Vokal Bersuara
Marhany Victor Poly Pua
Ir Marhany Victor Poly Pua sudah tiga periode menjadi senator mewakili Sulawesi Utara. Para periode ketiga (2014-2019), dia masuk sebagai anggota DPD Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Aryanthi Baramuli Putri SH MH yang maju sebagai calon Walikota Bitung.
Pria kelahiran Manado, 29 Mei 1963 ini dikenal luas di tengah komunitas masyarakat Sulut. Mantan Direktur Politeknik Negeri Manado ini pun tidak perlu jor-joran berkampanye mempromosikan diri saat bersaing dalam Pemilu. Jadi, tidak heran bila dia berhasil menjadi anggota DPD selama tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2019).
Nama Marhany Victor Poly Pua termasuk dalam figur sentral yang selalu berjuang menolak Piagam Jakarta (The Jakarta Charter). “Konsep negara berdasarkan Pancasila sudah menjadi harga mati, sejak para pendiri republik ini ada. Tak usah dirubah-rubah lagi, dan ini juga aspirasi masyarakat Minahasa yang juga berperan dalam mendirikan republik ini,” katanya tegas.
Perjuangan Marhany Pua menolak Piagam Jakarta pernah ia wujudkan dalam mempelopori dilaksanakannya Kongres Minahasa Raya (KMR), yang dihadiri oleh Gus Dur, yang ketika itu menjabat sebagai RI-1. Bersama para anggota kongres, ia pun melakukan tekanan langsung ke DPR-RI untuk membawa hasil kongres tersebut. Keberaniannya itu pulalah yang membuat peraih penghargaan “Tokoh Penggerak Pembangunan Bangsa yang berprestasi” tahun 1998 ini mendapat dukungan komunitas masyarakat Sulut, yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani.
Saat menjalankan tugasnya sebagai anggota DPD, Marhany Pua tergolong vokal. Pada rapat dengar pendapat umum Komite II dengan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) di Gedung DPD, Jakarta, Senin (6/2/2017), Marhany Pua menyoroti tenaga kerja lokal Indonesia yang masih belum diberdayakan optimal di negerinya sendiri. Hal ini sangat miris karena minimnya keterlibatan tenaga kerja lokal pada perusahaan-perusahaan pertambangan asing di Indonesia. “Saya kira SDM kita apakah lemah di bidang tambang sehingga keikutsertaannya hanya sebatas pada tingkat buruh atau pesuruh. Kenapa tidak diikutkan pada jabatan-jabatan penting pada perusahaan-perusahaan tambang itu meskipun dikelola oleh asing,” ujar Marhany Pua.
Marhany Victor Poly Pua juga pernah mengkritik keras proyek kereta cepat yang di-groundbreaking Presiden Joko Widodo sekitar Januari 2016. Menurut Marhany Pua, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung senilai US$ 5,5 miliar, jelas-jelas tidak sesuai dengan Nawa Cita yang selalu digembar-gemborkan Presiden Jokowi.
Dalam Nawa Cita, kata Marhany Pua, menyatakan bahwa pembangunan di mulai dari pinggiran. “Saya apresiasi dengan strategi pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi, yakni Nawa Cita. Hanya saja, proyek ini (kereta cepat) jelas tidak sesuai dengan Nawa Cita. Karena pembangunannya bukan dari pinggiran. Karena kedua kota itu (Jakarta dan Bandung) adalah kota maju,” papar Marhany Pua saat Rapat Paripurna Luar Biasa DPD (Dewan Perwakilan Daerah) di Komplek DPR, Jakarta, Jumat (29/1/2016).
“Coba lihat di daerah-daerah terpencil sana. Untuk membangun jalan beraspal saja, tidak mampu. Padahal, warga di sana akan sangat gembira apabila bisa menikmati jalan beraspal,” lanjut Marhany Pua. Di mata Marhany Pua, proyek kereta cepat yang dibiayai Cina Development Bank (CDB) itu, tak lebih dari sebuah proyek elitis, politis dan pencitraan semata. “Jangan-jangan, proyek kereta cepat ini hanya bersifat elitis, politis dan pencitraan saja,” tegas Marhany Pua. Suka atau tidak, lanjut Marhany Pua, Indonesia belum terlalu mendesak untuk membangun kereta cepat. Justru yang harusnya masuk skala prioritas adalah pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur di daerah terpencil, khususnya Indonesia bagian timur. Untuk itu, Marhany Pua berharap Presiden Jokowi membatalkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Karena tidak ada urgensi serta manfaat bagi rakyat. “Kesimpulan proyek ini dibatalkan atau paling tidak ditunda saja,” tegasnya saat itu.
Usai melangkah masuk struktur DPD I Partai Golkar Sulut di bawah kepemimpinan Christina Eugenia Paruntu (CEP) alias Tetty, Marhany Pua diprediksi berpeluang besar untuk merebut kursi DPR RI Dapil Sulut dari partai berlambang pohon beringin. Ada pula nama-nama lain seperti Jerry Sambuaga, Adrian Paruntu, Aryanti Baramuli, Stefanus Vreeke Runtu, dan Adrian Tapada.
Bila terpilih sebagai anggota DPR-RI, Marhany Pua terpanggil untuk tetap menjaga agar ideologi Pancasila dengan semangat kebangsaan tetap hidup dalam dinamika ke-Indonesiaan. Target pembangunan ini menurutnya harus diperjuangkan secara efektif dan DPR merupakan lembaga strategis untuk memperjuangkan hal-hal tersebut. “Karenanya, bila TUHAN berkenan dan saya diberi kesempatan oleh Partai Golkar serta mendapat dukungan rakyat Sulawesi Utara, maka saya siap untuk berjuang bagi kemajuan pembangunan Sulawesi Utara melalui Lembaga DPR RI. Terima kasih,” kata dia.
Mantan Ketua Komisi Pemuda Sinode GMIM yang pernah ikut Pilkada Gubernur dan Walikota ini, menikah dengan Sherley Runtunuwu, ST. Mereka dikaruniai 2 orang anak bernama Praisel dan Gloria. Pada tahun 2010, Marhany menyelesaikan pendidikan Strata 2 di Program Studi Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Indonesia (UI) dan meraih gelar MA. Bio TokohIndonesia.com | pan, red