
[PAHLAWAN] Melalui organisasi wanita Aisyiah, Siti Walidah atau Nyi Ahmad Dahlan sangat membantu perjuangan kemerdekaan. Di awal revolusi, ia menganjurkan kaum wanita untuk mendirikan dapur umum. Ia juga rajin bertukar pikiran tentang perjuangan dengan Presiden Soekarno dan Jenderal Sudirman.
Sebagai istri dari seorang pejuang dan ulama besar, Siti Walidah atau yang lebih dikenal dengan Nyi Ahmad Dahlan sangat berperan membantu suaminya KH Ahmad Dahlan dalam perjuangan kemerdekaan serta pengembangan organisasi Muhammadiyah. Sebagai istri yang setia, ia banyak memberi dukungan moril.
Pernikahannya dengan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan memberinya kesempatan untuk menimba ilmu dari sang suami. Tak hanya menjalankan perannya sebagai seorang istri, ia juga membantu suaminya mengembangkan Muhammadiyah dengan berdakwah ke sejumlah daerah. KH Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai sosok pembaru Islam, membuatnya banyak dikecam masyarakat. Siti Walidah bahkan pernah mendapat ancaman akan disandera dan suaminya akan dibunuh kalau berani datang ke Banyuwangi.
Akan tetapi ancaman tersebut tak sedikitpun menyurutkan langkah pasangan suami istri itu yang tetap datang ke Banyuwangi. Selain mengembangkan Muhammadiyah, ia juga memperjuangkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Ia menginginkan agar kaum hawa juga mendapatkan kesempatan yang sama untuk maju.
Tahun 1918, Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah bagian wanita. Walaupun tanpa anggaran dan peraturan lain, organisasi itu telah menyelenggarakan kegiatan untuk mengasuh anak yatim. Kemudian atas nasehat dari Haji Muchtar, seorang anggota penting di Muhammadiyah, nama organisasi itu diubah menjadi Aisyiah yang memiliki peraturan-peraturan dan pengurus tetap. Kepemimpinan Aisyiah diserahkan ke tangan Nyi Ahmad Dahlan. Namun dalam perjalanan selanjutnya, Nyi Ahmad Dahlan hanya menjadi penasihat dan pelindung Aisyiah.
Untuk memberikan pendidikan bagi kaum wanita, ia kemudian menyarankan agar Aisyiah mendirikan asrama-asrama untuk para pelajar putri. Di asrama itu mereka dididik dengan ilmu agama kemasyarakatan. Rasa kebangsaan juga tak luput ditanamkan agar kelak mereka dapat berperan aktif dalam pergerakan nasional.
Sebagai mubalighat, Nyi Ahmad Dahlan berbicara jelas dan fasih. Beberapa kali tokoh wanita ini memimpin kongres dengan sukses. Hingga kongres Aisyiah ke 23 pada tahun 1934, ia masih memimpin. Namanya semakin tersohor ketika kongres Aisyiah di Surabaya. Ia tak pernah mengenyam pendidikan di sekolah umum, karena pada waktu itu perempuan belum mendapatkan kesempatan. Siti Walidah sebagaimana anak-anak perempuan lainnya pada masa itu diharuskan tinggal di rumah, dipingit sampai datang saatnya untuk menikah.
Namun walaupun begitu, ia mampu memimpin kongres berskala cukup besar tersebut. Hal tersebut menambah kekaguman masyarakat.
Di masa awal revolusi, di usianya yang mulai senja, ia tetap giat membantu perjuangan. Untuk mendukung tentara yang sedang bertempur di medan perang, ia menganjurkan kaum wanita untuk mendirikan dapur umum. Para pemuda pun ditempa agar terus berjuang mempertahankan kemerdekaan. Siti Walidah juga dikenal sebagai salah satunya tokoh wanita yang rajin bertukar pikiran tentang perjuangan dengan Presiden Soekarno dan Jenderal Sudirman.
Di usianya yang ke 74 tahun tepatnya pada 31 Mei 1946 ia menghembuskan nafas terakhirnya di Yogyakarta. Ia kemudian dimakamkan di sana.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Nyi H. Siti Walidah Ahmad Dahlan diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.042/TK/Tahun 1971, tanggal 22 September 1971. e-ti