Nasionalis Sejati dari Sulawesi
Pajonga Daeng Ngalle
[PAHLAWAN] Sebagai wujud kesetiaannya terhadap RI, ia menyediakan wilayah kekuasaannya, Polongbangkeng sebagai pusat gerakan di Sulawesi untuk menggantikan kota Makassar. Ia juga membentuk laskar Gerakan Muda Bajoang sebagai wadah perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kedaulatan RI.
Putra pasangan Hajina Daeng Massaung dan Karaweng Danga Rimangkura ini lahir di Polongbangkeng pada tahun 1901. Perjuangannya dalam mendukung pemerintah RI di Sulawesi ditunjukkannya saat mengikuti konferensi raja-raja se Sulawesi Selatan di Yogyakarta. Konferensi yang dihadiri sejumlah bangsawan Sulawesi lainnya, seperti Andi Mappanyuki (Bone), Andi Djemma (Luwu), Andi Bau Massape (Sup Pare-Pare), serta Andi Pangeran Pettarani itu merumuskan satu resolusi yang mendukung pemerintah RI di Sulawesi sebagai satu-satunya pemerintah yang sah di bawah Gubernur Sam Ratulangie.
Ia juga mengumumkan Polongbangkeng sebagai wilayah de facto negara RI. Raja Pajonga Daeng Ngalle memang seorang nasionalis sejati. Berkat resolusi tersebut, strategi yang kerap dijalankan Belanda terhadap rakyat Sulawesi, yakni divide et impera (membagi dan menguasai) atau yang lebih dikenal sebagai politik “adu domba” akhirnya pupus.
Menghadapi pemerintah Belanda yang ingin mengembalikan pemerintahan jajahan, Pajonga Daeng Ngalle menjadikan wilayah Polongbangkeng sebagai pusat gerakan menggantikan kota Makassar yang pada saat itu sudah tidak aman. Polongbangkeng pun menjadi pusat kegiatan sekaligus wadah bersatunya para tokoh pemuda perjuangan dari sejumlah daerah di Sulawesi, seperti Makassar, Takalor, Gowa, dan Banteng.
Pajonga Daeng Ngalle kemudian membentuk laskar Gerakan Muda Bajoang sekaligus berperan jadi ketuanya. Laskar tersebut difungsikan sebagai wadah perjuangan bersenjata guna mempertahankan kedaulatan. Ia memang salah satu tokoh yang memiliki prinsip yang tak mudah digoyahkan, termasuk ketika ia memutuskan untuk tidak membuka jalan kompromi dengan Belanda.
Pada bulan Juli 1946 diadakan Konferensi Malino yang diprakarsai oleh Dr. H. J. van Mook dengan tujuan membentuk negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia Timur (NIT). Laskar Lipan Bajoang Pajonga Daeng Ngalle pun melakukan konferensi antarlaskar se-Sulawesi Selatan untuk menyatukan visi, strategi dan kekuatan perjuangan. Sebanyak 19 laskar yang hadir pada saat itu kemudian membentuk LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan Ranggong Daeng Romo sebagai ketua, sementara Robert Walter Monginsidi bertindak sebagai sekretarisnya.
Atas jasa-jasanya pada negara, H. Pajonga Daeng Ngalle Karaeng Polongbangkeng diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 085/TK/Tahun 2006, tanggal 3 November 2006. e-ti | tl