Pejabat BI Pengajar Ngaji
Siti Chalimah Fadjriah
[DIREKTORI] Ia terpilih secara aklamasi (9/5/05) oleh Komisi XI DPR sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan menggantikan Aulia Pohan yang telah pensiun. Sebagai Pejabat BI, perempuan berjilbab lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini, juga dikenal suka mengajar ngaji dan berdakwah.
Siti Chalimah Fadjriah besar dalam keluarga santri yang sangat religius. Ibu, ayah, dan kakeknya adalah guru mengaji. Bahkan kakeknya memiliki pesantren di Temanggung. Pendidikan menengahnya ia lalui di SMP dan SMA Islam sedangkan sekolah negeri (umum) ia jalani di SD dan perguruan tinggi.
Soal mengaji, Siti Fadjriah belajar dari orang tuanya. ”Saya salut kepada orang tua saya. Ayah bilang, ‘Kalau mau jadi orang Islam harus mumpuni’. Karena itu, Beliau membekali anak-anaknya dengan pendidikan agama dan umum,” tambahnya. Ayahnya juga sering berkata, ”Saya tidak bisa meninggalkan buat kamu harta, tapi ilmu.” Pesan inilah yang sering dikenang Siti Fadjrijah.
Teladan orang tuanya mengajarkan agama Islam benar-benar membekas di hatinya. Ia pun menjadikan syiar Islam sebagai gaya hidup. Ia juga selalu berusaha menjaga shalat sunnat Dhuha. ”Saya berangkat dari rumah sudah dalam keadaan berwudhu. Sampai di kantor langsung shalat Dhuha. Baru kemudian bekerja,” ungkap perempuan yang sudah menunaikan ibadah haji 10 tahun lalu.
Di lingkungan kerjanya, perempuan yang akrab disapa Bu Fadjri dikenal aktif di bidang keislaman. Ia giat mengadakan dan mendorong kegiatan pengajian, baik tadarus Alquran, pengkajian Alquran, maupun diskusi keislaman. Setiap ada kesempatan, ia selalu memanfaatkannya untuk mengajar ngaji dan dakwah. ”Saya selalu berusaha mengamalkan hadis Nabi yang mengatakan, ‘Sampaikanlah apa yang engkau ketahui, walaupun satu ayat’,” kata lulusan Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jurusan Manajemen Internasional, Jakarta.
Intensitas mengajar ngaji dan dakwahnya semakin tinggi di bulan puasa. Biasanya, saat bulan Ramadhan, tiap pagi, dari pukul 07.00 hingga 08.30, Siti Fadjriah memimpin sekelompok pegawai BI khusyuk dan semangat bertadarus Alquran. ”Saya sudah enam tahun mengadakan acara tadarusan di kantor,” kata Fadjriah menambahkan. Baginya Alquran itu luar biasa. ”Bacaan yang paling saya senangi adalah Alquran,” tuturnya.
Perempuan kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, 2 September 1951 itu juga giat mengadakan pengajian di lingkungan tempat tinggalnya. Di Kompleks Perumahan Bank Indonesia Cipinang, Jakarta Timur, Siti Fadjriah mengajar membaca Alquran tiap hari Sabtu.
”Pesertanya, ibu-ibu penghuni kompleks. Mereka sangat beragam, dari yang sama sekali tidak mengenal huruf Alquran sampai yang sudah mulai kenal huruf namun belum lancar membaca Alquran,” ujar perempuan yang aktif mengikuti berbagai kursus dan seminar perbankan, baik di dalam maupun luar negeri.
Tidaklah mengherankan bila perempuan yang juga aktif di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ini, ke mana pun pergi, selalu membawa Alquran. Dia biasa membaca Alquran sebelum dan setelah shalat Subuh. Rata-rata dia mampu mengkhatamkan Alquran dua sampai tiga bulan sekali.
Namun, di bulan Ramadhan atau saat umrah Ramadhan, dia bisa khatam berkali-kali. ”Wirid saya adalah Alquran. Sejak kecil, saya sudah terbiasa membaca Alquran. Ketenangan yang kita rasakan kalau kita membaca Alquran itu luar biasa,” kata perempuan pernah mengikuti job training di berbagai bank sentral dan bank syariah di sejumlah negara.
Siti Fadjriah tidak hanya pandai mengajar ngaji dan dakwah tetapi juga mengamalkannya. Apa yang ia katakan, ia lakukan dengan cermat dan sungguh-sungguh. Saat pertama kali akan bekerja di Bank Indonesia, Siti Fadjriah terlebih dahulu bertanya kepada beberapa orang, terutama ulama.
Ada seorang kiai yang berkata padanya, ”Boleh saja bekerja di BI, tapi jangan mencuri waktu.” Pesan kiai itu selalu diingat betul oleh Siti Fadjrijah. ”Kita digaji untuk bekerja delapan jam sehari. Kalau jumlahnya kurang dari itu, berarti rezeki kita ada yang tidak halal,” kata anggota Dewan Pengurus Nasional-Ikatan Akuntansi Indonesia.
Menurutnya, kalau seorang hamba dekat dengan Allah dan berusaha maksimal, tidak perlu neko-neko, hidupnya dijamin. ”Karena itu, kalau bekerja, bacalah basmallah, niatkan ibadah, Allah pasti membalas. Pimpinan kita akan dibisiki oleh Tuhan agar mengangkat posisi atau derajat kita,” tegas perempuan yang penampilan sehari-harinya tak pernah lepas jilbab itu. Dia yakin, rezeki itu Allah yang atur.
”Biar jungkir balik, kalau memang bukan rezeki kita, tidak akan pernah sampai kepada kita. Karena itu, untuk apa jungkir balik? Apalagi rezeki itu tidak dibawa mati. Hadits Nabi mengatakan, hanya tiga hal yang dibawa mati, yakni sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakan orangtuanya,” urainya.
Lulusan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) Angkatan XVIII (1993) ini juga sering berkata kepada anak buahnya. ”Niatkan kerja itu sebagai ibadah, supaya kalaupun tidak dapat dunianya (jabatan dan sebagainya-red), tetap dapat akhiratnya.” Dia menambahkan, kalau pangkat tidak naik-naik, tidak usah sakit hati. ”Saya yakin, kalau kita dekat dengan Allah, semua akan lancar. Semua bisa tercapai. Hal itu sudah saya sudah buktikan,” kata perempuan yang mengawali karirnya di Bank Indonesia sebagai Staf di Bagian Pemeriksaa Bank-UPPB (1979).
Pengalaman hidup Siti Fadjrijah membuktikan, dia sering naik pangkat tanpa diduganya. Tiap kali naik pangkat, ia selalu mengevaluasi diri. ”Saya sedang diuji dengan jabatan, apakah saya makin takut dan tunduk kepada Allah, atau tidak? Waktu saya masih jadi staf biasa, saya selalu rutin shalat Tahajud. Apakah setelah naik jabatan, masih tetap rutin shalat Tahajud?” tutur wanita yang gemar melahap buku-buku keislaman sejak masih remaja. Karena itulah, Siti Fadjrijah sangat hati-hati betul menyangkut soal kerja dan rezeki. ”Saya tidak mau keluarga saya mendapatkan rezeki haram dari saya. Rezeki tersebut harus jelas kehalalannya.”
Siti Fadjriah tak hanya memperhatikan lingkungan kerja dan tempat tinggalnya. Ia pun selalu memperhatikan keadaan di dalam rumah tangganya, khususnya anak-anaknya. ”Saya mengajarkan anak membaca Alquran sampai mereka bisa, baru kemudian saya memanggil guru mengaji. Hanya dua hal yang selalu saya ingatkan kepada anak-anak saya, yakni belajar, shalat, dan mengaji,” kata ibu tiga anak itu.
Saat berada di rumah, Siti Fajriah betul-betul menjadi seorang ibu. ”Kalau saya di rumah, orang tidak akan menyangka saya pejabat. Saya ikut belanja ke pasar. Saya pun membersihkan kamar mandi. Saya tidak merasa jabatan itu jadi beban. Jabatan itu di kantor, di rumah saya adalah ibu rumah tangga.”Dia menambahkan, ”Saya merasa salut sekali kepada Siti Khadijah (istri Rasulullah, {red}). Beliau seorang wanita yang kaya raya, seorang bos, namun begitu menikah dengan Muhammad, dia sangat berbakti.”
Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan
Siti Chalimah Fadjriah terpilih sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan (9/5/05) menggantikan Aulia Pohan yang telah pensiun. Komisi XI DPR memilih Fadjriah secara mutlak melalui aklamasi dalam sebuah rapat tertutup yang hanya memakan waktu sekitar satu jam.
Menurut Ketua Komisi XI Paskah Suzetta di Gedung DPR hari Senin (9/5/2005), keputusan secara aklamasi dan tanpa melalui mekanisme pemungutan suara baru kali ini terjadi dalam DPR hasil Pemilu tahun 2004. Seluruh 56 anggota Komisi XI yang hadir bersepakat mendukung Fadjriah. Biasanya DPR dorong-mendorong saat mengambil keputusan.
Fadjriah terpilih secara mutlak karena seluruh anggota Komisi XI memiliki persepsi yang sama bahwa Fadjriah dianggap memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bidang pengawasan perbankan daripada calon lainnya, Direktur Mikro dan Ritel Bank BRI Krisna Wijaya.
“Fadjriah juga memenuhi semua persyaratan sesuai UU No 3 Tahun 2004 tentang BI, yaitu memiliki integritas, kemampuan, dan moralitas yang tinggi. Selain itu, Fadjriah dalam keadaan sehat, memiliki NPWP, dan menyerahkan laporan harta kekayaan,” katanya.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo menuturkan, sebelum rapat persetujuan, semua fraksi telah sepakat memilih Fadjriah.
Menurut dia, Komisi XI lebih menghendaki perbaikan BI secara bertahap, tetapi tegas yang diwakili figur Fadjriah ketimbang perombakan total yang kemungkinan bisa terjadi jika memilih Krisna. “Perombakan total akan memberikan guncangan yang terlalu besar di BI, sementara sektor perbankan saat ini juga sedang terguncang,” ujarnya.
Seiring dengan persetujuan kepada Fadjriah, Komisi XI juga melampirkan harapan terhadap kinerja pengawasan perbankan di masa mendatang.
“Komisi XI mencatat masih cukup besar permasalahan di perbankan, dilihat dari banyaknya kasus kejahatan perbankan. Karena itu, diharapkan BI dapat meningkatkan pengawasan, terutama menyangkut tiga hal, yaitu memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku kejahatan perbankan, lebih serius mengawasi arus uang antarperbankan, dan memperketat perizinan untuk mencegah pelanggaran,” ujar Paskah.
Dradjad menambahkan, sebenarnya BI tidak memiliki problem dalam mengindikasi pelanggaran perbankan. “Namun, saat ingin memberi sanksi tegas, BI selalu gamang,” katanya.
Dia juga mengatakan, meskipun sudah ada PPATK, arus lalu lintas uang di perbankan belum termonitor dengan baik. Akibat tidak termonitor, penjahat perbankan akan mudah memindahkan dananya dari satu bank ke bank lain, bahkan ke luar negeri.
Fadjriah mengatakan, untuk mewujudkan harapan DPR tersebut, dirinya mengharapkan bantuan dari asosiasi perbankan. “Asosiasi bankir harus lebih aktif berperan dalam mengembangkan kode etik yang wajib diikuti bankir,” kata Fadjriah.
Ketua Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) Sigit Pramono mengatakan, Deputi Gubernur BI terpilih diharapkan dapat lebih interaktif dalam melakukan pengawasan perbankan. “Artinya, baik yang diawasi maupun pengawas harus ada komunikasi yang baik. Harus ada dialog sebab sering terjadi perbedaan persepsi antara kedua belah pihak,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pengawasan perbankan masih memerlukan banyak perbaikan. “Strategi yang bisa dilakukan adalah melaksanakan arah kebijakan dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yakni dengan melakukan konsolidasi perbankan, yakni memperkecil jumlah bank. Dengan demikian, pengawasan akan lebih gampang,” katanya. at