Violinist Berkarakter
Maylaffayza
[SELEBRITI] Ia tetap teguh menekuni musik biola meski menyadari pilihannya itu tidaklah lazim di Indonesia. Bagi perempuan yang suka menulis blog ini, biola sebuah instrumen musik modern yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mesti dimainkan dengan hati. Ia juga memiliki bakat-bakat seni lainnya, seperti menyanyi, menulis, seni drama musikal, tari, dan akting.
Jika di Inggris ada Vanessa Mae, di Indonesia ada artis bernama Maylaffayza, seorang violis wanita berbakat yang sukses menggabungkan biola pop, klasik, dan genre musik lain terutama black music ke dalam lagu-lagu ciptaannya.
Perempuan cantik ini terlahir dengan nama lengkap Maylaffayza Permata Fitri Wiguna, nama depannya yang unik itu diambil dari kalimat bahasa Inggris “my love” yang kalau dilafalkan dalam bahasa Indonesia menjadi maylaf.
Sementara untuk mempelajari biola, ia langsung berguru pada master biola Indonesia, Idris Sardi. Gaya permainan dan jenis musik yang dimainkannya bernuansa modern dan dinamis. Idris, diakui Fay memang sangat berperan dalam pembentukan karakternya sebagai violis. Terlebih lagi biola bukanlah instrumen yang mudah untuk dimainkan. Tapi baginya, kesulitan itulah yang justru mendorong dirinya menjadi seorang violis ternama.
Fay sangat sadar, pilihannya pada biola memang bukan pilihan yang lazim di Indonesia. Apalagi kemudian imej yang terbentuk adalah mewah, berkelas atau bahkan complicated music. “Yah, main biola memang tidak mudah. Kalau sekadar bisa sih banyak. Tapi yang memainkan dengan hati mungkin tidak banyak,” tambah mantan Media Relations Officer di Institut Musik Daya ini.
Memilih musik dan alat musik yang “tidak lazim” di industri musik, Fay sadari perlu kerja keras untuk memberi “pencerahan” pada masyarakat penikmat musik. “Sebenarnya dengan aku tampil selalu dengan biola dan membawakan karya-karya yang aku buat, itu menjadi satu jalan untuk memberi pembelajaran pada masyarakat kok,” katanya.
Fay mengakui, kadang-kadang merasa aneh lantaran nyaris tidak ada kawan seiring di ranah biola yang dipilihnya sebagai dasar bermusiknya itu. “Aku seperti makhluk asing yang berjalan sendiri,” ujarnya beranalogi. Apalagi pola pikir masyarakat juga masih menganggap pemain biola sebagai tempelan semata. “Mungkin malah masih ada yang menganggap sinis pemain biola,” imbuh pemilik tinggi badan 168cm itu.
Tahun 2000, Fay mulai terjun ke dunia hiburan sebagai violis profesional. Setelah delapan tahun, Fay yang lahir di Jakarta 10 Juli 1976 itu baru meluncurkan album perdananya di tahun 2008. Album yang judulnya diambil dari nama depannya itu, menekankan bahwa instrumen biola merupakan instrument yang modern, segar, berani dan inovatif. Suatu instrumen yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Permainan biola dari biola elektriknya yang upbeat dikombinasikan dengan irama hip hop dan R&B tertuang di 5 lagu instrumental.
Fay, begitu ia biasa disapa sudah memulai kecintaannya pada biola sejak umur 9 tahun. Di saat anak perempuan sebayanya tengah asyik bermain boneka atau permainan lainnya, Fay justru sudah serius menghabiskan waktunya untuk latihan. Tak hanya berlatih instrumen, Fay juga mengasah kemampuan vokalnya. Dalam belajar vokal, Fay menimba ilmu vokal pada nama-nama beken seperti Elfa Secioria, Bertha, dan Catherine Leimena.
Fay menyebut genre musiknya sebagai pop-crossover. Seperti banyak musisi lainnya yang telah meraih sukses di dalam negeri, Fay juga memendam keinginan agar suatu saat karyanya dapat menembus pangsa pasar internasional. Di album ini ia juga bertindak sebagai music director, music producer, music arranger, termasuk membuat sendiri komposisi biola, dibantu oleh sang guru, Idris Sardi.
Lamanya proses penggarapan albumnya itu semata-mata karena ia memang menginginkan satu hasil yang bagus. Namun, bukan berarti ia orang yang perfeksionis. Ia mengaku hanya ingin karyanya bisa memuaskan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. “Saya lebih suka menyebutnya, detil!” tegas putri kedua pasangan Taufik Wiguna dan Tuty Rochyati ini. Contohnya, untuk menggarap string section-nya saja, Fay butuh 69 track. “Kalau imejnya mahal, karena memang mahal kok mengerjakannya,” ujar Fay tanpa bermaksud tinggi hati.
Meski cenderung dipengaruhi musik-musik Barat, Fay tetap menyisipkan budaya Indonesia. Lagu daerah asal Aceh, Bungong Jeumpa misalnya, ia beri sentuhan modern dengan nuansa African-American rhytm seperti hip hop yang kental dengan bassline, drums, dan handclap yang khas. “Aku ngumpulin referensi musik tradisional dari seluruh Indonesia karena aku ingin ada patahan-patahan dari banyak musik tradisional, tapi tetap terdengar modern. Meskipun aku jamin, musik itu hanya ada di Indonesia,” tutur jebolan Desain Produk Industri Universitas Trisakti itu.
Selain bermusik, Fay juga memiliki bakat menulis. Tapi, tulisannya tidak dituangkan dalam bentuk buku, melainkan di blog atau yang lebih dikenal dengan istilah blogger. Di blog pribadinya, ia bebas mengutarakan segala hal yang menurutnya dapat memberikan manfaat kepada siapa pun yang membacanya. Tak sebatas mengenai musik yang selama ini memang merupakan bidang keahliannya, di blog pribadinya itu Fay juga memberikan motivasi dan inspirasi tentang kehidupan.
Untuk mendukung tulisannya agar tidak terkesan kering, Fay banyak menggali wawasannya dengan membaca. Buku-buku bacaannya memiliki tema yang beragam, mulai dari musik, sastra, manajemen, bisnis, kesehatan, hingga buku agama, yang semuanya berbahasa Inggris. Bahkan Fay juga sangat menikmati membaca Alquran dengan teks bahasa Inggris. “Lebih indah dari Shakespeare!” kata Fay menggambarkan kekagumannya.
Selain masih sering tampil menunjukkan kepiawaiannya menggesek biola, Fay juga disibukkan dengan kegiatan seni lain seperti drama musikal, tari, vokal dan akting, juga mengisi soundtrack film. Di samping itu, Fay juga terus meningkatkan pendidikannya. Setelah meraih S1, ia melanjutkan studinya ke jenjang S2 di bidang Creative Media Enterprise di IKJ (Institut Kesenian Jakarta) dan IDS (International Design School).
Pada 19 Desember 2010 silam, istri Yasha Chatab ini mendapat tawaran untuk menggelar pertunjukkan di Tokyo, Jepang. Di saat yang sama, Fay juga menjadi juri tamu dalam Indonesia Pop Band Competition 2010 di negara bunga sakura itu. Senang sekali diminta menjadi juri sekaligus tampil sebagai show utama acara Indonesia Pop Band Competition,” tutur wanita yang melepas masa lajangnya pada 14 Desember 2008 itu.
Selain memperkenalkan musiknya, Fay juga membawa kebudayaan Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari segi penampilan, ia tampil mengenakan gaun batik yang sangat unik, anggun dan megah. “Saya selalu bercita-cita bisa membuat harum Indonesia di negara orang agar mereka bisa melihat kelebihan Indonesia. Alhamdulillah Tuhan mewujudkan niat saya tersebut,” ungkapnya penuh haru. e-ti | muli, red