Dekat dengan Allah
Marissa Haque
[SELEBRITI] Marissa Haque, yang tidak pernah pergi jauh dari dunia perfilman, kemudian masuk dalam dunia politik. Dia menjadi anggota legislatif PDI-P dari daerah pemilihan Bandung. Sebelumnya selama tiga tahun dia di Amerika menempuh kuliah S2 di Jurusan Film dan Televisi Internasional di Universitas Ohio, AS, sembari bermunajat (mendekatkan diri) kepada Allah swt, mengurus suami dan dua orang putrinya dan mengajar.
Marissa Haque lahir di Balikpapan, 15 Oktober 1962. Nama lengkapnya adalah Marissa Grace Haque, ayahnya Allen Haque berdarah Belanda-Perancis dan beragama Katolik, sedangkan ibunya Nike Suharyah binti Cakraningrat berasal dari Sumenep Madura Jawa Timur dan beragama Islam. Sementara kakeknya berasal dari India dan beragama Islam, dan neneknya keturunan Belanda-Perancis beragama Kristen. Menikah dengan Rocker Ikang Fawzi pada 12 April 1987.
Sedari belia, selain sekolah sebagai kewajiban utama-nya, Icha —demikian ia disapa— mengisi waktu luangnya dengan kegiatan menari dan menyanyi dalam sanggar “Swara Mahardika” pimpinan Guruh Soekarno-putera. Namun rupanya, dunia yang ia selami itu terasa sempit, hingga akhirnya ia tertarik menjadi model iklan sebuah produk. Sejak saat itulah, wajahnya mulai dikenal oleh banyak orang.
Sutradara M.T. Risyaf kemudian mengajak Marissa main dalam film “Kembang Semusim” (1980). Talentanya yang besar dalam seni peran kemudian membuahkan hasil. Empat tahun kemudi-an, Marissa berhasil meraih Piala Citra sebagai Aktris Pembantu Terbaik di film “Tinggal Landas Buat Kekasih” (1984)
Semenjak itu, bintang Marissa kian bercahaya. Lewat aktingnya dalam film “Matahari Matahari” (1985), ia berhasil meraih penghargaan sebagai Aktris Terbaik pada Festival Film Asia Pasifik 1987. Tak lama kemudian, main bersama suaminya, Ikang Fawzi, dalam film “Biarkan Bulan Itu” (1986), ia dinobatkan sebagai Aktris Terbaik di ajang Festival Film Indonesia.
Tak puas hanya sebagai pemain, ia mulai menjajal kemampuannya sebagai produser. Dari tangan dingin ibu dari dua puteri ini, terlahir film “Sepondok Dua Cinta” (1990) dan “Yang Tercinta” (1991). Semenjak itu, ia mulai tertarik untuk memproduksi sejumlah sine-tron. Salah satu yang berha-sil adalah sinetron “Salah Asuhan” (1993) yang meraih Piala Vidia sebagai mini seri terbaik versi Festival Sinetron Indonesia 1994.
Tidak lama kemudian, Marissa perlahan-lahan mulai mengurangi kegiatannya di dunia perfilman. Ia lebih banyak bermunajat (mendekatkan diri) kepada Allah swt bahkan mengikuti tarekat Naqsabandiyah-Saziliyah.
Puncak kehidupan spiritual Marissa terjadi pada tahun 1993 dan saat itu ia bersama Ikang Fawzi berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sebagaimana pengalaman ajaib dan misterius dalam berhaji, Marissa juga membuktikan hal itu. Sepanjang proses ibadah haji tersebut ia merasa ada keagungan Allah swt yang membimbing dirinya dan seluruh jamaah haji yang berjubah serba putih untuk berlomba-lomba menuju pada keagungan-Nya.
Sepulang dari haji Marissa terus berusaha dan mencoba istiqomah beribadah dengan berjilbab dan belajar agama. Dan kerinduannya terhadap keagungan Allah swt dan Rasulullah Saw itu kembali diwujudkan melalui ibadah haji pada tahun 1994. Ia percaya bahwa dengan mengikuti ajaran agama seseorang akan dijamin kehidupannya lebih baik, aman dan tenteram.
Dengan berjilbab dan mentaati ajaran agama, ia selalu merasa lebih dekat kepada Allah swt, lebih aman dan terhindar dari pelecehan seksual maupun diskriminasi gender (perbedaan jenis kelamin). Untuk itu, ia ingin mengabdi kepada agama melalui pendidikan, ilmu seni dan budaya yang ia miliki. Sedangkan dalam kehidupan keluarganya Marissa berharap menjadi keluarga yang sakinah, penuh ramat, setia kepada suami, seperti indahnya keluarga Nabi Muhammad Saw. mlp