
VISI BERITA (Ibukota Negara, 26 April 2007) – Banjir besar yang membenamkan hampir 60 persen wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada awal Februari 2007 melahirkan trauma sekaligus gagasan-gagasan yang bersifat reaktif, bukan antisipatif. Lewat terjangan banjir tersebut, tergambar betapa rapuhnya ketahanan Ibukota Negara.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 36 | Basic HTML
Padahal, luapan air kiriman dan tumpahan hujan bukan satu-satunya sumber kerapuhan Jakarta. Segunung masalah yang menghinggapi Jakarta terkait satu sama lain. Misalnya, banjir diperparah oleh buruknya pengelolaan tata ruang, rusak serta mampatnya saluran air akibat timbunan sampah dan endapan lumpur. Lantas, genangan air kotor dan timbunan sampah menjadi sarang berbagai penyakit menular.
Secara umum, wajah Jakarta terpancar muram dari pemukiman padat dan kumuh, air sungai coklat tua dan hitam pekat yang menyebarkan bau anyir, polusi udara, lalu lintas yang macet dan semrawut, penyakit menular, penyalahgunaan obat, dan berbagai bentuk kejahatan. Ciri-ciri metropolitan hanya ditemui di bibir Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Gatot Subroto, dan Ancol, pemukiman elit Menteng, Denpasar, Pasir Putih, dan Kapuk serta di apartemen-apartemen mewah yang menjulang ke langit.
Mungkin dari lebih kurang 9 juta warga Jakarta, hanya 10% atau 900.000 jiwa yang menikmati fasilitas elit, mewah, dan nyaman tersebut. Merekalah yang memiliki mobil mewah, rumah mewah, apartemen mewah, dan mondar-mandir di pusat-pusat belanja dan rendezvous kelas satu. Selebihnya, atau 8.100.000, adalah masyarakat menengah yang berada sedikit di atas garis impas dan mayoritas kelompok warga akar rumput yang bergulat dengan berbagai kesulitan hidup.
Namun, menurut Visi Indonesia 2030, bangsa Indonesia, khususnya warga Jakarta, akan menikmati penghasilan per kapita 18.000 dolar AS (Rp 164 juta) per tahun, atau kurang sedikit dari Rp 14 juta sebulan. Sungguh sebuah lompatan pendapatan yang sangat fantastis hanya dalam tempo 23 tahun.
Kembali ke soal banjir, memang ada penggagas yang condong melihat sepotong-sepotong. Misalnya, untuk mengatasi banjir Jakarta, sedang dibangun Banjir Kanal Timur (BKT) sebagai pendamping Banjir Kanal Barat (BKB) yang berusia hampir dua abad. Namun, baru saja dimulai, proyek BKT digerogoti oleh virus korupsi.
Di tengah kemelut banjir, muncul gagasan untuk membangun terowongan air (deep tunnel) di dalam tanah. Memang banyak kota besar di negeri-negeri lain, misalnya Malaysia, yang memilih terowongan air bawah tanah sebagai jalan alternatif paling pas. Lantas ada juga ide untuk merenovasi situ-situ, membangun sumur resapan, dan pompa injeksi air ke dalam tanah. Namun, semua gagasan tersebut tidak akan memberi solusi holistik dan berjangka panjang bagi segunung persoalan di Jakarta.
Kita baru bicara tentang ancaman persoalan konkrit Jakarta. Kita belum bicara ancaman “bom waktu gejolak sosial” akibat tingginya angka pengangguran dan kemiskinan yang melahirkan berbagai bentuk kejahatan. Pengangguran terbuka di Jakarta dan kota-kota besar lainnya hampir mencapai angka 11%. Secara faktual, di Jakarta kita melihat banyak orang bergerombol dan nongkrong di pinggir-pinggir jalan dari pagi sampai sore. Mereka berusaha mengais rezeki dengan cara apa saja, sedapat mungkin dengan cara-cara yang halal, atau jika sangat terpaksa, menempuh cara-cara yang haram.
Jakarta ibarat gadis bopeng yang dipoles dengan bedak tebal. Hanya beberapa meter dari gedung-gedung pencakar langit, berhimpitan pemukiman kotor dan kumuh. Nyamuk memenuhi parit-parit yang mampet. Tikus-tikus got pun tidak takut lagi pada anak-anak, apalagi pada kucing. Anak-anak bermain di pinggir got yang menyebarkan bau busuk. Sisi buram Jakarta sungguh mengenaskan.
Inikah yang menjadi cikal bakal generasi 2030 yang berpenghasilan 18.000 dolar setahun? Pertanyaan ini layaknya kita tujukan kepada gubernur baru yang akan dipilih, 8 Agustus nanti—Fauzi Bowo atau Adang Daradjatun. Sebab, kalau jawabannya kita tunggu dari Gubernur Sutiyoso, maka waktunya yang tersisa hanya hitungan bulan, takkan cukup untuk mengatasi segunung masalah Jakarta, meskipun dia telah menjabat 10 tahun kurang 6 bulan.
Memang, mengatasi persoalan DKI kita tidak bisa hanya berkutat di seputar Jakarta. Mari kita coba keluar dari Jakarta, meneropong masalah Jakarta, misalnya dari Cibinong. Akh…! Lagi-lagi kita bermimpi. Namun kali ini mimpinya tak kalah spektakuler dari VI-2030 yang banyak bicara angka-angka. Kita bangun… Mimpi untuk Jakarta. Tetapi, meskipun tak terhindarkan, tak perlu fokus pada angka-angka. Kita fokus saja pada azas manfaatnya.
Di atas mimpi itu, mari kita bangun apa yang disebut (di dalam laporan sampul BI) proyek monumental dan spektakuler Tirta Sangga Jaya (TSJ) alias Kanal Penyangga Jakarta. Proyek ini mungkin sebanding dengan Terusan Suez di Mesir. Jika Terusan (kanal) Suez memotong daratan sepanjang 163 kilometer dan tiga danau untuk menghubungkan dua samudera, Atlantik dan Hindia, maka kanal TSJ yang berbentuk huruf U memotong empat sungai besar—Cisadane, Ciliwung, Bekasi, dan Citarum—dan 9 sungai kecil untuk mengamankan Ibukota Negara dari ancaman banjir tahunan.
Namun, kanal sepanjang lebih kurang 240 kilometer yang berpusat di waduk pengendali utama (dam interchange) Cibinong menuju muara Tanjung Kait (Tangerang) di sebelah barat dan muara Tanjung Jaya (Karawang) di sebelah timur bisa berfungsi multiguna. Kanal ini bisa mengendalikan banjir dan kekeringan, pembangkit listrik tenaga air, sarana transportasi air (bahkan angkutan peti kemas), pengairan, perikanan, dan pariwisata.
Kanal TSJ membentuk sabuk pengaman di punggung dan samping kiri-kanan Ibukota Negara. Mestinya, proyek ini ditangani oleh sebuah badan pengelola yang bertanggung jawab langsung pada Presiden, dan sangat terbuka bagi pengawasan publik. Lantas, biayanya dari mana? Tangguhkan dulu soal biaya, mari kita bangun satu visi—Mimpi untuk Jakarta 2015. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 36
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Hal. 4
Surat Komentar
- Surat Komentar – Hal. 5
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Hal. 7
Berita Terdepan
- Lupakan Saja Laptop – Hal. 12
Visi Berita
- Ibukota Negara – Hal. 13
Berita Utama
- Mimpi untuk Jakarta 2015 – Hal. 14
- Jangan Buang Air ke Laut – Hal. 18
- Terusan Suez di Mesir – Hal. 20
- Dam Rendah dan Tinggi Aswan – Hal. 21
- TSJ Mengelola Air Sembari Berbisnis – Hal. 22
- Pendanaan Tirta Sangga Jaya – Hal. 24
- Wawancara Syaykh AS Panji Gumilang: Tirta Sangga Jaya Nama Yang Bagus – Hal. 25
Lintas Tajuk
- Kesejahteraan Petani – Hal. 29
Berita Khas
- Mimpi untuk Indonesia 2030 – Hal. 30
Berita Politik
- Garang di Awal, Gembos di Belakang – Hal. 32
- Kepala Desa Juga Berpolitik – Hal. 33
- RUU Parpol Masih di Tangan Pemerintah – Hal. 33
- PKNU Dideklarasikan – Hal. 33
Lentera
Berita Nasional
- Sembilan “Resi” Dampingi SBY – Hal. 40
- Amandemen Kelima UUD Prioritas? – Hal. 40
- Derita Panjang di Sidoarjo – Hal. 41
Berita Daerah
- Hidup Turun-Temurun dengan Singkong Pahit – Hal. 42
- Dany-Nu’man, Masih Dibutuhkan – Hal. 44
- Dirut Terpilih Bank Jabar, Muka Lama Optimisme Baru – Hal. 45
- Kabupaten Nunukan Sudah Saatnya Dimekarkan – Hal. 46
- Putusan PN Purwakarta Dipertanyakan – Hal. 46
Berita Ekonomi
- Puluhan Triliun Dana Negara – Hal. 47
- Proses Pemiskinan di Antara Momentum – Hal. 48
- Sektor Rill dan Kredit, Ibarat Ayam dan Telur – Hal. 49
Berita Hukum
- Misteri Harta Pak Menteri – Hal. 50
- Kisah Seember Duit, Segepok Dokumen – Hal. 51
- Pak Dosen di Balik Terali – Hal. 51
Berita Kesehatan
- Si Bintik Merah Pertanda Maut – Hal. 52
- Berbagi Sampel Virus – Hal. 52
Berita Tokoh
- Moh. Ma’ruf – Hal. 53
Berita Hankam
- Membangun Kerjasama – Hal. 54
- Tiga Angkatan Meriahkan – Hal. 55
- Hercules Teruslah Mengudara – Hal. 55
- Sekjen PBB Kunjungi Konga XXIII A – Hal. 55
Berita Mancanegara
- Nasib Naas Abu Omar – Hal. 56
- Iran Takkan Berhenti Sedetikpun – Hal. 57
Lintas Media
- Pembisik di Sekeliling Presiden – Hal. 58
Berita Budaya
- Nagabonar Tak Lagi Berperang – Hal. 59
- Perginya Sang Legenda – Hal. 59
Berita Iptek
- Charge Ponsel Lewat Udara – Hal. 60
- Tripod Gorilla – Hal. 60
- Mempermanis Tampilan Layar PDA – Hal. 61
Berita Humaniora
- Kasus Perdagangan Orang di Indonesia – Hal. 62
- Perdagangan Anak Belum Sepenuhnya – Hal. 63
Berita Olahraga
- Ingin Juara Seperti Delapan Tahun Lalu – Hal. 64
- Belum Ada Pengurangan Cabang – Hal. 65
- Adhyaksa: Dana Pelatnas Tersedia – Hal. 65
Berita Feature
- Sebuah Mukjizat Indah – Hal. 66