Deputi Gubernur BI
Aslim Tadjuddin
[DIREKTORI] Aslim Tadjuddin, Deputi Gubernur BI, lahir di Payakumbuh, 30 Desember 1949. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Andalas, Gelar MA dalam bidang Ekonomi Internasional dan gelar PhD dalam bidang Ekonomi Moneter dan Internasional diraih dari University of Colorado, Boulder, Amerika Serikat.
Karirnya di Bank Indonesia dimulai tahun 1977 sebagai staf di Bagian Neraca Pembayaran, Urusan Ekonomi Statistik. Tahun 1998, dipercayakan sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia di New York, Amerika Serikat, kemudian pada tahun 2001-2002 menjabat sebagai Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter.
Tanggal 11 November 2002 mulai menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 204/M tahun 2002.
Kondisi Moneter 2003 Stabil
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aslim Tadjuddin, menyatakan bahwa perkembangan indikator-indikator moneter tahun 2003 menunjukkan kondisi yang stabil dan perkembangan yang sangat baik. “Ini bisa dilihat dari nilai tukar rupiah yang terus menguat dan stabil, inflasi yang terkendali, serta suku bunga yang menurun,” katanya ketika dihubungi Tempo News Room, Senin (22/12) pagi.
Inflasi misalnya, menurut Aslim, kemungkinan bahkan bisa turun di bawah target inflasi 2003 yang mencapai 5-6 persen. Nyatanya, sampai November 2003 ini, inflasi telah mencapai 4,08 persen. “Jadi masih ada kemungkinan di bawah 5 persen,” katanya.
Berdasarkan pengalaman empiris tahun sebelumnya, kata Aslim, inflasi Desember lebih rendah dari November, yang diramaikan oleh bulan Puasa dan Idul Fitri. Apabila mengambil patokan inflasi Desember 2002 yang mencapai 0,50 persen, maka kemungkinan inflasi tahun 2003 adalah 4,58 persen.
Inflasi yang rendah itu, menurut Aslim, sangat bagus karena bisa memberikan ruang lagi kepada bank sentral untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi sektor riil melalui kebijakan moneter yang longgar dengan menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank Indonesia, kata Aslim, akan tetap konsisten menerapkan kebijakan melonggarkan moneter secara hati-hati untuk menggerakkan sektor riil. Hingga akhir November suku bunga SBI telah turun sebanyak 450 basis poin.
Dengan inflasi hingga November 4,08 persen, menurut Aslim, masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan bunga SBI tapi itu walaupun tidak akan sebesar bulan-bulan sebelumnya. “Ini tergantung pada kemampuan menekan inflasi ke depan,” katanya. Saat ini, tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka waktu 1 bulan hasil lelang tanggal 17 Desember 2003 adalah sebesar 8,41% (sebelumnya 8,42%) atau turun 0,01 persen.
Dengan penurunan bunga SBI, kata Aslim, diharapkan dapat mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut yang pada gilirannya akan membantu pemulihan fungsi intermediasi perbankan. Namun Aslim mengakui penurunan yang terjadi tidak secepat yang diharapkan. Saat ini spread atau selisih antara bunga deposito dan bunga kredit masih terlalu jauh, yakni sekitar 8 sampai 11 persen. “Normalnya sekitar 3 sampai 3,5 persen,” katanya. Artinya, kestabilan sektor moneter ini belum diikuti oleh akselerasi pertumbuhan di sektor riil. Kemungkinannya, kata Aslim, dunia usaha masih menunggu pasca Pemilu 2004 untuk melakukan investasi. “Masih ada keraguan dunia usaha,” katanya.
Hal ini, kata Aslim, bisa dibuktikan dengan masih rendahnya tingkat pencairan kredit atau credit disbursement rate dibandingkan dengan tingkat pinjaman yang telah disepakati (credit approval rate). Dari data BI, tingkat penggunaan kredit baru mencapai 33,9 persen dari total pinjaman yang disetujui. “Hal ini menunjukkan keragu-raguan sektor riil untuk melakukan investasi,” katanya.
Walaupun demikian, setidaknya pertumbuhan ekspor sudah mengalami peningkatan yang kemungkinan besar dalam tahun 2003 ini akan mencapai lebih dari 5 persen. “Ini juga dipengaruhi oleh mulai menggeliatnya perekonomian dunia,” katanya.
Selain itu, menurut Aslim, stabilitas nilai tukar rupiah juga menyumbang peranan. Stabilitas nilai tukar ini diakibatkan stabilitas moneter domestik yang membuat meningkatnya kepercayaan internasional. Ini dibuktikan kenaikan sovereignity rate atau peringkat Indonesia oleh berbagai lembaga pemeringkat seperti Moddys, Standard and poors, Fitch dan lainnya.
Stabilitas nilai tukar rupiah dan peningkatan ekspor ini juga membawa implikasi berupa posisi cadangan devisa yang pada minggu kedua bulan Desember 2003 ini mencapai adalah sebesar USD 35,03 miliar, atau naik sebesar USD 29,1 juta dari posisi minggu sebelumnya. “Ini setara dengan 7 bulan impor,” ujarnya.
Kondisi moneter yang stabil selama tahun 2003 ini, kata Aslim, akan mendapat tantangan pada tahun 2004 berupa agenda Pemilu. Walaupun demikian, kata Aslim, Pihak otoritas moneter akan berusaha mempertahankan stabilitas moneter yang ada sehingga diharapkan dapat membantu percepatan proses pemulihan ekonomi Indonesia tahun 2004. ti | tsl