Seni Manajemen Felia Salim

Felia Salim
 
0
587
Felia Salim
Felia Salim | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Ruang kerja di lantai 29 gedung pusat Bank BNI di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, itu terasa lapang. Di ruang utama ada satu meja panjang yang bersih dari tumpukan berkas, satu set sofa tamu, dan satu meja kecil penuh berisi tumpukan map.

Di situ berkantor Felia Salim, Wakil Direktur Utama Bank BNI. Ruangan itu mencerminkan sosoknya. Felia mengatakan, dia suka bekerja efisien. Rapat, misalnya, tidak perlu berkepanjangan, kalau bisa cukup satu jam karena tiap peserta sudah siap dengan bahan yang akan dibahas.

Kami berbincang September lalu sebelum siangnya Jakarta merasakan getaran gempa yang berpusat di selatan Tasikmalaya, Jawa Barat. “Saya sudah dua kali merasakan gempa besar di gedung tinggi di Jakarta,” kata Felia kemudian.

Felia yang menjadi wakil dirut pada Februari 2008 menyebut, saat ini BNI dalam proses sangat menarik. Harga saham BNI yang konsisten meningkat dalam 4-5 kuartal terakhir menurut dia merupakan hasil kerja manajemen menyeimbangkan antara menghadapi krisis keuangan global dan keharusan tumbuh serta berkembang di tengah pergeseran orientasi bank ini.

“Kami dalam proses bergeser dari orientasi pada produk menjadi orientasi pada nasabah,” kata Felia.

Sekarang tiap titik kantor bisa melayani berbagai jasa sesuai dengan kebutuhan nasabah, sementara dulu kantor-kantor cabang hanya melayani produk, misalnya hanya kredit.

“Perubahan cukup mendasar. Tantangannya, bagaimana agar kapal tidak oleng. Ini seni. Managing is an art. Itu tidak bisa dipelajari di buku teks. Tiap organisasi punya budaya perusahaan yang mendarah daging. Apalagi BNI yang namanya sudah menunjukkan tahun kelahirannya, 1946. Makanya saya sebut menarik,” jelas Felia.

Tantangan

Felia mendapat tugas mendukung tugas dirut mengurusi perbankan secara menyeluruh dan sebagai chief risk officer. Selain terus memantau proses perubahan, bersama tim direksi Felia juga membangun sistem peringatan dini. Caranya, membentuk tim yang anggotanya sangat senior untuk terus mengambil “gambar” dari kantor cabang secara acak.

“Dengan snapshot, kami lebih cepat mendiagnosis mendalam, mulai dari proses kredit sampai kemampuan SDM menangani proses. Di sini sifatnya bukan mencari kesalahan, tetapi mendeteksi dini dan memberi kesempatan memperbaiki,” papar Felia tentang tiga proyek panduan yang dimulai awal 2009 tersebut.

Advertisement

Perubahan orientasi itu menuntut pelatihan ulang semua karyawan, termasuk 3.000 orang manajemen tingkat menengah ke atas pada tahun ini. Mentransformasi budaya kerja di lembaga yang usianya cukup panjang tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Ada kebanggaan karyawan pada warisan sejarah lembaga yang tidak ditemui di tempat lain.

“Nasionalismenya tinggi sekali. Tergantung bagaimana melihatnya. Kalau saya, karena ada budaya yang sangat kuat, itu justru menjadi perekat karena cukup homogen. Jadi, ketika yakin dengan suatu proses perubahan, ramai-ramai akan berubah,” papar Felia. “Saya melihat tantangan ini sebagai peluang.”

Suara hati

Setamat SMAN XI Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Felia sempat masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sebelum mengikuti ayahnya, Ferdy Salim, diplomat karier dan dubes di Venezuela, Mesir, dan Brunei, ke Kanada. Di sana Felia menyelesaikan pendidikan S-1 bidang ekonomi dan S-2 bidang ilmu ekonomi-politik.

Di Jakarta, Felia mengawali karier di Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, lalu ke Citibank, kemudian perusahaan sekuritas Jardin Flemming Nusantara. Karier Felia terus melejit dan sebelum menjadi Wakil Dirut BNI dia empat tahun menjadi komisaris di bank tersebut.

Saat usianya akhir 20-an tahun, Felia sempat memutuskan tiga tahun absen dari dunia keuangan untuk keliling Indonesia timur. Bersama tim Yayasan Sejati, Felia ke pedalaman Papua, Sulawesi, dan Maluku, mendokumentasikan kearifan lokal.

“Saya pikir, kapan lagi. Waktu muda lebih berani ambil risiko, doing something crazy. Ke pedalaman Papua, ke Wamena, mana terpikir takut naik pesawat tanpa sabuk pengaman, ke Maluku Tenggara naik kapal kopra. Orangtua saya bijaksana. Almarhum Ayah bilang, ‘Are you sure you want to quit your good job?’ dan Ibu mengatakan, biarkan dia mengikuti suara hatinya.”

Sebagai perempuan, Felia mengakui, pada posisi manajemen tingkat menengah perempuan harus bekerja dua kali lebih keras daripada laki-laki, tetapi semakin ke atas semakin tidak ada pembedaan.

“Perempuan saya lihat detail, jauh lebih sabar. Karena tidak ada beban, tidak ada pamrih, imbalan, jadi lebih enteng menghadapi pekerjaan. Tidak hitung-hitungan, lebih bersedia membantu yang kadang bukan tugasnya. Di mana saya berada, itu yang berkali-kali terjadi,” ungkap anak ketiga dari lima bersaudara itu.

Sebagai perempuan pertama berjabatan Wakil Dirut BNI, menurut Felia, pada posisi senior management yang lebih penting adalah rasa apakah yang dikerjakan baik, bermanfaat untuk yang disentuh dan diri sendiri, selain dalam prosesnya merasakan sebagai keputusan yang baik.

Ungkap Felia, “Bukan hanya rasio, tetapi juga intuisi yang dilatih melalui pengalaman panjang dan mengasah kepekaan terhadap orang dalam arti lebih mengerti orang: tiap orang punya ketakutan, kekhawatiran. Ini barangkali perbedaan (antara perempuan dan laki-laki). (Perempuan) lebih merangkul. Semua saya lakukan dengan compassion, passion, ada hati di situ. Kalau tidak merasa pas, saya tidak mau melangkah. Itu sebabnya tidak merasa ada beban.”

***

Menguliti Diri Sendiri

Untuk Felia Salim, hidup adalah keseimbangan. “Saya mengusahakan selalu sadar tentang sekitar, yang sekarang, dan semua yang saya kerjakan, betapa pun besar atau kecilnya pekerjaan itu. Contohnya, kita butuh tidur tujuh jam sehari. Itu harus kita alokasikan tiap hari, bukan dibayar pada akhir pekan. Selalu dalam keseimbangan, selalu in moderation,” jelas Wakil Direktur Utama Bank BNI ini.

Praktisi yoga ini menerbitkan buku yang ditulis bersama performing artist dan guru yoga, Ines Somellera, dan fotografer Desi Harahap pada 9 Oktober 2008. Buku ini, Hints, awalnya hanya ingin berbagi pengetahuan tentang yoga, tetapi dalam perjalanannya menjadi buku penggalian diri sendiri, melepaskan ego, kerendah-hatian, humility.

Bagian pertama berisi 11 hints tentang pengalaman dan persoalan yang dihadapi orang di mana pun dan kapan pun, ditulis Ines. Bagian kedua proses mengenali diri sendiri memakai metafora yoga, berbentuk puisi. Felia mengisi bagian kedua.

On the travels of the man of the gnosis, he should know his place of beginning and his place of return: where he came from and where he is going./ There is no beginning or end to the journey into self-knowledge. It unfolds from the premise of faith:/ that of ‘The Unity of existence’ and that of ‘Union’./ This is the first journey… the journey of Self-Knowledge.

Begitu Felia mengawali puisinya di halaman 42. Dia menutupnya dengan: The movement of the journey is Love, The reason of the journey is Love, And Love is the movement of Beauty, Beauty is the aim.

Buku terbitan Mizan ini berwarna broken white, berdesain minimalis, tebal 117 halaman, berisi foto Ines dalam berbagai posisi yoga di Desa Tarung di Sumba Barat, Waingapu di Sumba Timur, Ubud di Bali, Candi Borobudur di Jawa Tengah, dan Taman Sari di Yogyakarta.

“Buku ini kami kerjakan tiga tahun. Kelihatan kecil, sederhana, ternyata… it took blood, sweat, and tears… merangkumnya,” papar Felia yang mendapat tugas membuat kerangka buku dan merangkum.

Dalam upaya selalu berkesadaran, Felia mengatakan prosesnya terjadi melalui pencarian diri sendiri dan menjalani hidup. Dia mengibaratkan, ketika semua usaha sudah dilakukan, tetapi hasilnya berbeda dari yang diharapkan, itu artinya harus menyerahkan kepada yang menentukan hidup.

“Dari situ baru bertanya, saya ini siapa, apa arti hidup saya, bisakah bermanfaat. Pertanyaan itu terus muncul sejak kita kecil, remaja, dan dewasa,” ujar Felia.

Dalam mencari jawaban itu, Felia mengaku tidak terlalu terjadi konflik. Yang terjadi—karena berhubungan dengan banyak orang—dia lebih dapat menerima orang apa adanya. “Itu harus dimulai dengan menguliti diri sendiri supaya bisa menerima orang apa adanya, melihat potensinya, dan mendorong mereka berkembang,” kata Felia. (NMP) e-ti

Sumber: Kompas, MInggu, 4 Oktober 2009 | Penulis: Ninuk Mardiana Pambudy

Data Singkat
Felia Salim, Wakil Direktur Utama Bank BNI, 2008 / Seni Manajemen Felia Salim | Wiki-tokoh | pendiri, kepala, direktur, perbankan, komisaris

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini