Raja Kerajaan Palembang yang anti campur tangan asing ini berulang kali memukul mundur pasukan Belanda dan Inggris. Karena perjuangannya melawan penjajah, ia hidup dalam pengasingan selama 31 tahun.
Jabatannya sebagai Wakil Tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) digunakannya untuk mempengaruhi negara-negara lain agar membantu perjuangan Indonesia membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Tuanku Imam Bonjol (TIB) (1722-1864), yang diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkam SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973, adalah pemimpin utama Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Semasa hidup, Prof. Dr. Hazairin, SH dikenal sebagai pakar hukum adat yang produktif. Ia pernah ikut bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan, menjadi dosen dan Guru Besar di sejumlah universitas, menulis banyak buku, dan turut serta melakukan pembinaan hukum nasional. Dalam dunia politik, ia pernah mendirikan partai dan menjadi Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
Meski suasana sedang sulit dan genting, ia terus berjuang mempertahankan keberadaan pemerintah sipil di kota Padang. Perjuangannya terhenti setelah Belanda menjebak lalu membunuhnya.
Pahlawan nasional Indonesia asal Nusa Tenggara Timur pertama ini dikenal aktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Selama penjajahan Jepang, ia turut memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia melalui surat kabar asuhannya 'Timor Syuho'. Dukungan terhadap kedaulatan RI pasca proklamasi ditunjukkan saat ia terlibat sebagai anggota parlemen dan menteri di Negara Indonesia Timur (NIT).
Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun, ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, Panglima Besar TKR/TNI, ini tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.
Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, pejuang dari Kerajaan Melayu-Riau ini berulangkali mematahkan serangan pasukan kolonial. Perjuangannya terhenti setelah ia tewas tertembus timah panas.
Di usianya yang masih muda belia, ia sudah berjuang melawan Belanda. Berbagai upaya yang dilakukan Belanda gagal karena kegigihannya bertempur. Ia akhirnya tewas akibat penghianatan saudara sebangsanya.
Setelah proklamasi kemerdekaan, ia menyatakan bahwa kerajaannya merupakan bagian dari negara RI. Bahkan untuk menyatukan sikap menentang kembalinya kekuasaan Belanda, ia memprakarsai pertemuan raja-raja Sulawesi Selatan di Watampone pada September 1945.
Akhir hidup pemuda patriotik ini sangat dramatis. Di hadapan regu penembak Belanda, ia menolak matanya ditutup dengan kain. Sebelum butiran peluru menembus dadanya, ia memekikkan teriak "Merdeka!"
Sebagai seorang pejuang yang gigih dan berpendirian teguh, ia tidak mau didikte oleh penjajah Belanda. Dalam beberapa kali kejadian, ia tidak hanya menahan serangan Belanda, tapi justru yang memulai perang.
Sugiono seorang prajurit pembela Pancasila yang menjadi korban kekejaman komunis. Ia kehilangan nyawanya karena memberikan latihan-latihan militer kepada mahasiswa untuk menghadapi kegiatan PKI.
Jabatannya sebagai Wakil Tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) digunakannya untuk mempengaruhi negara-negara lain agar membantu perjuangan Indonesia membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.