusaha agar Surabaya merdeka dari sampah. Meski belum tercapai sepenuhnya, kota Surabaya berhasil meraih Piala Adipura tiga tahun berturut-turut 2011, 2012 dan 2013 untuk kategori kota metropolitan.

Berbagai prestasi pada tingkat nasional dan internasional juga berhasil diraih diantaranya, penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015 ; kota yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik pada tahun 2012 versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan ;  masuk dalam nominasi 10 wanita paling inspiratif 2013, versi Majalah Forbes pada tahun 2012 ; meraih penghargaan tingkat Asia-Pasifik yaitu Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik pada Oktober 2013 ; Taman Bungkul berhasil meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013 ;  Risma mendapatkan penghargaan Mayor of the Month sebagai walikota terbaik pada Februari 2014 ; mendapatkan penghargaan Socrates Award kategori Future City dari European Business Assembly (EBA) pada April 2014 ; Risma menerima penghargaan Ideal Mother Award 2016 dari Islamic Educational Scientific and Cultural Organization (ISESCO) pada Maret 2016.

Daftar penghargaan ini kemungkinan akan terus bertambah mengingat Risma kembali dipercaya sebagai Wali Kota Surabaya bersama wakilnya, Wisnu Sakti Buana, masa bakti 2016-2021. Penulis: Mangatur L Paniroy | Bio TokohIndonesia.com

 

Footnote:

1) Tri Rismaharini, Atlet Andalan yang Pernah Membolos (2); http://tabloidnova.com/Profil/Tri-Rismaharini-Atlet-Andalan-Yang-Pernah-Membolos-2

Data Singkat
Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya (2010-2020) / Pemimpin Nan Pelayan Rakyat | Ensiklopedi | Walikota, Pemimpin, Surabaya, PDI-P, Pelayan Rakyat, Tata Kota

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here