Musisi Jazz Tulen
Indra Lesmana
[DIREKTORI] Pria yang mengawali karir bermusiknya sejak usia 10 tahun ini telah menjelma menjadi musisi jazz papan atas Indonesia. Selain sebagai penyanyi dan keyboardist, putra bungsu Jack Lesmana ini sudah menghasilkan ratusan komposisi original, puluhan album, dan belasan album solo serta aktif di belakang layar dengan menjadi produser beberapa album artis kenamaan Indonesia. Beberapa lagu hitsnya yang paling awet adalah “Warna”, “Ekspresi”, “Aku Ingin”, dan “Dunia Boleh Tertawa”.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pepatah lama itu nampaknya menggambarkan hubungan antara Jack Lesmana dan Indra Lesmana. Pasangan ayah dan anak itu sama-sama menggeluti bidang yang sama, yakni musik jazz. Dalam mengarahkan potensi putra-putri buah cintanya bersama Nien, Jack memang tak pernah memaksakan kehendak, demikian halnya dengan si bungsu, Indra.
Menurut cerita sang kakak yang kini berprofesi sebagai produser film, Mira Lesmana, bakat bermusik Indra sudah nampak sejak kecil. Mira pun sempat dibuat terheran-heran saat Indra memainkan piano dengan indahnya padahal ia tak pernah belajar sebelumnya.
Sejak itulah lahir generasi baru Lesmana di dunia jazz. Di usianya yang baru menginjak 10 tahun, pria kelahiran Jakarta 28 Maret 1966 itu telah mendapat kepercayaan dari sang ayah untuk tampil memainkan instrumen keyboard di sebuah pertunjukkan di kota Bandung pada Maret 1976. Dua bulan berselang, Indra kembali tampil sebagai keyboardist pada sebuah konser jazz yang melibatkan musisi kondang di masa itu seperti Jack Lesmana, Benny Likumahuwa dan penyanyi Broery Marantika. Konser tersebut mengambil tempat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Memasuki tahun kedua kiprahnya di jalur musik jazz profesional tepatnya di tahun 1978, Indra merilis album pertamanya “Ayahku Sahabatku”, sebuah judul sederhana namun amat menggambarkan kedekatan seorang anak dengan ayahnya. Walaupun sejak kecil telah mengikuti perjalanan bermusik sang ayah, namun tak dapat dipungkiri bila gaya permainan Indra sedikit banyak juga dipengaruhi oleh gaya John Coltrane, Miles Davis, Mc Coy Tyner dan Charlie Parker, yang dipelajarinya melalui rekaman mereka.
Masih di tahun yang sama, Indra bersama ayahnya berkesempatan pergi ke Australia untuk tampil dalam pekan budaya ASEAN Trade Fair. Saat itulah, atas saran ayahnya, Indra mencoba mengikuti ujian masuk di Conservatorium of Music dan akhirnya diterima. Atas bantuan Kedutaan Australia, Indra mendapatkan beasiswa penuh untuk sekolah di New South Wales Conservatory School of Music di Sydney. Tak hanya itu, Kementerian Luar Negeri Australia memberikan izin menetap bagi Indra dan keluarganya.
Selama menempuh pendidikan musik di negeri Kangguru itu, Indra mendapat banyak ilmu dari Don Burrows, Roger Frampton dan Paul Mc Namara. Karier musiknya pun semakin berkembang terutama bersama kelompok musik jazz kenamaan Australia, seperti the Basement dan Soup Plus. Selain bersekolah, di sana ia juga berpartisipasi dalam Manly Jazz Festival yang diselenggarakan setiap tahunnya sampai tahun 1985. Dengan mengikuti salah satu event musik jazz bergengsi itu, Indra berkesempatan bertemu musisi jazz lain yang namanya telah mendunia, seperti Chick Corea, Dizzy Gillespie, Mark Murphy, David Baker, dan Terumasa Hino.
Indra Lesmana menjelma menjadi musisi jazz papan atas Indonesia. Selain sebagai penyanyi dan keyboardist, putra bungsu Jack Lesmana ini sudah menghasilkan ratusan komposisi original, puluhan album, dan belasan album solo serta aktif di belakang layar dengan menjadi produser beberapa album artis kenamaan Indonesia.
Setelah itu Indra dan ayahnya membentuk band bernama Jack and Indra Lesmana Quartet bersama Karim Suweileh dan James Morrison. Hasil kolaborasi empat musisi jazz tersebut kemudian dimuat dalam sebuah album berjudul Children of Fantasy tahun 1981 saat berkunjung ke Indonesia. Sekembalinya ke Australia, Indra dan Jack kembali membentuk band yang masih mengusung musik jazz namun kali ini dikombinasikan dengan irama latin dan fusion. Band yang digawangi Indra, Jack Lesmana, Steve Brien, Dale Barlow, Tony Thijssen and Harry Rivers itu pernah menyambangi Indonesia bulan Agustus 1982 dan melakukan tur di 13 kota.
Indra terus mengembangkan aliran jazz-fusion-nya dengan membentuk band baru. Kali ini ia menggandeng Steve Hunter, Andy Evans, Ken James, Vince Genova, dan Carlinhos Gonzalves yang kemudian tergabung dalam band bernama Nebula. Band tersebut terbentuk pada tahun 1982 dan merilis album pertamanya yang diberi tajuk No Standing. Dalam album tersebut terdapat empat karya original Indra yakni No Standing, The First, Sleeping Beauty, dan ‘Tis time to part. Selain itu, personil Nebula lainnya, Steve Hunter juga turut menyumbangkan karyanya berupa lagu Samba for ET.
Setahun setelah membentuk Nebula, pada tahun 1983, Indra berkolaborasi dengan Sandy Evans, Tony Buck dan Steve Elphick. Keempatnya kemudian membentuk band beraliran jazz modern bernama Women and Children First. Album perdana mereka direkam di tahun yang sama.
Setelah bertahun-tahun berkolaborasi dengan musisi jazz lainnya akhirnya suami Hanny Trihandojo ini merilis album solo perdananya. Zebra Records, sebuah perusahaan rekaman cabang dari MCA Records yang berkedudukan di Amerika Serikat merilis album No Standing sebagai album solo Indra Lesmana. Kesepakatan tercapai tahun 1984 dan album tersebut akhirnya dirilis di Negeri Paman Sam. Agar lebih berkonsentrasi membangun karirnya di Amerika, setahun setelah debut albumnya rilis, ia pun memutuskan untuk hijrah ke negara tersebut.
Di sana ia kemudian membuat rekaman di Mad Hatter Studio dengan Vinnie Colaiuta, Michael Landau, Jimmy Haslip, Airto Moreira, Charlie Hadden, Bobby Shew, dan Tooty Heath untuk albumnya yang bertajuk For Earth and Heaven. Album yang dirilis pada tahun 1986 itu merupakan album internasionalnya yang kedua bersama Zebra Records. Bahkan kedua singlenya, No Standing dari album No Standing dan Stephanie dari album For Earth and Heaven berhasil menduduki Billboard Charts untuk Jazz dan nomor satu di charts radio di Amerika Serikat.
Dua tahun berselang, Indra kehilangan ayah sekaligus gurunya di panggung musik jazz. Jack Lesmana tutup usia pada 1988 akibat penyakit diabetes yang telah lama dideritanya.
Di samping pernah bekerja sama dengan musisi jazz dunia, mantan suami Sophia Latjuba ini juga kerap berkolaborasi dengan musisi jazz tanah air. Sebut saja Gilang Ramadan yang telah beberapa kali membuat kelompok musik dan album bersama, diantaranya PIG (bersama Pra Budi Dharma), serta Java Jazz (bersama Mates, Donny Suhendra dan Embong Rahardjo).
Pada tahun 1999, Indra mendirikan InLine Music, perusahaan dan studio independen untuk recording, mixing and mastering musik jazz. Sedikitnya 20 album milik artis Indonesia sudah ia hasilkan. Ia sempat dinominasikan sebagai Best Mixing Engineer di AMI Awards 2003.
Indra yang mengawali karirnya sejak usia kanak-kanak kini telah menjelma menjadi ikon jazz Indonesia sekaligus menjadi musisi paling aktif dengan lebih dari ratusan komposisi original, puluhan album, serta belasan album solo. Selain sebagai penyanyi dan keyboardist, ayah tiga anak ini juga aktif di belakang layar dengan menjadi produser beberapa album artis kenamaan Indonesia, seperti Titi DJ, Sophia Latjuba, Ermi Kulit dan Andien. Selain itu, ia juga pernah terlibat dalam penggarapan album soundtrack Rumah ke Tujuh, sebuah film yang diproduseri kakaknya, Mira Lesmana. Album garapan Indra untuk film romantis itu banyak menyabet penghargaan diantaranya soundtrack terbaik, musisi jazz terbaik, dan lagu jazz terbaik. eti | muli, red